Chapter 19. Keanehan Samudera

14.3K 2.3K 245
                                    

            Samudera pusing. Setelah mengetahui kenyataan pahit ini, hatinya nggak baik-baik saja. Meski merasa zonk, tapi dia nggak merasa terbebani. Dia nggak menyesal karena sudah tahu yang sebenarnya. Samudera bergegas ke tempat itu lagi. Lalu matanya terpaku untuk yang kesekian kalinya. Jawentari Mahendra Rahespati masih duduk di sana. Kepalanya tertunduk. Jemarinya menggambar absurd di tanah. Namun lebih dari itu... Samudera bisa melihat tanah di bawahnya basah. Setetes demi setetes air turun, dan Samudera bisa menebak itu bukan air hujan. Jawentari menangis. Cowok itu mewek.

Samudera ingin menghibur dan memeluknya, tapi dia merasa canggung. Jawen masih nggak bersuara, lalu sebuah sedotan terdengar dengan sangat dramatis. Ketika Jawen mendongak, Samudera bisa menebak kalau dugaan melankolisnya salah.

Yang jatuh bukan air mata, melainkan ingus!

"Lu ngapain masih di sini?" Samudera illfeel. Jawen mengedikkan bahu. Cowok itu nggak punya tisu. Karena itulah dia berdiri, lalu berbalik dan melangkah ke kamar mandi. Samudera nggak bisa menahannya. Dia masih ingin bicara tentang Umaru-chan, tapi sekarang sepertinya bukan waktu yang tepat.

"Aku mau buang ingus, Mud..." Jawen melangkah gontai. Samudera ingin menahannya, lalu menggendongnya.

Astaga! Samudera, ingat! Dia bukan cewek. Dia juga punya batangan sepertimu. Dia memang pernah jadi Umaru-chan, tapi masalahnya... kamu pernah jatuh cinta padanya karena mengira dia cewek. Kamu salah paham. Kamu normal karena sudah mengira dia cewek.

Kamu bukan homo! Jawen memang aneh, tapi dia juga belum tentu homo. Lihat, mana ada anak homo begitu? Dia orientasinya nggak jelas. Dia nggak melambai, nggak terlihat bling-bling ketika melihat cowok. Dia juga nggak terlalu melambai. Temannya banyak. Nggak hanya cewek-cewek aneh dari club cosplay, tapi juga cowok-cowok nakal. Jawen bergaul dengan banyak orang.

"Lu mau ke mana?"

Jawen merengut dan nggak peduli dengan ucapan Samudera. Dia mau cuci muka sekaligus buang ingus. Hidungnya sudah berat, seberat beban hidupnya. Samudera hanya terpaku ketika melihat cowok itu menyelinap ke kamar mandi. Beberapa saat setelah itu dia keluar. Wajahnya terlihat lebih baik daripada sebelumnya. Semuanya akan baik-baik saja, Jawen!

"Kamu dari mana, Mud? Kenapa tadi lari-lari?"

Samudera menautkan alis. "Dari tempat lu cosplay."

Jawen menautkan alis. Dia merogoh saku, mencoba memeriksa HP-nya. Dia tersenyum, lalu mendengus.

"Ada orang di sana?" Jawen bertanya sekali lagi. Di jam seperti ini, pastinya nggak akan ada orang. Semua murid yang baik harusnya ada di kelas.

"Ada dua cewek di sana."

Jawen memekik, lalu berlari ke markas. Di sana dia melihat Gilang dan Rulita, duduk diam di depan laptop sambil cekikikan. Gilang tersenyum geli, Rulita sibuk dengan tontonannya.

"Kalian kok di sini? Nggak ada yang masuk kelas?"

Gilang mengedikkan bahu. "Jam kosong."

Rulita mengangguk. "Aku jam olahraga dan lagi istirahat."

Jawen mendengus. Kedua cewek ini tampak mencurigakan, jadi Jawen memutuskan untuk menunggu. Dia sangat ingin tahu. Apa tadi Samudera ke sini dan bertanya sesuatu?

"Jadi..." Jawen mencoba mencari kalimat, biar mereka nggak makin curiga.

"Apanya jadi?"

"Tadi ada Mud?"

Gilang dan Rulita mengangguk. "Ho'oh..."

"Dia nanya apaan?"

Gilang menghela napas sekilas, lalu tersenyum pahit. Sebenarnya nggak masalah kalau Samudera tahu yang sebenarnya, tapi Jawen sepertinya sedang nggak siap untuk berhadapan dengan cowok itu.

Our Lovely Fudanshi...tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang