"Nyatanya lebih." gumam Siyah yang sudah menghabiskan potongan rotinya. "Iya kan?"

"Enggak tau." aku meneguk habis susu hangatku dan meraih tas ranselku. "Gua berangkat dulu, ya."

"Kok pagi bener mbak?"

"Miket." jawabku yang ngancrit ninggalin Siyah sendirian.

Aku enggak perlu menuhin pikiran tentang Ilham dan cewek yang meluk-meluk dia itu waktu di kafe. Biarin aja suka-suka dia.

Enggak usah mikirin itu.
Enggak usah nangis.
Enggak usah marah-marah
Biasa aja. Anggap enggak ada apa-apa, Rin.
Kudu kuat.

***

"

Lho, pengantin baru kok wajahnya kusut, buk?" celetuk Anes yang baru saja datang, mengerat kursinya lebih dekat ke mejaku. "Kenapa atuh, buk?"

"Enggak pa-pa."

"Ceritain aja. Luapin semua biar legowo, buk." kata Anes, sok bijak ala Mas Teguh. Aku terbahak melihat tingkahnya.

"Kentut kucing."kataku yang membuatnya mencebik kesal.

"Nyesel gua." aku mengamini kata-katanya. "Eh, Rin."

"Apaan?" sahutku yang menyiapkan buku paket peganganku sebelum jam masuk berbunyi.

"Pernah mikir, enggak?"

"Mikir apaan?" aku memutar tubuhku padanya. "Yang jelas dong ngomongnya."

"Iya ini gua perjelas lagi elah." sungutnya. "Gini lho, pernah enggak lo mikir suatu hari lo ketemu si item blangsat itu, maksud gua si Riko itu?"

Sumpah, aku enggak pernah mikirin itu. Dari dalam lubuk hati sih aku penasaran kenapa dia pergi gitu aja ninggalin aku, padahal sehari sebelumnya kita chat baik-baik aja. Kalau dikata aneh, iya sih aneh.

"Eh, malah bengong kek orang bego lagi," aku mengusap lenganku yang sudah dipukul dengan penggaris besi yang selalu dia bawa. "Jawab!"

"Ehm, gua enggak pernah mikirin itu. Otak gua udah capek sama tingkah si Ilham,"

"Terus, pertanyaan gua, ya, lo pernah nanya alasan Ilham mau nikahin lo? Mendadak pula," satu pertanyaan lagi menghantam otakku.

Dua pertanyaan itu memang pernah terlintas di otakku, tapi dulu setelah shock melandaku saat acara H. Tapi, setelah menjadi istri sah keluarga Noor Syarief, aku tidak pernah memikirkan dua pertanyaan itu diakibatkan kepusinganku menghadapi setiap drama dan tingkah keluarga Noor Syarief.

Aku menggeleng ngenes ke arah Anes, "kenapa enggak? Seengaknya lo nanyain alesan Ilham nikahin lho lah. Berhubung pacar Ilham itu banyak binti centil-centil sampe kalo liatin baju mereka mau gua kafanin sekalian itu, sapa tau lo cuman dijadiin tameng buat ngadepin mantan-mantannya itu." ujar Anes yang kembali membuatku terdiam. Ada benarnya juga apa yang dikatain Anes sih. Masuk logika juga.

"Coba deh lo tanyain. Gua enggak mau kalo nantinya lo udah cinta mati sama Ilham eh, taunya dia cuman manfaatin lo jadi tamengnya." nasehat Anes selanjutnya yang aku sahutin dengan anggukkan kepala patuh bak anak kelas satu SD yang seolah mengerti pelajaran yang diajarkan gurunya.

"Just saran dari gua aja. Lo pikir-pikir aja mana yang mau lo pengen tau dulu. Sisi Riko atau sisi Ilham," Anes menepuk pundakku pelan sebelum meninggalkan mejanya untuk mengajar.

"Bu Ririn enggak ngajar?" aku melonggo menatap Bu Retno yang menatapku bingung. Kayaknya separuh nyawaku ngintilin si Anes deh gara-gara statementnya itu. "Bu Rin enggak pa-pa?"

"Ehmm, iya, Bu." jawabku salah tingkah yang akhirnya milih ngancrit juga setelah berpamitan pada guru senior itu.

Munafik sih kalo aku enggak mikirin semua itu. Tapi, semenjak sah jadi Nyonya Muda keluarga Noor Syarief, aku memang enggak mikirin kenapa Ilham nikahin aku atau kenapa Riko ninggalin aku? 

Semuanya pertanyaan itu menguap karena aku terlalu asik menikmati peran baruku menjadi salah satu anggota keluarga Noor Syarief.

Apa aku terlalu menikmati kefanaan ini? Nikmat yang semua aja?

"Liat jalan, Buk Rin." aku tersentak mendengar wanti Pak Doni, aku tersenyum tipis dan mengangguk menyahuti perkataannya. "Hati-hati, nanti jatuh dari tangga."

"Makasih, Pak." ucapku yang disambut anggukkan sebelum masuk ke dalam kelas enam.

"Enggak usah mikirin yang aneh-aneh deh, Rin." gerutuku kesal dan menonyor kepalaku sendiri persis seperti orang gila.

"Stop mikirin itu, Rin." kesalku yang menghembuskan napas sebelum masuk ke dalam untuk mengajar murid-muridku.

Enggak usah dipikirin, Rin.

Crazy Marriage [FINISHED] Where stories live. Discover now