Bab 5. Seseorang Mengawasi Kami

5.6K 205 7
                                    

Faustin meninggalkanku di lapangan parkir. Dia bilang ada pekerjaan. Sebelum pergi, kami berciuman. Aku menggigit bibirnya yang seksi seperti ingin mengunyah seluruh tubuhnya yang perkasa dan mengundang gairah ke dalam mulutku. Saat kami berciuman bulu-bulu jambangnya yang halus bergesekan di pipiku. Enak. Geli. Dia tampan sekali dan aku ingin melumat seluruh tubuhnya tanpa henti. Menjilat dada dan ketiaknya yang seksi, mengecup garis punggungnya yang tegas melengkung, dan menggigit lehernya yang maskulin. Setiap kali aku membayangkannya sambil menyetir mobil, aku bisa saja masturbasi. Tetapi kutahan, thoh Faustin ini nyata dan bisa kusetubuhi sesuka hati. Aku lebih suka yang nyata.

Pada seperempat jalan menuju rumah, aku merasa mobil di belakang sedang mengikutiku. Kulirik spion, tampak honda Jazz hitam berada tepat di belakang mobilku. Mobil itu ikut belok ketika aku mengambil jalur kiri menuju perempatan. Begitu pula saat aku memutar arah untuk menyebrang, mobil itu ikut mengantri di belakang. Aku mencoba mengintip seperti apa rupa penggunanya. Tetapi sia-sia, dari jarak ini aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Aku memacu mobilku lebih cepat dan menyalip beberapa kendaraan di depanku. Kulihat mobil itu juga ikut ngebut dan melesat mengejarku, seolah-olah tak ingin kehilangan jejak. Aku benar-benar yakin bahwa orang di dalam mobil itu sedang mengincarku.

Aku ingat sepasang mata yang menatapku di koridor pusat perbelanjaan ketika aku dan Faustin berciuman.

Mobilku memasuki wilayah Sekojo dengan kecepatan normal. Kulihat mobil di belakangku masih mengintai, membuntutiku. Akhirnya aku sampai di depan kontrakan di jalan Sumoharjo. Kuparkirkan mobilku di depan gerbang dan kuturunkan beberapa belanjaanku di bagasi. Mobil di belakangku sudah tidak ada lagi. Mungkin pemiliknya memang tinggal di daerah sini. Mungkin dia tidak benar-benar mengikutiku. Kubuka pintu kontrakan sambil menenteng belanjaan. Ketika menutup pintu baru kulihat mobil itu masuk ke jalan perumahan. Siapa pemilik mobil itu? Aku ingin memastikannya.

Kuintip melalui celah pintu yang tidak kututup rapat. Mobil itu diparkir di seberang, tetapi pemiliknya tidak turun sama sekali seolah-olah memang sedang mengawasiku dari dalam. Aku mulai curiga dan merasa sedikit takut. Kututup pintu rapat-rapat. Aku berjalan menuju dapur dan membuka pintu kulkas untuk menaruh beberapa sayur dan makanan ringan di sana.

Tiba-tiba seseorang memelukku dari belakang dan mencium tengkukku saat aku sedang merunduk menata belanjaan. Aku menoleh dan mendapati Faustin nyengir kuda di belakangku. Lengannya yang telanjang dan berotot terasa hangat dan nyaman saat memegang.

"Katanya ada kerjaan?"

"Yah, sudah selesai."

"Secepat itu?"

"Iya. Mm, boleh gak nanti aku meminta posisi ini?" selorohnya sambil menggeser kaki kananku ke atas dengan kakinya yang merah dan telanjang.

Miliknya yang kenyal dan hangat sudah menempel di antara pahaku yang berbalut jeans. Libidoku mulai naik lagi. Dasar iblis nakal. Aku membalik tubuhku dan menyentuh lekuk ketiaknya yang mulus. Kami berciuman dan saling berkejaran lidah. Liurnya dan liurku beradu. Tak ada rasa jijik sama sekali. Bahkan dengus napasnya yang masuk ke mulutku justru membuatku semakin nafsu. Lidaku menyentuh langit-langit mulut Faustin dan giginya yang runcing. Bahkan kalau bisa aku ingin menyentuh kerongkongannya dan masuk ke dalam tubuhnya. Aku ingin masuk dan menyatu dengannya.

Pahanya yang pejal dan berbulu halus mengapitku dan mendorongku menuju ruang tamu. Jarinya yang hangat mulai menyeliap ke ujung kaos yang kukenakan untuk melepasnya. Seinci demi seinci, dia melepas kaosku. Dia menarik tanganku keatas dan menciumi batang leherku. Tubuhku mulai menempel ke tembok dan Faustin menggenggam tanganku erat. Aku berada dalam posisi tertawan hawa nafsu yang menggelora. Ketika dia menyentuh putingku, aku baru ingat tentang mobil yang mengikutiku.

"Ada apa?" tanyanya saat aku tidak merespon gerakannya.

"Seseorang mengikutiku tadi siang. Dia memarkir mobilnya di depan. Sepertinya dia mengawasiku."

Aku melepaskan Faustin dari tubuhku kemudian menggiringnya menuju jendela. Kusibak tirai pelan-pelan sambil merundukkan badan. Faustin ikut merunduk seraya mengintip.

Kulihat mobil itu mulai mundur sedikit demi sedikit, lantas melaju pergi. Sepertinya dia tahu aku menyadari kehadirannya.

"Tidak usah khawatir. Paling orang iseng."

"Bagaimana kalau perampok?" tanyaku. Akhir-akhir ini banyak rumah yang dirampok dan penghuninya dibunuh dengan sadis. Selain berita mengenai begal-begal di jalanan, berita perampokan juga sedikit membuatku risau.

"Sebelum orang itu merampokmu, aku akan membakarnya sampai hangus."

"Hahaha, memang bisa?"

"Bisa dong. Sekarang aku mau melakukan adegan panas buat mengumpulkan apinya." Faustin menyekap tubuhku dengan cepat dan erat. Dia menggeliat pelan di belakang tubuhku, seperti sedang mempraktekan adegan striptis. Kakinya yang merah tampak melebar di belakang kakiku. Dengan melihat kakinya saja gairahku sudah melonjak. Dia menggerakkan ekornya untuk menelusup ke dalam celanaku dan menggelitikki paha. Sementara tanganku menyentuh pantatnya yang bulat dan kenyal lalu mengelus pinggangnya dari belakang. Kudorong pinggang itu maju. Kurasakan miliknya menyentuh garis bokongku.

Dengan beringas ekor Faustin memelorotkan celanaku. Kulepas pula celana dalam yang kukenakan sambil sebelah tanganku terus merasai punggungnya. Otot-ototnya yang halus dan hangat kuelus penuh kasih sayang dan gairah memuncak. Kurasakan milik Faustin mulai memasukkiku. Milik Faustin yang kenyal nan hangat memasuki tubuhku.

Oh Faustin yang ganteng, macho. dan berbulu di dadanya mulai memasukiku.

Punya Faustin memasuki lorong gelap di tubuhku. Dia membawa cahaya yang hangat untuk menyelamatkanku dari kesepian. Cahaya yang hangat memasuki tubuhku. Rasa daging yang kenyal menyusup ke celah-celah tubuhku. Rasa kenyal memenuhi seluruh jiwa dan ragaku. Pelan tapi pasti. Enak. Membikin aku melambung. Tak terasa sakit. Hanya kenyal dan enak. Kau harus menjadi diriku agar bisa mendeskripsikannya dengan sempurna.

Tangan Faustin menyelip di antara kedua ketiakku. Dia terus menarik tubuhku untuk dia masuki lebih dalam. Lebih dalam dan dalam lagi. Terus ke dalam. Kau harus memasuki tubuhku dengan segenap jiwa ragamu. Aku ingin tubuh kita menyatu dan tak terpisahkan. Aku menoleh ke belakang, kutarik dagunya menuju daguku. Kucium mulutnya yang mendesah. Kucium kuat-kuat bagai menyedot cahaya cinta dan seluruh gairah seks di dalam tubuhnya. Kucium dan tak ingin kulepaskan sama sekali.

Aku tidak ingin melepaskan kenikmatan ini. Sama sekali tidak. Milik Faustin yang kenyal dan pas di tubuhku, adalah milikku sepenuhnya.

Kugelitiki puting Faustin yang menyentil di pundakku. Kusentuh-sentuh dengan jempol dan merasai betapa dadanya ini luar biasa kudambakan seumur hidupku.

***

Faustian DateKde žijí příběhy. Začni objevovat