Chapter 00 (Full Name)

597 44 6
                                    

3rd Person Pov
.
.
.
.
Dentingan alat dapur terdengar, sosok di balik dinding sekat ruangan berdiri menghadap pantry. Memotong beberapa jenis sayur. Bagian terpotong di tumpuk asal di atas roti, roti dilipat terjepit diantara jari telunjuk dan jempol. Kemudian dilahap begitu saja tanpa berniat duduk, sedang matanya masih awas meniti per-kata pada lembar buku di tangan kiri. Tidak ada bahan makanan pagi ini, hanya tersisa satu lembar daun sawi dan dua lembar roti warung sebelah. Tidak masalah, toh ia juga sedang malas mengunyah makanan pagi ini, atau mungkin berlanjut hingga terlelap kembali?

(Full Name). Gadis pemalas, 18th. Tinggi badan 164, dengan berat 48kg, rambut hitam kecoklatan, dengan warna mata coklat bening pada umumnya. Hidupnya? Biasa saja, alias begitu-begitu saja. Tidak pernah menginjak bangku sekolah lebih dari 5th. Tiga tahun untuk Akademi, satu tahun untuk High school, satu tahun untuk Senior High School, betapa mengagumkan hidup seorang gadis jenius.

Makanan kesukaan? Sayang sekali, ia merupakan jenis manusia pemakan segala(?) hobby membaca buku mulai dari membuka mata hingga tidur lagi, jatah waktu tidur 6 jam sehari, bicara jika ada yang mengajak bicara, sisanya dihabiskan untuk menulis novel minimal dua jam, teman? Tidak punya kecuali teman satu bangku kuliah. Fakultas Psikologi semester 2, Universitas Kota.

Berjalan lunglai menuju pintu kamar mandi tanpa repot-repot membawa handuk, mulut masih mengunyah sisa sandwich, yang entah dapat disebut begitu atau tidak, mengingat hanya roti dan sawi mentah.

Kucuran air shower terdengar sebentar, kemudian hening, tak lama terdengar kembali cukup lama.

Krieeett...

Suara pintu terbuka mengisi keheningan, tubuh mulus molek langsat bak gitar spanyol keluar dari balik pintu. Telanjang, basah, air menetes dari ujung rambut pada punggung dan payudara telanjang tanpa berniat menutupi dengan lembar kain handuk. Untuk apa? Toh ia tinggal sendirian, jendela berkelambu biru tua selalu tertutup rapat, pintu terkunci kecuali jika ia butuh keluar-masuk rumah.

Menuju almari, menyambar handuk pada gantungan sekedar mengeringkan kulit, pakaian di ambil dari almari, kemeja kebesaran hitam dan celana pendek yang tidak terlihat karna kemeja mencapai setengah paha. Rambut basah di keringkan menggunakan hairdryer, kemudian disisir asal, entah rapi atau tidak. Masih menyisakan bagian acak-acakan, yang membuat satu pertanyaan muncul. Apa gunanya sisiran tadi?

Smartphone di nakas di ambil, kemudian keluar begitu saja. Pergi kuliah, tanpa buku, tanpa tas, hanya seonggok manusia berbalut pakaian dan smartphone. Untuk apa? Merepotkan saja, toh dirinya bisa menangkap tiap penjelasan dosen tanpa mencatat, hanya perlu datang, absen, dan duduk mendengarkan. Maju jika presentasi materi, praktik langsung jika ujian lisan, selesai.

08.00 pagi, kampus lumayan ramai. Kelasnya dimulai sepuluh menit lagi. Dan (Name) baru memasuki area gerbang kampus,  berjalan dengan santai tanpa beban. Wajah mengantuk dengan mata setengah tertutup khasnya sehari-hari, kemeja kebesaran yang membuatnya terlihat tidak memakai bawahan, sendal jepit swal**w terepes warna hijau yang entah ia pungut dari mana, rambut amburadul seolah baru bangun tidur, tanpa kendaraan umum ataupun pribadi, tentu saja jalan kaki. Toh jaraknya ke kampus dari rumah hanya 10 kilometer dapat ia tempuh 30 menit. Sukses membuat puluhan mata mahasiswa satu fakultas menyorot pada si gadis yang bertingkah semaunya sendiri, yang anehnya diabaikan seolah tidak ada siapapun disekitar.

Tepukan pada pundak membuatnya menoleh. Ah, si teman satu bangku. Mikasa Arckerman, mahasiswi pertukaran kelahiran Belanda, berwajah khas asia yang anehnya justru masuk di Universitas Lathuani. Polandia.

"(Name), kamu masuk ke dalam daftar nama Mahasiswa berprestasi yang akan di kirim ke Polandia akhir tahun ini" si gadis Arckerman menjelaskan.

"Hn, lalu?" sahutan malas dari gadis Indonesia yang menjadi teman sebangkunya membuat Mikasa menghela nafas. Sabar....

"Menghadap Dekhan sekarang!" Mikasa mulai gemas menjelaskan. Jadi tanpa menjelaskan lagi, ia tarik begitu saja tangan lunglai (Name) yang langkahnya terseret bak korban penganiayaan menuju ruang Dekhan.
.
.
.
"Pada intinya. (Full Name), Baskara el, Safa rummi, Enggar ardiansyah akan mengikuti pertukaran Mahasiswa dengan Universitas Lathuani Polandia bersamaan dengan kembalinya Mikasa arckerman, Armin arlert, Eren yaeger, dan Jean kirstein ke Polandia."

"Sama seperti Mahasiswa Polandia sebelumnya, kalian yang mengikuti pertukaran ini diharuskan mempelajari kebudayaan Universitas Lathuani, mohon menjaga nama baik Universitas dan memberikan laporan pribadi secara berkala yang akan disampaikan kepada keluarga kalian di tanah air"

(Name) hanya berdecak, laporan pada siapa? Keluarganya entah siapa, ia hanya anak panti asuhan yang merupakan korban penculikan oleh entah siapa, anak-anak itu hanya kedok, yang sebenarnya disiksa dan dilatih secara tidak manusiawi dengan tekanan mental mengerikan yang akan dijual kepada gembong-gembong penjahat atau perekrutan tenaga manusia ke luar negri.

Tidak peduli decihannya di dengan beberapa anggota dewan penting tempatnya menimba Ilmu.

"Kapan pemberangkatan Mahasiswa pertukaran?" kalimat malas bernada tanya diajukan (Name)

"Sore ini" jawaban datar Mikasa arckerman membuat calon mahasiwa pertukaran menjerit.

"........Ngroookkkk"

.....pengecualian untuk yang satu ini. (Full Name) tidur dengan pipi dan kedua lengan menempel bak cicak pada meja, tepat di hadapan Dewan Universitas, dengan bibir terbuka, jangan lupakan air liur yang mengalir menetes pada meja rapat.

TBC.

Vilkola-kis (Shingeki no Kyojin) Levi X ReaderWhere stories live. Discover now