4. Bantuinnya Jangan Setengah-setengah, Pak.

93.9K 8.4K 246
                                    

Kalau kata orang tua, jangan suka mempersulit orang lain nanti hidupmu dipersulit sama Yang Maha Kuasa.

***

"Van."

Rezvan menoleh ketika mamanya baru saja masuk ke ruang kerjanya. Dilihat dari wajah beliau, sepertinya mamanya itu agak kesal. Rezvan meletakkan kacamatanya dan duduk di hadapan mamanya yang hidungnya sudah kembang kempis.

"Mama mau tanya kamu di kampus kerjaannya ngapain, sih?" tanya Mama Rezvan tanpa basa-basi.

Kadang Rezvan berharap mamanya akan berbaik hati untuk tidak langsung to the point ketika bertanya. Ini masa-masanya ujian dan Rezvan sedang banyak tugas mengoreksi sekaligus membuat soal untuk mahasiswanya. Kepalanya jauh lebih pusing daripada biasanya.

"Ya ngajarlah, Ma. Kerjaan dosen ngapain lagi coba," jawab Rezvan santai. Ia tersenyum kepada mamanya agar perasaan beliau lebih baik.

"Beneran?" tanya mamanya tidak percaya.

Rezvan memincingkan matanya. Pasti ada yang tidak beres jika mamanya seperti ini. Jangan-jangan ada yang melaporkan macam-macam pada mama.

"Kok ga percaya, sih. Rezvan gak aneh-aneh di kampus," bela Rezvan, sambil membuat tanda peace.

"Gak aneh-aneh tapi bikin anak gadis nangis. Kamu itu udah mama bilangin berapa kali kok gak didengerin," omel Mama Rezvan.

Oke.

Rezvan sudah menduga jika ada yang tidak beres. Rezvan tidak tahu sejauh apa hubungan mamanya dengan tetangga mereka -siapa lagi kalau bukan Audi dan sekeluarga.

Rezvan menjelaskan segalanya kepada mamanya. Tentu saja dari sudut pandang dirinya sebagai dosen. Ia menceritakan dari mulai bimbingan pertama sampai yang terakhir kemarin lusa.

"Mama ngerti kamu niatnya baik. Tapi Audiar itu gak perlu kamu gituin juga, Van. Dia anaknya pinter dan kalau dibilangin nurut. Mungkin gara-gara kamu terlalu kaku dan galak jadinya dia terbebani ngerjainnya," ceramah mama.

"Rezvan gak galak, Ma. Si Audiarnya aja yang gak ngerti-ngerti," kata Rezvan sewot.

Entah disadari atau tidak memang sikap Rezvan pada Audi berbeda dengan sikap Rezvan ke mahasiswa bimbingannya yang lain. Rezvan memang sangat tegas dan keras pada Audi, padahal kalau dipikir-pikir Audi sama sekali tidak sebodoh yang selama ini terlihat. Entah apa yang membuatnya 'gemar' memarahi Audi.

"Mama gak mau tahu pokoknya kamu harus bantuin Audiar biar skripsinya selesai," ancam Mama. "kalau kamu jahatin dia lagi, Mama tambah frekuensi kencan buta kamu jadi dua kali sebulan."

Rezvan menghela nafas. Pasrah. Ia lebih menuruti omongan mamanya daripada harus bertemu gadis random dan mendengarkan celotehan mereka dua kali sebulan.

"Iya, Rezvan bantuin."

Tapi kalau dia salah ya tetep aku marahin, batin Rezvan.

***

"Rezvan mau minum sirup apa air putih?"

Ini pertanyaan kesekian yang terlontar dari Mama Audi sejak dia mendudukkan diri di ruang tamu keluarga Audi. Ia terpaksa berkunjung ke rumah tetangganya yang satu ini karena paksaan mamanya. Beliau bilang rasanya tidak sopan sudah menyusahkan Audi tanpa minta maaf langsung. Padahal Rezvan pikir kalau semua yang sudah dia lakukan tidak menyalahi aturan karena Audi memang mahasiswi bimbingannya dan dia butuh bimbingan yang keras.

"Air putih aja, Tante," jawab Rezvan sesopan mungkin.

Mama Audi langsung menghilang ke dapur sementara Rezvan harus menunggu sendirian. Ia mengamati ruang tamu. Keseluruhan rumah Audi itu rapi walau banyak barang seperti pigura foto, buku-buku tebal, dan beberapa piala serta plakat penghargaan.

Dosen PembimbingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang