22. Au Revoir

144K 8.2K 663
                                    

Satu, aku ucapkan 'Hai'. Dua, aku ucapkan 'selamat datang'. Tapi, aku tak ingin mengucapkan yang ketiga. Selamat tinggal.

***

Pertanyaan Rezvan masih terngiang-ngiang di telinga Audi bahkan ketika waktu telah berlalu cukup lama. Intensitas pertemuan mereka sudah tidak sesering dahulu. Bukan karena pertengkaran, Rezvan harus seminar ke luar negeri selama seminggu.

Pagi ini, perasaan Audi juga sedang tidak baik. Mulai dari bangun kesiangan, abang ojek yang nyasar ketika mengantarkannya ke kantor, sampai disemprot rekan kerjanya. Audi yang selalu menahan amarahnya kali ini tidak bisa menahannya lagi. Ia menangis di bilik kamar mandi kantornya, membuat orang-orang yang lewat menjadi ketakutan.

Untung saja sepulang kantor, Audi mendapatkan obatnya. Siapa lagi kalau bukan bapak dosen gantengnya.

"Masih kesel?" tanya seorang pria yang wajahnya sudah terpampang di layar laptop Audi.

Audi menggeleng.

"Udah puas marah-marahnya," jawab Audi dengan lega.

Rezvan tertawa. Meskipun mereka sedang dipisahkan jarak beribu-ribu mil, tetap saja Rezvan merasa dekat dengan Audi. Ia mendadak rindu dengan Audinya.

"Iya, marah-marahnya ke aku. Kamu balas dendam dulu aku marah-marahin?" sindir Rezvan.

Audi tertawa kecil. "Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Puas udah ngeluarin uneg-uneg dan balas dendam sama dosen rese."

"Glad to know that you are okay."

"Gak ngantuk? Gimana seminarnya lancar?" tanya Audi.

Ia merasa khawatir ketika melihat wajah lelah Rezvan. Wajah yang biasanya bersinar kini terlihat kusam dan tampak lelah. Audi tahu, walaupun Rezvan bilang kalau di sana dia hanya duduk santai menikmati seminar, sebenarnya banyak pikiran yang mendera pria itu.

"Ngantuk, sih. Tapi ngobrol sama cewek cantik bisa bikin aku segar kembali," kekeh Rezvan.

"Gombal. Bukannya di Spanyol banyak cewek cantik dan bohay? Tipe kamu banget ga, sih?" selidik Audi.

Rezvan tampak gelagapan.

"Sok tahu. Atas dasar apa coba kamu menyimpulkan hal kaya gitu?"

Audi mengangkat bahunya tanda tidak tahu. "Nebak aja. Biasanya bener."

"Denger ya, Audiar. Mau secantik apapun wanita lain, masih kalah sama kamu. Wonder woman aja kalah sama kamu. Kamu tahu joker sama Harley Quinn?"

Audi mengangguk. Siapa sih zaman sekarang yang tidak kenal mereka? Bahkan ketika dia masih kuliah dulu, pasangan eksentrik itu sangat terkenal. Rasanya ketika halloween tiba, banyak orang yang menyaru menjadi Harley Quinn, mantan dokter yang jatuh cinta dengan penjahat bernama Joker.

"Ibaratnya, aku itu Harley Quinn dan kamu adalah Joker," kata Rezvan dengan wajah serius.

"Kok kebalik?" alis Audi bertaut. Ia keheranan dengan analogi Rezvan yang berbeda dari orang kebanyakan.

"Karena cara aku jatuh ke kamu sama kaya cara Si Harley."

"Idih, ga kreatif," kata Audi geli. "Ingat gelar S3 kamu gak sepadan sama candaan kamu, Mas."

"Gelar S3 beda sama gelar yang bisa kamu kasih buat aku, Audi," ujar Rezvan tenang.

"Gelar dari aku? Apaan?" tanya Audi yang semakin dibuat heran oleh Rezvan.

"Gelar jadi imam kamu, lah. Apalagi coba."

Audi terdiam. Lagi-lagi Rezvan membahas hal seperti ini.

Dosen PembimbingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang