"Work-life gue masih jomplang, nunggu kaya raya dulu baru seimbang. Wishlist buku gue bejibun soalnya." Satria menaikturunkan alisnya, lalu nyengir ketika Andreas melempar bola kertas ke arahnya "Sialan! The Gormenghast Trilogy edisi kolektor inceran gue bahkan enggak kebeli kemarin. Duit gue kurang. Inilah alesan lo harus ngalah ke gue, Dre. Biarin gue menang di project #SpeakUpYourWorld."

"Heh, enak aja! Bini gue bentar lagi lahiran. Anak gue mau dikasih makan tongseng alang-alang emangnya kalau gue enggak kerja?" protes Andreas.

Diana ganti menunjuk Fahmi. "Atau lo aja, Fa? Gih, sukarela resign. Fahmi kan manusia yang berbudi dan suka mengayomi."

"Berbudi dari empang!" Anteng-anteng mengubek kolom rekomendasi karya di platform Uwritinc, masih saja Fahmi diseret-seret. Ia mengomel. "Adek gue tahun ini kuliah, Ci Diana. Kampusnya enggak nerima bayaran pake daun kelor."

"Yah, berarti tinggal Chiko seorang." Semua mata kini memandang penuh harap pada Chiko yang terpojok. Diana menyatukan tangannya di depan dada. "Satria enggak mungkin, gue apalagi. Lo doang yang paling free buat resign, ya, Ko."

"Yoyoy! Yang minggu kemarin pamer abis ganti mobil siapa coba?" provokasi Satria.

Andreas mengacungkan bolpoinnya. "Plus beliin tas baru buat pacarnya di PI."

"Dan dapet reward dari Paduka Devan karena buku nonfiksi yang dia editorin masuk jajaran best seller selama setahun lebih," imbuh Fahmi. Matanya menyipit. "Seandainya resign, Chiko pasti lebih gampang dapet kerjaan baru. Iya, enggak?"

Tidak ada teman sejati. Yang ada hanyalah saingan abadi dalam lika-liku dunia percungpretan. Chiko baru saja mendapat buktinya. Air mukanya bertambah garang.

"Ngawur! Pacar gue minta nikah, weh. Keluarganya udah nanyain terus kapan gue bisa buktiin tanda keseriusan hubungan kami. Resign? Enak aja! Gue aja sengaja ganti mobil buat genepin kekurangan maskawin! Susah, woi, cari kerja yang paid worthy." Chiko mencak-mencak. Jemarinya terentang untuk mengabsen. "Biaya katering, dekorasi, maskawin, bulan madu, sewa tenda, venue... aelah, gue aja rencananya mau minta sumbangan ke kalian kalau anggaran gue enggak cukup."

Emboh. Yang mau nikah siapa, yang pusing siapa.

Satria pura-pura tidak dengar Chiko mengocehkan apa. Begitu pula personel deadliners lainnya. Urusan duit, tidak mau tahu pokoknya!

"Jadi...," suara Andreas memecah kebisuan yang merebak, "deal, nih, kita semua pecah kubu biar enggak didepak dari SKY Media?"

"Gue, sih, optimis Satria atau Chiko mau ngorbanin diri buat nyelametin kita-kita dari kepusingan yang hakiki," sahut Diana.

Dua orang yang barusan dikambinghitamkan langsung menyeru kompak, "Najong! Lo aja!"

Jelas-jelas mereka masih punya target tersendiri. Mempertimbangkan SKY Media yang amat mendukung pertumbuhan karier karyawan serta tak ragu dalam menggelontorkan apresiasi kerja, tidak mudah bagi mereka move on ke arena bermain baru.

Berbagai macam jenis tunjangan, sistem reward dan punishment yang adil, outing kantor di luar Jawa, jam kerja fleksibel, bonus best performance, serta insentif.

Treatment di kantor lain belum tentu sebagus itu, apalagi atmosfer pergaulannya. Di mana lagi nemu atasan yang seasyik Devan?

Hohoho, entah mengapa di momen-momen seperti ini, Satria baru bisa melihat sisi malaikat dari bosnya.

"Oke. Kalau gitu, barangsiapa yang nemuin naskah incarannya wajib lapor di grup chat," usul Fahmi. "Biar enggak ada yang samaan. Berabe urusannya kalau sampai sikut-sikutan karena naskah."

Revisweet [TERBIT di Bhuana Sastra]Место, где живут истории. Откройте их для себя