Chapter - 6

1K 104 2
                                    

‘Brugh’

Aku tidak begitu yakin suara apa barusan, namun sangat kusadari bahwa aku sekadang tertindih dan menindih sesuatu yang entah apa aku pun tidak mengetahuinya. aku mengerang dan kemudian mendengar berbagai macam ringisan kesakitan dikanan dan kiri sisiku.

“Aww.. that was pretty hurt.” Keluh suara Piper diatasku. Aku mendongak ke atas sambil meringis dan mendapati Piper duduk diatasku sambil mengusap pinggulnya.

“Pipes, kumohon berdiri lah. Kau berat.” Suaraku nyaris tidak terdengar karena terjepit diantara Piper dan Annabeth. Aku mengasihani nasib gadis pirang yang saat ini kutindih. Aku harus segera bangkit. Menahan bobotku serta Piper bukanlah hal yang mudah.

Piper mendengus dan kemudian ia berdiri sambil mengusap lengannya. Aku pun spontan berdiri dan membalikkan tubuhku untuk menatap Annabeth. Aku sudah menampilkan ekspresi bersalah dan hendak meminta maaf padanya.

Tapi toh, bukan Annabeth namanya apabila tidak mengejutkan kita semua.

Ia tidak mengeluh sama sekali dan langsung berdiri ketika kakiku memijak tanah. Annabeth hanya menepuk-nepuk telapak tangannya dan kemudian membersihkan debu yang menempel di celananya.

“Whoa, kau tidak terluka sama sekali? Kami berdua tidak ringan loh.” Ungkapku penuh rasa terkejut.

Annabeth menatapku sekilas lalu ia nyengir yang menampakkan deretan gigi putihnya.

“Ah, aku pernah memanggul langit bersama Percy. Rasanya jauh beribu kali lipat lebih berat dibandingkan dengan kalian berdua.” Jawabnya enteng sambil membetulkan kuncir rambutnya karena anak rambutnya ada yang terlepas dari ikatannya.

Aku menatapnya takjub dan menelan ludahku sendiri. Annabeth dan Percy pasti ditakdirkan untuk bersatu. Beban yang mereka tanggung sangat luar biasa apabila dibandingkan dengan beban yang selama ini kutanggung.

“Girls!” teriak sebuah suara anak perempuan yang menghampiri kami bertiga. Aku menoleh dan mendapati gadis yang terlihat seperti baru enam belas tahun. Gadis itu berkulit kayu manis dengan rambut ikal gelombang seperti per.

“Hazel!” pekik Piper dan kemudian mereka berdua berpelukan. Aku tertawa melihat tingkah kekanakan Piper.

Bagi kalian yang sudah ketinggalan beberapa tahun pasti menyadari bahwa peristiwa bangkitnya Ibu Pertiwi sudah cukup lama. Yah maksudku, saat ini Percy sudah dua puluh tahun dan kurang dari setahun lagi ia akan menginjak usia dua puluh satu tahun. Sedangkan kejadian itu berlangsung pada saat ia masih berusia tujuh belas tahun, well ia masih muda saat itu.

Kalian tahu apa maksudku? Maksudku.. tentu saja Hazel bukan lagi gadis dengan usia tiga belas tahun. Secara fisik sekarang Hazel sekarang terlihat seperti berusia enam belas tahun. Yap, kami semua sudah remaja sekarang.

“Kau pasti adik perempuan Percy yang cantiknya sempat menghebohkan Olympus, bukan?” Hazel tersenyum lebar ke arahku.

Aku tertawa pelan dan menggeleng. “Ah tidak, jangan berlebihan.” Jawabku malu. Duh, siapa yang tidak salah tingkah dipuji secara demikian?

Hazel balas tertawa dan kemudian ia kembali tersenyum. Sungguh, siapapun yang menganggap Putri Pluto adalah pribadi yang menyeramkan dan apatis berarti ia belum mengenal Hazel. Hazel itu sangat.. hangat dan ramah. Aku terkesan dengan caranya membuat kami semua nyaman hanya dengan kehadirannya disekitar kami.

“Ayo, Jason, Reyna, Percy, dan Frank sudah menunggu di ruang senat.” Ajaknya sambil menarik lengankku. Aku tersenyum dan mengangguk. Dan kami berjalan berbarengan menuju ruang senat untuk membahas nasib kami.

