"Yang gue peluk tadi itu isinya tulang semua. Dagingnya ngga ada yang kerasa."

Oke. Dia sekurus itu.

Vano menatap Poppy yang tengah makan dengan lahap dalam diam. Duduk bersila di dekat kucing itu, dan melamun.

Lalu, suara pintu kamar mandi yang membuka dan tertutup menyadarkannya dari lamunan.

El keluar dengan rambut yang masih lembap. Dahi Vano langsung mengerut tak suka saat melihat itu.

"Rambutnya dikeringin dulu kek. Kalo dibiarin begitu, yang ada kepala lo bisa pusing. Lo juga bisa kena flu nanti," ujar Vano memperingati.

El hanya memutar kedua matanya. Tak mengacuhkan peringatan tersebut. Lalu, membuka kulkas dan minum.

"Kalo minum itu ngga boleh berdiri! Duduk sebentar, ngga susah kan? Biarpun sepele, tapi itu bisa ngerusak ginjal lo!"

El mendelik, "ginjal ginjal gue! Kenapa lo yang sewot? Balik tidur sana lo! Berisik!"

Vano tersinggung, tentu saja. Dia bermaksud baik loh! Dia hanya tidak mau terjadi apa-apa pada pemuda pendek itu kedepannya. Tapi, Vano berusaha sabar. Menanamkan pengertian, bahwa ia harus tahan pada setiap ucapan nyelekitnya El agar mereka bisa semakin dekat, di kepalanya.

El bersedekap dada, "mau sarapan apa? Gue buatin."

Seulas senyum tipis terbit di wajah Vano. Rasa tersinggungnya langsung sirna saat mendengar itu.

"Ah, gue lupa beli beras," gumam El pelan.

"Gue suka sama sandwich lo yang kemarin," ujar Vano langsung.

"Mau itu lagi?"

Ia mengangguk semangat. Matanya berbinar-binar. Seperti Poppy yang habis dibelikan mainan baru.

El hanya mengangguk, lalu mengambil bahan-bahan yang ia perlukan dari dalam kulkas.

"Lo ngga ada saos ya?" tanya Vano.

Si kecil itu menggeleng, "di dekat sini ada minimarket. Kalo mau, beli aja sana."

Si besar itu mengangguk lagi dan segera mengambil dompetnya.

"Begitu keluar dari bangunan ini, belok kiri. Lurus aja. Jangan belok ke sana sini lagi," ujar El.

"Oke~"

Dan Vano langsung keluar dari apartemen.

Bahan-bahan yang sudah ia cuci bersih itu, ia letakkan. Lalu, berbalik dan menyandarkan pinggangnya sambil bersedekap dada. Kedua matanya menatap ke arah pintu itu dalam diam.

Bahaya.

Vano hampir saja merobohkan tembok tak kasat mata yang ia bangun di sekelilingnya. Hampir. Dia harus lebih waspada mulai sekarang.

Kakinya digesek pelan, "nyaa~"

El menunduk menatap Poppy yang sedang bermanja pada kakinya, "lo kayaknya suka banget sama dia, huh?"

Poppy mengeong seakan mengiyakan.

Si kecil itu berdecih, dan mendorong pelan tubuh berbulu itu menjauh dengan kakinya, "dasar pengkhianat," lalu, kembali mengerjakan bahan-bahan untuk sarapan 'tamu' apartemennya itu.

Happiness [SELESAI] ✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon