Cakra menyingkir dari atas tubuhnya. Kedua lengan El kembali dipegang kuat. Posisinya berubah menjadi berlutut lagi.

"Kayaknya ngga cukup satu," gumam Cakra pelan. Bibirnya kembali menyeringai.

El menggeleng, "jangan.."

Tangan kanan Cakra terulur untuk meminta sebuah suntikan lagi, yang langsung diberikan oleh anak buahnya.

"Kayaknya lo tau benar, isi suntikan ini cairan apa," ujar Cakra sambil membuka tutup suntikan itu.

El menatapnya ketakutan. Apalagi saat kancing seragam bagian pergelangan tangan kirinya, dibuka dan ditarik ke atas. Memperlihatkan lengan bawahnya yang memiliki beberapa bekas luka.

Cakra bersiul, "bekas luka yang bagus," pujinya. Lalu, mendekatkan jarum itu di dekat lipatan siku El.

"Jangan.. gue mohon, jangan..."

Wujud Cakra perlahan memburam di mata El. Apalagi saat jarum suntik itu menusuk lapisan kulitnya, dia seolah terpental kembali ke masa lalu. Bukan Cakra yang berada di depannya ini. Tapi, sesosok pria dewasa yang sedang tersenyum iblis ke arahnya.

Napas El semakin tak teratur. Ruangan itu seolah berubah menjadi rumah lamanya. Sebuah jas putih, teronggok begitu saja di sudut ruangan. Di dekatnya, sebuah tas berwarna hitam terbuka. Beberapa suntikan dan alat-alat yang seharusnya berada di rumah sakit, berserakan.

Tidak, tidak! El menggeleng cepat. Ini hanyalah bayangan masa lalu! Bukan ini yang akan terjadi padanya!

"Anak yang manis ngga boleh melawan."

El memejamkan kedua matanya erat. Mencoba untuk mengenyahkan suara berat yang terdengar menakutkan di telinganya itu.

Itu bukan dia. Orang itu tidak akan pernah muncul lagi di hadapannya. Semua ini hanya delusi otaknya!

Lalu, wajahnya ditangkup. El dipaksa mendongak. Menatap wajah menakutkan yang sarat akan nafsu dunia. Manik hitam yang tajam itu menatapnya penuh kekejian. Bibirnya mengulas senyum lebar yang mengerikan.

"Ayo, kita mulai permainannya."

Ini bukan ilusi.

Dia nyata.

El sungguh akan mati kali ini.

Dia akan dibunuh.

****

Cakra mengapit sebatang rokok di bibirnya. Lalu, menghidupkan korek dan membakar ujung rokok itu. Ia menyesap benda putih berbentuk silinder tersebut, dan menghembuskan asapnya perlahan.

Kedua matanya menatap datar ke arah tengah ruangan. Tubuh kurus El sedang dinikmati oleh para anak buahnya.

Diperkosa. Disetubuhi. Dicabuli. Digagahi. Digauli. Ditiduri. Dijamah. Apapun itu namanya.

Tidak ada rasa kasihan sedikitpun terpancar dari mata Cakra. Dia sudah terlalu membenci pemuda cokelat itu. Keluarganya hancur karena wanita jalang yang melahirkan El. Si ayam kampung itu. Tapi, karena dia sudah mati, Cakra memilih untuk membalas ke anaknya. Membalas ke El.

Dia berjalan mendekat. Cakra tidak ikut melakukan perbuat menjijikan itu tentu saja. Hanya lima anak buahnya yang menikmati El.

Rambut cokelat itu ia tarik, hingga membuatnya mendongak. Beberapa lebam dan goresan terlihat di wajah El. Hasil karena dia memberontak.

Manik biru itu kosong. Mati. Tapi, Cakra tak peduli. Ini yang dia inginkan. Penderitaan El.

Cakra tersenyum puas, "nikamatin. Gue rela beli obat-obat itu spesial buat lo," ujarnya, "kalo mau lagi, tinggal bilang ke mereka. Oke?" Ia menepuk-nepuk pelan kepala El, dan berdiri.

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now