* * *

“TIDAK ADA SENJATA YANG DIPERKENANKAN MASUK KE DALAM KOTA!” Teriak sebuah patung yang hanya berupa tubuh tanpa lengan.

Aku berjengit takut dan kemudian mundur untuk menutupi diriku dari pandangannya. Sumpah, jika kalian menemukan patung berjerit marah kearah kalian, apakah kalian akan sangati saja? Tidak kan?

“Oh ayolah Terminus, ini hanya sebilah belati kecil.” Keluh Piper karena tidak diizinkan melewati perbatasan.

“Jika itu tajam, dapat melukai, dapat digunakan untuk membunuh, maka itu termasuk senjata. Dan aku tidak dapat menolerir senjata. Ah dan kau Hazel, seuntai rambut ikalmu menggangguku. Selipkan ia dibalik telingamu, ah tidak. Nah, yah begitu lebih baik. Maaf, sampai dimana kita tadi?” cerocos Terminus panjang lebar.

“Izinkan aku membawa sertanya, ya?” bujuk Piper menggunakan Charm Speak.

“Sayang sekali gadis muda. Tipuan Venus tidak akan mempan mengelabuiku. Hmm.. katoptris ya? Senjata yang dulunya milik Helen dari Troya. Ah tidak akan aku izinkan. Letakkan bilah pisau itu pada keranjang disana.” Sungguh bung, Terminus sangat cerewet sekali.

“Dimana?” Tanya Piper kebingungan.

“Itu, letakkan pada keranjang kedua dari sana. Ya ampun, kau tidak melihat aku menunjuk ke arah mana ya? Bukan, bukan! Bukan yang itu! Jangan tercampur dengan barang bawaan dari pengunjung lain! Nah iya, benar disitu. Letakkan ia dengan baik dan benar, lalu aku akan menjaganya. Tenang saja, senjatamu aman bersamaku.” Ia mengoceh panjang lebar.

Sebenanya aku sedikit bingung. Ia berkata bahwa ia telah menunjukkan arahnya kepada Piper, namun aku sama sekali tidak dapat melihat arah yang dimaksud olehnya. Sekali lagi aku katakana padamu, ia tidak memiliki tangan apalagi jari-jemari, bung.

“Oke, kalian boleh masuk sekarang. Tolong jangan berulah apalagi membuat keributan. Ringankan sedikit pekerjaanku.” Celotehnya lagi. Aku mengangguk pelan untuk meresponnya. Yah meskipun ia dewa Romawi, tetapi aku harus tetap menghormatinya, bukan?


Kami berjalan ke dalam kota dan langsung menuju gedung senat yang pastinya sudah ramai sekarang. Toh, para petinggi di sini cukup banyak karena masih terdapat banyak konselor serta pensiunan demigod.

Ketika memasuki ruangan senat yang awalnya riuh mendadak menjadi sunyi dan sangat senyap. Aku menyeritkan keningku, aura serta hawa dingin yang kurasakan di Olympus kembali menyerangku. Ini bukanlah suatu perasaan yang menyenangkan.

“Alleanna Leighton, Annabeth Chase, serta Piper McLean.” Nama kami disebut oleh seorang wanita yang kelihatannya seumuran dengan Annabeth. Aku bergidik menyadari bahwa dari suaranya saja sudah menunjukkan aura kepemimpinan. She was born to be a leader, you’ll know it when she says something.

“Lama sekali kalian.” Keluh Percy seenaknya memecahkan ketegangan yang tadi sedang merasuki kami semua. Aku menepuk jidatku sendiri dan mendengar Annabeth mendesah menyesal di sampingku. Ya, kami semua menyesali kebodohan Kakakku.

“Tuan Jackson, bisakah anda sedikit lebih serius? Jangan memotong pembicaraanku.” Hardik Reyna sinis.

Frank serta Jason yang berada di sisi kanan dan kiri Reyna menutup mulutnya untuk menahan tawa yang akan meledak. Aku menunduk untuk menyembunyikan wajahku karena merasa malu.

