Perkenalan

93 20 3
                                    


"Siapa nama kamu?" Tiadi memulai sesi wawancaranya setelah pramusaji mengantarkan minuman pesanannya dan "calon istri"-nya. Saat ini mereka sedang berada di sebuah kafe yang tidak jauh dari bengkel di mana mobil Tiadi diservis.

Wanita yang duduk di seberang Tiadi meminum jus terong belandanya sebelum menjawab, "Livia Namira. Bisa dipanggil Via, Nana, atau Mira juga boleh."

Tiadi menganggukkan kepalanya. Ia memikirkan pertanyaan apa yang akan diajukannya selanjutnya, namun wanita di depannya itu lebih dulu mengajukan pertanyaan.

"Nama Abang sendiri?"

Tiadi berdeham. Ia mengulas senyum tipis sebelum menjawab, "Rahmat Tiadi Arrazi. Panggil saja Tiadi." Tiadi kemudian mengangkat cangkir kopi panasnya dan meneguknya.

Tiadi melihat wanita yang ada di depannya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Abang pasti punya kembaran," kata wanita itu kemudian.

Kening Tiadi mengerut mendengar ucapan wanita itu. "Tidak. Saya tidak punya kembaran," jawab Tiadi.

"Ooh, kirain. Kalo ada, pasti nama kembaran Abang 'Tiada', kan?" Setelah menjawab asal-asalan, detik berikutnya wanita itu tertawa terbahak-bahak. Orang-orang di sekeliling mereka bahkan sampai menoleh ke arah mereka duduk karena tawanya yang membahana.

Tiadi yang mendengar lelucon garing wanita itu diam-diam mendengus. Kemana wanita yang tadi tampak begitu gusar dan ketakutan ketika ia "lamar" di tengah jalan tadi? Kenapa saat ini wanita itu tampak begitu mudah tertawa terbahak-bahak? Benar-benar wanita aneh. Dalam hati Tiadi berdoa, semoga ia tidak melamar seorang wanita yang memiliki kepribadian ganda atau yang lebih parah, mengidap penyakit jiwa.

Lagi, Tiadi berdeham dan langsung membuat wanita yang duduk di hadapannya yang masih tertawa, langsung menutup mulutnya. Tiadi menghela napas pendek sebelum kembali bertanya, "Usia? Pekerjaan?"

"Februari besok 24 tahun. Kerjaan cuman ngurus olshop yang baru buka."

"Babysitting sekalian ngurus olshop?"

"Eh?" Wanita itu menatap Tiadi bingung. "Babysitting-in anaknya siapa?" tanyanya bingung.

Tidai ikutan bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan balik oleh Via atau Nana atau Mira di depannya itu. "Bukannya kamu babysitter anaknya Danar?"

Tawa kembali meluncur dari mulut wanita berambut cokelat terang itu. Sebelah tangannya mengibas-ngibas seraya berbicara. "Danar itu Abangnya Mira, Bang. Selain ngurus olshop, Mira juga ngurus Timal, anaknya Bang Danar, kalo Kak Dian lagi kerja." Panjang-lebar wanita itu menjelaskan.

Tiadi mengangguk-anggukkan kepalanya. Jadi, selama ini ia sudah salah tebak. Ternyata wanita yang memanggil dirinya sendiri Mira itu adalah adiknya Danar. Dan, Tiadi ternyata telah melamar adik perempuan Danar yang dari dulu hanya ceritanya saja yang Tiadi dengar. Oh, betapa sempitnya dunia ini.

"Ya ampun!"

Tiadi tersentak begitu mendengar pekikan wanita yang ada di depannya. Dengan kening mengerut, Tiadi menatap Mira. "Ada apa?" tanya Tiadi bingung.

"Aduh... Mira lupa kalau harus ngirim paket pesanan konsumen." Mira buru-buru menyeruput sisa jus terong belandanya.

Tiadi melihat Mira menyandang tasnya dan akan bersiap berdiri dari duduknya. Entah apa yang terjadi, Mira tiba-tiba kembali duduk terdiam. Segala kegusaran yang tadi melandanya tampak menguap. Melihat itu, kepala Tiadi mendadak berdenyut. Gadis yang duduk di hadapannya ini benar-benar seperti kembang api; begitu meledak-ledak; tidak terduga.

"Hmm... Abang nggak apa, kan, kalau Mira tinggal duluan?"

Menghela napas dalam, Tiadi kemudian mendenguskannya pelan dan memaksakan seulas senyum di bibirnya. "Tidak apa-apa. Kalau memang kamu ada keperluan lain, pergi saja."

Growing PainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang