NAFAS X 8

7.7K 518 6
                                    

NAFAS X 8

***


Assalamualaikum.” Sapaku dan masuk ke dalam rumah, dimana ibu lagi asik nonton tivi, dia sih lagi asik nonton Drama India yang Anandhi itu sambil nangis bombay pas liat pemeran utama wanitanya juga nangis bombay. “Assalamualaikum.” Ulangku lebih keras.

“Wa’alaikumsalam. Minggir, itu lagi asik.” Usir ibu dan aku langsung ngeluyur ke dalam, ngambil minum di dapur.

“Buk, dimana kunci sepeda motorku?” Tanyaku setengah berteriak agar Bundo Ratu mendengar dengan sangat jelas. “Buk.”

“Apaan sih, gangguin Ibu nonton aja.” Kesalnya.

“Kemana kunci sepeda motorku?” Ulangku.

“Di laci ruang tengah. Selorokannya, di situ kalo enggak salah.” Jawab Ibu yang kembali nangis bombay. Aku cuman bisa mendengus kesal. Aku segera mengambil kunci, setelah menemukannya, aku ikutan nonton Drama India Anandhi itu.

“Ngapain masih disini?” Tanya Ibu.

“Kangen aja.” Jawabku.

Ojok mbok-mbok’en. Belum sebulan aja udah kangen.” Cibir Ibu dan masa bodoh deh, pokoknya aku males pulang, tapi kalo nginep disini, pasti si Emak bakalan kecium bau enggak beres. Jangan remehin jiwa pengendusan ibu yang luar binasa tajem. Ibu aja bisa cium aroma duit lebih kalo Ayah lagi berusaha menyembunyikan itu duit.

“Yaelah, Buk. Anak kangen kok enggak boleh.” Dengusku kesal dan ikutan fokus melihat Drama India setelah aku tak mendengar omelannya yang lainnya. Aku ikutan hanyut dengan alur Drama India Anandhi ini. Anandhi-nya nangis bombay gara-gara liat suaminya bawa wanita lain yang ternyata sudah dinikahin sama suaminya.

“Itu suaminya minta di sunat lagi titit-nya Buk.” Komentarku kesal dengan kelakuan suaminya itu. “Kalo itu Rin, udah Rin sunat, buk. Enggak usah nunggu dokter ahli nyunat lagi.” Komentarku.

“Eh, kalo Ilham kamu sunat lagi, bisa abis cicak rowonya, terus enggak bisa bikin anak lagi.” Sahut ibu.

“Ya enggak pa-pa, Buk. Dari pada sakit hati mulu, mending sama-sama sakit, dia sakit tititnya, Rin sakit hati.” Balasku tak mau kalah.

“Diajarin sapa kayak gitu?” Tanya ibu kesal.

“Ibulah.” Jawabku dan mendapat pukulan panas di lenganku. “Sakit, Buk.”

“Enak aja nyeret-nyeret nama ibu.” Kesalnya.

“Ya Allah, Buk...”

Assalamualaikum.” Ilham berdiri di depan pintu, kemudian menghampiri Ibu buat cium punggung tangannya.

“Lho? Ke sininya enggak barengan?” Tanya Ibu yang melihat kami berdua bergantian.

“Engga, Buk.” Jawab Ilham. “Tadi pamitnya mau ke sini si Rin-nya, jadi Ilham jemput aja ke sini.”

“Ambil motor?” Tebak Ibu.

Ilham menjentikkan jarinya dan ketawa nista, “Bener, Buk.”

“Halah. Gayamu, Ham.” Cibir ibu yang kemudian kembali fokus nonton drama Anandhi.

Ilham pindah duduk di sampingku dan memeluk bahuku, “Pulang, yuk.”

“Mau ujan.” Jawabku ketus.

“Enggak. Ayo pulang.” Bujuknya lagi.

“Buk, kita pulang dulu.” Pamitku dan mencium punggung tangannya. Aku enggak peduli Ilham masih di dalam atau entah dimana. Aku langsung masuk ke garasi untuk mengambil sepeda motor beat merahku.

Crazy Marriage [FINISHED] Where stories live. Discover now