Êrsta adalah seorang gadis yang sangat menyukai bintang dan buku lebih dari apapun. Hari itu disaat Êrsta yang berumur tujuh belas tahun, berencana pergi ke perpustakaan ia menabrak seorang laki-laki misterius yang ternyata adalah teman kelasnya yan...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Pasti itu karena aku terpesona dengan cakrawala malam ini." Êrsta sendiri tidak tahu mengapa ia tertarik pada bintang.
Di Nuuk penduduk aslinya tergolong sedikit. Murid dari sekolah ini sebagian dari wilayah Skandinavia seperti Denmark, Norwegia, atau Swedia. Sebagian berasal dari wilayah yang 'berbeda' seperti Finlandia, Islandia, dan Kepulauan Faroe. Sebagian adalah penduduk asli Greenland yang disebut sebagai Greenlanders. Greenland sejatinya juga seperti Finlandia, termasuk dalam golongan 'berbeda'. Orang-orang berkata Greenland itu hanya berdekatan. Meski ada juga orang yang tetap menggolongkan mereka sebagai wilayah Skandinavia. Perbedaan ini tampaknya dipicu pada fakta bahwa pada awal abad ke-20 kesamaan politik, sosial, dan budaya antara negara tersebut sehingga membuatnya disebut sebagai satu bagian dalam "Nordic Welfare State".
Di sekolah ini sendiri, terdapat kelompok kecil yang terdiri dari orang Eropa (yang merupakan bagian dari pertukaran pelajar) seperti Jerman, Spanyol, Inggris, atau Skotlandia. Ada Juga murid dari belahan dunia lain seperti Jepang, China, Indonesia, bahkan Maroko.
Êrsta sendiri menggolongkan dirinya sebagai Greenlanders karena itulah yang dikatakan Ayahnya saat ia bertanya. Sejauh yang dirinya mampu mengingat, ia sudah berada di Nuuk dan selalu mencari kesempatan untuk bisa melihat cakrawala malam di kota ini. Ia jatuh cinta pada kota ini dan mengabaikan alasannya. Selain senang melihat keindahan langit malam, Êrsta benar-benar seorang yang sangat suka membaca.
Saat itu ia benar-benar sudah tidak sabar untuk pulang dan membaca buku di perpustakaan. Sekolah ini sebenarnya memiliki perpustakaan, namun koleksi bukunya tidak sesuai dengan apa yang ingin dia baca. Itulah mengapa sejak dua tahun terakhir ia selalu pergi ke perpustakaan umum di luar sekolah.
Tangan Êrsta lalu menelusur ke apa yang ada di balik bajunya. "Ibu. Apakah kau bahagia melihatku seperti ini? Aku hidup mengikuti kata hatiku. Tidak pernah mencoba untuk menjadi orang lain. Meski itu membuatku terlihat berbeda tapi aku sangat yakin Ibu juga akan melakukan hal yang sama." Adalah serangkaian kalimat yang selalu ia jaga.
Saat ini ia benar-benar merasa tidak boleh membuang waktunya. Libur sekolah yang memang ia nantikan akhirnya tiba. Ia tidak mau menghabiskan waktunya berlama-lama di sini karena ia tahu, jika ia melakukannya, ia akan merasa menyesal nantinya karena merasa waktu liburannya kurang. Segera Êrsta memasang tasnya di pundak. Pergi dengan gairah untuk pengetahuan dan bergegas keluar dari kelas.
"Apa yang seharusnya kuba-" Brak. Êrsta terjatuh karena menabrak orang itu. Laki-laki dimana ia memandang bangkunya yang kosong tadi. Tidak. Mungkin tepatnya ia terjatuh karena ditabrak orang itu.
"Ah. A-apa yang kamu lakukan!"
"Ah. Kamu perempuan aneh yang berada di sebelah kananku kan." Sambil tersenyum orang itu mengulurkan tangannya mencoba membantu.
"Apa-apan sikapnya itu, padahal ia sudah menabrakku tadi ... , "Ah, aku mengerti. Dia laki-laki pendiam itu. Jâjaruse."
"T-terima kasih."
Yang mengambil perhatian Êrsta saat terjatuh adalah wajah anak laki-laki itu. Rambut white blondenya itu mirip dengan rambutnya yang pendek sebahu. Tapi rambut orang ini sedikit berbeda. Berantakan tapi entah kenapa indah adalah kata yang cocok untuk mendeskripsikannya. Êrsta bahkan berpikir, ia tampak seperti pangeran di dunia nyata. Tapi itu bukan berarti ia jatuh cinta pada tuan pangeran. Saat ini ia benar-benar tidak tertarik dengan kisah cinta klasik seperti itu atau semacamnya. Saat ini perasaan yang menggebu di dadanya adalah bahwa ia punya dunia luas yang menunggu di luar sana. Itu seperti ia tertegun karena baru menyadari kalau selama ini, orang yang jarang masuk sekolah di sebelahnya punya wajah sebaik itu.
"Maaf Jâjaruse, saat ini aku sedang terburu-buru."
Saat itu mata Êrsta menatap langsung ke iris mata anak itu yang sangat biru. Entah kenapa itu terasa sangat lama. Perasaan seolah-olah ia terhisap langsung ke dalam matanya muncul dalam benak Êrsta.
"Kau sedang ingin ke perpustakaan Ornigassarput kan. Aku akan mengantarmu."
Seketika itu Êrsta terkejut. "Bagaimana orang ini tahu?"
Itu benar-benar mengejutkannya karena setahunya, ia selalu pergi ke perpustakaan itu sendirian. Sontak saja beragam spekulasi bermunculan. Seperti, 'apa orang ini tahu kebiasaanku?' atau 'apa dia selama ini mengikutiku?'. Seluruh tubuhnya bergejolak entah apa itu perasaan takut, terkejut, atau penasaran kenapa orang itu bisa tahu.
***
Sesekali Êrsta melirik pada sosok laki-laki yang berada di sisi berlawanan darinya dengan meja panjang khas perpustakaan sebagai perantara. Setelan yang dipakai laki-laki itu, yang terkesan sangat santai dengan mantel parka biru tipisnya membuatnya berpikir kalau laki-laki itu pasti seorang yang ceroboh.
Yah, tentu Êrsta tidak bisa menolak niat baiknya. Tapi tetap saja ini sesuatu yang aneh baginya untuk duduk berseberangan dengan laki-laki ini. Ia pernah mendengar 'kalau kau akan tahu kalau kau jatuh cinta saat merasakan momen itu'. Tapi tampaknya ia tidak merasakan sama sekali momen yang dimaksud.
Hari itu tampak seperti biasanya bagi perempuan berambut white blonde ini. Didalam perpustakaan yang bernama Ornigassarput Library, lampu yang tidak terlalu terang namun tidak terlalu gelap, suasana hening layaknya suasana di perpustakaan. Itu adalah perpustakaan baru yang dibangun atas sumbangan Greenland Institute of Natural Resources (GINR).
Perpustakaan itu dibuka empat tahun yang lalu. Perpustakaan itu tidak sebesar Perpustakaan Umum Nasional Greenland. Dan di perpustakaan itu, suasana tetap senyap dan dingin seperti biasa. Dengan perlahan Êrsta pun mengencangkan syal putih yang digantungkan di lehernya.
Yah ... semuanya seperti biasa kecuali fakta bahwa ia sedang berada di bangku perpustakaan kota, dan duduk ditemani seorang laki-laki aneh yang menabraknya tadi.