“Ups.. maafkan aku. Silahkan lanjutkan pidatomu, Reyna.” Katanya sambil nyengir dan kemudian sibuk memainkan sodanya yang berwarna biru. Aku tidak perlu menjelaskan bagaimana cara terbentuknya atau bahkan bagaimana bisa ada soda biru di dalam gelas Percy, kan?

Reyna membuang napas kasar dan kemudian menggeleng. Aku juga ikutan menggeleng pelan. Astaga, bagaimana bisa seorang Poseidon memiliki anak yang sangat bertolak belakang dengan anak satunya? Ini murni sifat asli seorang Percy Jackson, aku tidak bisa mengeluh lebih lanjut soal ini.

“Jadi, kalian diutus kemari untuk berbicara atau berdiskusi dengan kami?” Tanya Reyna to the point. Well, seorang pemimpin seperti Reyna tidak mungkin menyukai basa basi yang selalu menghabiskan waktu, bukan?

“Benar. Kami akan membahas sesuatu yang bahkan belum memiliki kejelasan. Namun bisa dipastikan akan muncul sebuah misi yang melibatkan banyak pihak. Pihak yang terlibat sudah pasti berasal dari Yunani dan Romawi.” Piper angkat suara membalas pertanyaan dari Reyna.

Entah mengapa atau hanya perasaanku saja, aku seperti merasa Piper ingin selalu unggul dari Reyna. Piper sepertinya tidak begitu menyukai Reyna. Tidak, tidak. Piper tidak membenci Reyna, hanya saja Piper tidak begitu menyukainya. Jika ini berkaitan dengan Jason, maka aku tidak akan berkomentar lebih.

Oke, kembali kepada pembahasan utama kita.

Reyna terlihat mengangguk dan kemudian ia mengalihkan pandangannya kepada Frank.

“Bagaimana menurutmu, Zhang? Apakah kita harus bekerjasama dengan pihak Yunani untuk misi yang bisa dikatakan berbahaya ini?” oh iya, Frank juga merupakan pemimpin di sini.

Frank yang tiba-tiba dimintai pendapat pun terlihat salah tingkah. Kalau kalian merasa bahwa Frank sudah tidak kikuk lagi, kalian salah. Yah Frank memang sudah jauh lebih baik, namun sifat kikuknya tidak akan bisa hilang semudah itu.

“Err.. um.. menurutku..?” Frank yang terbata pun menatap Hazel untuk dimintai pertolongan. Aku menoleh ke samping kiriku dan mendapati Hazel tersenyum lembut dan menyemangati Frank.

Frank mengambil satu tarikan napas dan kemudian menghembuskannya. Ia juga berdeham pelan untuk membersihkan tenggorokkannya.


“Jika itu hal yang pantas dilakukan, maka hal tersebut layak untuk dicoba. Lagi pula ini misi langsung dari Dewa dan Dewi, bukan? Tidak masalah pihak manapun.” Tukasnya.

Aku menatap Percy yang hanya dibalas tatapan sekilas, ia langsung mengalihkan pandangannya kearah Jason dan kemudian membisikkan sesuatu dengan sangat pelan. Ia kemudian mengalihkan pandangannya lagi ke arahku dan kemudian kami mengangguk berbarengan.

Saat Reyna, Frank, Annabeth, Piper dan para konselor serta pensiunan legiunari berdebat untuk membahas segala persiapan, aku menarik Hazel agar dengan denganku.

“Eh? Ada apa, Lean?” suaranya sangat hangat. Aku seperti sudah mengenalnya selama nyaris separuh hidupku, bukan hanya bebrerapa jam singkat barusan.

“Kau tahu dimana keberadaan Nico saat ini?” aku langsung bertanya pada intinya saja. Hazel terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaanku, namun ia langsung mengendalikan dirinya dan menggeleng pelan sambil memasang ekspresi keras.

“Tidak, ia sudah beberapa bulan tidak mengunjungiku. Dan tiga minggu lalu Nico memutuskan kontak denganku. Aku sama sekali tidak bisa menghubunginya.” Suaranya melirih, whoa kepedihan Putri Pluto bukanlah sesuatu yang bagus.

“Tidak bisakah kau melacaknya?” aku menepuk pelan bahunya dan kemudian mengusapnya, berharap dapat memberikannya dukungan. Namun lagi-lagi jawabannya menghancurkan harapanku, Hazel menggeleng pelan.

Aku menutup kelopak mataku dan kemudian menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Sial, satu kecacatan sudah terlihat jelas dari rencanaku dan Percy.

“Bahkan melalui relasi kalian yang sangat kuat?” aku kembali bertanya dan menggantungkan harapanku pada jawaban Hazel. Dan ia kembali menggeleng. Kali ini aku benar-benar frustasi dan putus asa. Dua kecacatan muncul dalam rencana kami.

“Memangnya ada apa kau menanyakan keberadaan Nico? Nico bukan lah seseorang yang akan dicari bila hal itu tidak penting dan mendesak. Yah kau hanya akan mencari bayangan ketika harus berlindung dari teriknya cahaya.” Entah itu bermaksud menyindir atau hanya penjelasan  secara harfiah, yang jelas aku meringis mendengar kalimatnya.

Bibirku terbuka untuk memberikan penjelasan, namun sesuatu memotong pembicaraanku.

“Lean, Hazel ayo berangkat. Apa yang sedang kalian diskusikan?” suara Annabeth bertanya pada kami.

Aku menerjap dan kemudian tersadar bahwa rapat sudah selesai dan kemudian aku memberikan senyuman palsu kepada Annabeth.

“Bukan hal yang begitu penting, hanya obrolan wanita seperti biasa.” Dustaku kepada Annabeth.

“Ah? Iya, ya. Hanya obrolan singkat. Tidak ada yang perlu kau cemaskan, Anne.” Jika aku ini aktris yang sangat mampu menyembunyikan emosi dan niatku, maka Hazel adalah kebalikanku. Ia bukan pembohong yang baik.

Annabeth memandangi kami dengan tatapan curiga bergantian. Aku tidak membuang muka ataupun mengalihkan pandangan. Seorang aktris akan fokus pada peran yang sedang ia mainkan. Lain halnya dengan Hazel, ia terlalu polos dan bahkan terlihat jelas bahwa ia gugup karena sudah berbohong.

Ya sudah lah, lagi pula Annabeth bukan tipe yang mudah untuk dibohongi. Ia melayangkan tatapan tidak percaya namun tidak berkomentar banyak. Ia hanya mengangguk dan kemudian berjalan keluar mendahului kami.

“Huft.. tadi itu nyaris sekali kita ketahuan.” Haze mendesah lega yang hanya membuatku terkekeh pelan.

“Bukan kita, Haze. Tapi kau, kau yang nyaris ketahuan. Dasar penipu payah.” Ledekku sambil menjulurkan lidah kepadanya.

Hazel hanya nyengir, ia balas tertawa bukannya marah. Astaga, tolong yakinkan aku bahwa Hazel adalah Putri Dewa Pluto. Ia sangat berkebalikan.

“Baiklah, maafkan aku. Akan kudengarkan penjelasanmu nanti.” Katanya sambil tersenyum.

Aku membalas senyumannya dan mengangguk sebagai jawabannya. Ya, akan kuceritakan nanti.

* * *

Hai hai :v Author kembali Update. Dan kali ini beneran telat :'))
Why? Author kelas 9 dan sekarang lagi UNBK. Iya, Ujian Nasional Berbasis Kertas :v
Maafkan Author karena telat Update, ini semua salah Author :')
Sejujurnya sih sedih, yang ngeread alias ngeviews itu lumayan loh buat cerita gaje asal-asalan begini. Tapi yang voments kok.. :'(
Author janji kalau banyak yang vote sama comment pasti diusahain cepat update. Iya tau kok ini bukan cerita yang bagus. Banyak kekurangannya, kosa kata, alur, penokohan, jelek semua mah. Jangankan dibandingin sama Rick Riordan, dibandingin sama Penulis lapak sebelah aja juga kalah jauh :'))
But please, I still stand here because of you and my love to PJO and HOO.
Kalau nggak suka jangan dibaca :')) daripada dibaca tapi ga divote? :'))
Maafkan Author ngebacot disini, I'm so sorry.
Lots of love❤

Alleanna's Stories (Percy Jackson and Heroes of Olympus Fanfiction)Where stories live. Discover now