"Tidak, tidak." Buru-buru wanita itu menghampiri Soyeon dan menarik pisau di tangannya. "Tidak usah. Biar kuselesaikan sisanya. Cuci tanganmu, dan pergi temani Taehyung. Kembalilah ke sini saat makan malam."

"Tapi...." Belum sempat membantah, lengannya sukses mendapat pukulan ringan.

"Pergilah."

Soyeon mengangguk serba salah, lalu membersihkan tangannya. Hanya saja, sesuatu membuat Soyeon terkejut sebelum ia meninggalkan dapur. Wanita itu berjalan mendekat dan berhambur memeluknya.

"Soyeon-ah, kau boleh menganggapku ibumu, jika ingin."

Sekejap Soyeon kehilangan kata-kata. Perlahan kepalanya mengangguk.

"Jalani hidupmu dengan tenang," imbuh wanita itu.

"Aku mengerti," jawabnya sepelan mungkin. Lalu mengulurkan tangan ke atas, balas memeluk wanita yang memang ia anggap sebagai sosok ibu, meski takkan pernah mampu menggeser posisi mendiang ibunya di hati.

***

Keheningan total di tempat ini masih berlangsung. Taehyung belum mengubah posisinya sejak yang terakhir Soyeon ingat. Dia bisa memaklumi alasan Taehyung tidur lama.

Selagi menanti pemuda itu tersadar Soyeon mencari kegiatan yang setidaknya bisa dikerjakan. Merapikan barang, atau apa pun asal tidak membuatnya jenuh.

"Kau sudah datang?"

Suara tersebut membuat Soyeon memalingkan wajah ke arah Taehyung. Pertanyaan tadi sungguh retoris.

"Belum," jawab Soyeon sekenanya.

"Lalu kau siapa? Sasaeng fan?"

Soyeon memutar bola matanya. "Yeah. You're Absolutely right. I'm gonna be your first sasaeng."

Wajah Taehyung langsung dihiasi senyuman. Dia mengusap rambutnya. Matanya kelihatan sulit terbuka. "Sudah berapa lama aku tertidur?"

 "Sudah berapa lama aku tertidur?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Entahlah. Sebelum aku datang kau sudah terkapar tanpa daya."

Kelopak mata Taehyung kembali menutup dan ia tertawa serak. "Kupikir baru lima menit."

"Kalau begitu silakan kembali tidur."

Percakapan mereka berhenti sampai di sana. Gadis itu berdecak dan beranjak mengambil selimut di lengan sofa. Ia membuka lipatan selimut dan menutupi tubuh Taehyung. Kemudian duduk bersila sejajar dengan kepala pemuda itu.

Sementara Taehyung nampak tidak terusik sama sekali.

Soyeon melipat kedua tangannya di pinggir sofa dan memangku dagunya. Wajah Kim Taehyung membuat pikirannya sedikit demi sedikit mulai larut.

Jemarinya bergerak maju, dimulai dari tepi alis, tulang hidung, dan berhenti bergerak di pipi.

Entah kenapa, saat ini Taehyung telihat menggemaskan di mata Soyeon. Hal ini membuatnya tidak tahan melayangkan cubitan kecil di tempat itu tanpa berniat mengusik.

Diam-diam Soyeon mendekatkan bibir mereka dan melayangkan ciuman singkat.

"Aku tahu, baby," bisik Taehyung tiba-tiba. "Kau merindukanku."

Taehyung membuka bibirnya lalu mengecup gadis itu dan diakhiri dengan sapuan lidah yang mampu mengirim aliran panas ke sekujur tubuh Soyeon.

Masih belum berminat menjauhkan diri, Taehyung berbisik di atas bibir Soyeon. "Tapi itu pelanggaran."

Soyeon mengernyit dan tersenyum bersamaan.

"Naiklah," pinta Taehyung sambil membuka selimut dan mengganti posisi tidur menjadi miring, membagi sedikit ruang.

Soyeon masuk ke dalam selimut dan ikut berbaring. Dalam beberapa menit ke depan tatapan mereka bertemu di antara kesunyian.

"Semua jadwalmu minggu ini sudah selesai?" Soyeon membuka percakapan.

"Aku berharap tidak punya jadwal lagi."

Mereka terdiam sejenak.

Taehyung berujar, "Berapa kali kita putus?"

"Kupikir seratus kali."

"Kalau begitu artinya aku mendapatkanmu seribu kali." Taehyung mencium dahi gadis itu sesaat sebelum menjauhkan dirinya.

"Kim Tae, boleh aku tanya sesuatu?"

"Tentang?"

"Waktu itu kau bilang ada beberapa sutradara yang menawari ambil bagian? Bagaimana keputusannya?"

Dahi Taehyung maju menyentuh dahi Soyeon, "Tidak minat. Nanti saja." matanya kembali memejam.

Napas berat Taehyung terasa semakin jelas ketika pemuda itu memeluk pinggang gadisnya lebih dekat. Taehyung tidak mengerti mengapa rasanya dia ingin selalu mendekap gadis itu rapat-rapat.

Kini hidung mereka menempel, dan dengan sengaja Taehyung menggesekkan hidung mereka satu sama lain.

"Kim Tae?"

"Hm?" lelaki itu hanya bergumam tipis.

Cukup lama Soyeon memperhatikan ekspresi damai di depannya, lalu berkata, "Penampilanmu masih sekeren dulu."

Otomatis mata Taehyung terbuka. Senyumnya meregang dan mengecup pipi Soyeon sekilas. "Memangnya kenapa? Kau cemburu karena takut seseorang merebutku dari sisimu?"

Alis Soyeon berjengit. "Seberapa besar keinginanmu membuatku cemburu?"

Alih-alih menjawab Taehyung malah tertawa. Tahu-tahu Taehyung menunduk dan mencium bibir Soyeon tanpa peringatan. Jemarinya ikut mengusap pipi Soyeon. Dengan segera Soyeon membiarkan cela bibirnya terbuka sebagai respon alami dan mengijinkan Taehyung menularkan aroma mint dari pasta gigi yang lelaki itu pakai.

Dalam ciuman ini Soyeon merasakan adanya tekanan emosi, gairah, posesif, dan sisi egois.

Belum menyerah, bibir Taehyung masih terus memanjakan, melumat, bergerak lembut, terkadang kasar, namun juga Soyeon merasa ciuman Taehyung penuh cinta. Tidak ada yang dapat Soyeon perbuat ketika ia mulai lelah. Deru napas gadis itu berhembus berulang kali dan Taehyung menampung itu di dalam mulutnya.

Tanpa pikir panjang, Taehyung meraih ujung selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua.

Refleks Soyeon memutus kontak fisik dan kembali menyingkap selimut. "Tolong jangan macam-macam. Cukup sampai di sini."

Taehyung mendesah kecewa. "Padahal aku baru mau minta beberapa macam."

[...]

Hei gengss~

Btw, kalian tuh lebih nyaman baca pake pov 'orang pertama (cast)' atau pov 'orang ketiga (author)'.

Karena Karin lebih jago pake sudut pandang orang ketiga, dan Dii lebih jago pake sudut pandang orang pertama. So... kalian prefer ke mana? Kalo bisa tolong sertakan alasan ;)

Makasih ya.

Love,
Karin & Dii

The Bastard, SweetyWhere stories live. Discover now