Tunggu.

Ranjang?

"Lo bisa ngeliat gue dengan jelas?" tanya pemuda itu.

El mengangguk pelan.

"Good. Inget nama lo siapa?" tanyanya lagi.

"Daniel," jawab El berbisik.

Pemuda itu kembali tersenyum, "where do you live?"

"Somewhere."

Entah kenapa, pemuda itu tertawa pelan, "nice answer. Lo ngga berubah. Bagus."

Dahi El kembali berkerut samar. Ngga berubah? Maksudnya?

Lalu, raut pemuda itu berubah serius. Ia memajukan tubuhnya dan menopang dengan lengan yang berada di atas ranjangnya, "oke, serius. Lo tinggal di mana?"

"Lo siapa?"

Pemuda itu mengedip, lalu menatap El dengan kaget, "lo ngga inget gue?!"

Hah? Inget? Emang mereka pernah ketemu? Oke. Dilihat dari seragam sekolah yang dipakai oleh pemuda ini sih, mereka satu sekolah. Tapi, bukan berarti El tau setiap orang di sekolah kan? Bahkan, wajah teman sekelasnya saja dia tidak ingat.

"Erm... enggak?" balas El ragu, dengan sebelah alis yang naik.

Ekspresi pemuda itu berubah. Menggambarkan seolah ia telah dikhianati oleh seseorang yang berharga.

"How dare you..." bisiknya pelan. Tapi, kemudian rautnya kembali berubah menjadi biasa, "bercanda. Gue tau kok, lo ngga bakalan inget sama gue."

Lalu, ia kembali menyandar dan mengambil sebuah map cokelat berukuran lumayan besar yang terletak di atas meja di sebelah ranjangnya.

Tunggu, kenapa dia bisa berada di rumah sakit?

"Oke, lihat!" Dia mengeluarkan selembar... foto scan? Sungguh, El tidak tau apa namanya. Tapi, kalo tidak salah itu memang scan.

"Ini hasil CT scan lo," ujarnya.

"CT scan?"

"Yap. CT scan atau pemindaian tomografi terkomputasi, fungsinya untuk ngambil gambar santir dari kepala. Erm.. ngga cuma kepala sih sebenernya."

CT scan? Memangnya dia kenapa sampai-sampai harus di scan segala? Dan setaunya kalo mau ngelakuin scan-scan macam ini, harus isi formulir dan blablabla lainnya, terus kenapa ini tau-tau udah keluar aja hasilnya?

"Lo kena gegar otak."

"Hah?"

"Udah gue duga sih sebenernya, nginget kalo kepala lo dibenturin dengan keras sama si berandal bajingan itu. Lo sampai muntah darah tau?"

Dahi El mengerut dan kepalanya menggeleng. Dia? Muntah darah? Kapan?

"Untung gue masuk ke ruangan itu tadi, kalo enggak, gue ngga tau keadaan lo bakalan gimana."

Tunggu, tunggu, sebentar. Dia harus memprosesnya. El benar-benar tidak tau apa yang terjadi. Dia sungguh tidak mengerti apa yang orang ini bicarakan. Muntah darah? Kepalanya terbentur?

"Lo ngga inget ya?" tangan kanan pemuda itu terulur dan mengusap lembut rambut cokelatnya, "masih normal sih. Amnesia ringan. Tenang aja, si bajingan brengsek itu biar gue yang urus. Lo istirahat aja di sini."

Mata El menyipit curiga, "lo siapa?"

"Ah, gue lupa! Lo ngga inget gue ya?" Lalu, tangan kanan yang tadi asik mengelus rambutnya beralih terulur untuk berkenalan, "gue Bara."

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now