NAFAS x 6

9.6K 565 8
                                    

NAFAS X 6

xx


Aku duduk malas di sofa kamar dengan selimut yang membalut tubuhku, menatap hujan yang enggak bersahabat banget. Masa pagi-pagi gini hujan? Tambah dingin saja hawanya. Kalau hujan pagi gini pasti bawaannya males-malesan pengen tidur terus. Malesan keluar kamar apalagi turun dari tempat tidur, males masak, males mandi, pokoknya serba males.

“Enggak mandi?” Tanya Ilham yang baru keluar dari kamar mandi dan membuka lemari pakaian untuk mengambil kaos.

“Males.” Jawabku.

“Males mulu, Aygong.” Ucapnya yang sudah memeluk tubuhku dari belakang. “Besok lo udah ngajar dan gua sendirian di rumah.” Curhatnya.

“Terus?”

“Lo ngajar barengan sama gua masuk kantor aja.”

“Ya enggak bisa gitulah.” Tolakku dan mempererat selimut yang membalut tubuhku penuh kehangatan.

“Dingin, ya? Ayok olahraga di ranjang!” Ajaknya menggoda dengan semangat empat lima.

“Males.” tolakku dan menyandarkan kepalaku ke belakang, dada bidangnya.

“Males mulu.” cibirnya.

“Pagi ini. Masih pagi. Sarapan aja belum.”

“Oh, kalo abis sarapan bisa olahraga gitu?" tanyanya sumringah.

“Engga.” jawabku singkat dan menselonjorkan kakiku. “Gua tadi niatannya pengen jalan-jalan ke pasar nyari sarapan ama gorengan, bo-ke.” ujarku menatap hujan pagi yang makin deras saja dan menambah hawa dingin.

“Tapi ujan.” imbuh Ilham dan terkekeh sendiri. “Besok dah kalo gak hujan.” ucapnya.

“Besok kan gua ngajar.”

“Subuh-subuh kita nyari sarapannya.”

“Kayak abis sholat subuh bangun aja.” cibirku dan dia mempererat pelukannya padaku.

“Ya entar ciumin dong biar bangun.”

“Perasaan dulu lo gak kayak gini deh, Ham. Kenapa abis ijab qobul jadi manja banget?” tanyaku heran dan menatapnya bingung.

“Kan, lo istri gua.” ucapnya dan menggecup sekilas bibirku. “Gua mau sarapan. Mau sarapan di sini apa di meja makan?” tawarnya.

“Di luar.” jawabku dan mengikat rambut panjangku menjadi satu. Aku mengikuti Ilham yang lebih dulu keluar kamar menuju meja makan di mana, Mama mertua dan Omah sudah duduk untuk sarapan.

“Selamat pagi.” sapaku dan duduk di samping Ilham yang sudah duduk terlebih dahulu.

“Pagi, Rin. Besok ngajar?” tanya Mama yang baru saja menegak air putihnya.

“Iya, Ma.” jawabku singkat dan mengambilkan nasi untuk Ilham.

“Omah seneng akhirnya kamu yang dinikahi Ilham.” ucap Omah menatapku. “Setidaknya kita semua sudah tahu kamu dan keluargamu terus paling pentingnya, si Ilham juga udah kenal kamu luar dalam dan kamu juga gitu.” lanjut Omah.

Aku hanya tersenyum mendengarnya dan mengambil telur ceplok untuk Ilham. “Iya.” jawabku singkat, sebenarnya kalo si item blangsat gak kabur juga, aku gak bakalan nikah toh sama si Ilham. Ilham juga nikahin aku gara-gara tawaran konyol si ibu.

“Omah harusnya terimakasih ama Ibu, kalo bukan ibu restuin juga mana Ilham nikahin Rin ‘kan?” oceh Ilham yang melirikku nakal. Sumpah deh! Itu mata pengen aku colokin pake ini garpu di tangan. “Ibu mana pernah suka sama Ilham dari dulu. Kalo maen ke sana bawaannya di omelin mulu.” imbuhnya.

Crazy Marriage [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang