GENDUT

130 9 2
                                    

Sudah tiga tahun lamanya sejak aku lulus kuliah dan selama itu pulalah aku menjadi seorang pengangguran. Atau lebih tepatnya pengangguran yang berpendidikan. Dan kau tahu bagaimana rasanya? Rasanya seperti saat kau ketahuan kentut di tengah-tengah kerumunan orang di dalam lift lalu semua pasang mata tertuju padamu dengan pandangan yang menyiratkan rasa jijik. Sungguh malu bahkan lebih malu dari itu.

Sebenarnya orang tuaku tidak mempermasalahkan dengan statusku sebagai penganguran dan mereka pun masih mampu untuk membiayai semua kebutuhan hidupku. Tapi tentu saja aku malu dan merasa tidak enak jika harus terus menerus seperti itu, selalu membebani mereka. Aku juga ingin mendapatkan uang dari hasil jerih payahku sendiri lalu gantian memberi untuk orang tuaku.

Aku bukan seorang yang bodoh dan malas. Maksudku, aku memang tak sepintar Einstein tapi aku yakin jawaban-jawaban yang aku isi pada soal-soal tes itu benar meski tak seluruhnya. Juga jawaban-jawabanku pada saat wawancara dengan bagian personalia, tak jarang membuat mereka tertarik. Tapi entah mengapa dari begitu banyak tes dan wawancara kerja yang aku pernah lakukan selalu berujung sama ; gagal.

Gagal mendapatkan pekerjaan di sana-sini membuatku berpikir untuk berwirausaha. Aku memilih membuka usaha dengan modal yang kecil. Mulai dari menjual pulsa sampai bergabung dengan bisnis MLM yang menjual produk-produk kecantikan sudah pernah aku jalani. Dan hasilnya masih tetap sama ; gagal. Hanya kerugian yang aku dapatkan. Rugi karena para pembeli tidak membayar langsung alias berutang dan jika ditagih selalu berkilah. Ya sudah, aku ikhlaskan saja. Aku juga lelah menagihnya, biar Tuhan saja yang menagih di akhirat nanti.

Gagal mendapatkan pekerjaan, berwirausaha pun sama saja. Akhirnya aku merasa putus asa. Aku berhenti mengirimkan surat lamaran ke berbagai perusahaan baik lewat e-mail, pos atau aku kirim langsung secara door to door. Aku lelah dengan semua penolakan itu. Daripada melamar, lebih baik aku menunggu dilamar. Tapi siapa yang mau melamarku? Pacar saja aku tidak punya. Huh, sudah nganggur, jomblo pula! Lengkaplah sudah.

***

Apakah kau pernah menunggu tukang bakso lewat di depan rumahmu tapi tak kunjung datang tapi saat kau tak menunggunya ia malah datang? Nah, itu yang terjadi padaku sekarang. Di saat aku pasrah dan tak lagi ngotot ingin mendapatkan pekerjaan, tiba-tiba aku diterima bekerja di sebuah perusahaan, bukan, melainkan sebuah universitas dan tepatnya universitas tempatku menimba ilmu dulu. Ya, aku bekerja di almamaterku sendiri. Di bagian tata usaha yang mengurusi pembayaran kuliah para mahasiswa.

Awalnya aku sama sekali tak pernah berpikir untuk melamar pekerjaan di kampus itu tapi sebulan lalu teman SMA-ku yang bekerja di sana memberitahu bahwa di sana ada lowongan pekerjaan. Katanya ada yang mengundurkan diri karena akan menikah.

"Masukin aja lamarannya. Siapa tau diterima," kata temanku yang bernama Arfi itu.

"Oke," balasku tak bersemangat. Karena aku berpikir terlebih dulu bahwa pasti hasilnya akan sama seperti sebelum-sebelumnya. Tapi apa salahnya mencoba? Setidaknya aku masih memiliki asa walaupun tak banyak. Manusia memang haru selalu memiliki asa agar bisa terus bertahan hidup.

Dan ternyata dugaanku meleset. Aku diterima! Yeay!

Aku bahagia sekali. Teramat sangat bahagia sampai-sampai setelah keluar dari ruangan HRD sejenak aku berdiri di depan pintu. Bertanya-tanya kembali pada diri sendiri. Apakah ini nyata? Aku diterima bekerja? Luar biasa.

Padahal aku bukan diterima bekerja di sebuah perusahaan multinasional atau perusahaan milik negara yang bergaji besar ditambah bonus-bonus yang menggiurkan. Bukan. Tapi kebahagiaanku tak terkira karena akhirnya ada yang mau menerimaku bekerja setelah melewati semua. Itu saja.

"Nova!"

Aku sedang menyusuri lorong gedung sambil bersenandung riang kala Arfi menyapaku dari arah yang berlawanan. Aku membalas sapaannya lantas menghampirinya.

Dunia Maya ( Antologi Cerpen )Where stories live. Discover now