Azhura's Bride Part 2 : Masih Beranikah Kau Mempertanyakan Kehendakku?

94.4K 8.3K 271
                                    

Part 1-10 Free Publish untuk umum. Part 11 ke atas Privat Publish hanya untuk follower  

Azhura's Bride Part 2 : Masih Beranikah Kau Mempertanyakan Kehendakku?

Bibi Ruth dan Khaeva menoleh kaget, mereka sudah berjalan agak jauh di depan, dan membalikkan tubuhnya, menghampiri Ibunda Armenia yang berdiri kaku dengan wajah pucat pasi

"Kenapa kak?" Bibi Ruth menatap ibunda Armenia dan Armenia berganti-ganti.

Bibir ibundanya bergetar, tangannya yang lentik menyentuh bibirnya, berusaha menghentikan getaran itu,

"Armenia." Suaranya ketika menyebut nama Armenia terdengar lemah, tidak seperti biasanya, "Kau yakin dengan apa yang kau alami tadi?"

Bibi Ruth mengerutkan keningnya, "Mengalami apa kakak?"

Ibunda Armenia menghela napas panjang, "Kata Armenia, di dalam kuil tadi hanya ada satu pendeta laki-laki berjubah merah, pendeta itu memakan manisan kulsu dari tangan Armenia.... dan.. warna matanya...." Ibunda Armenia menelan ludahnya sebelum melanjutkan, "Warna matanya merah dengan cahaya seperti api di sana."

Reaksi bibi Ruth tidak kalah kagetnya dari Ibunda Armenia, dia bahkan tersentak sampai mundur beberapa langkah, membuat Khaeva yang ada di gandengannya mengerut bingung, sama bingungnya dengan Armenia.

"Apakah.... menurutmu....?" suara bibi Ruth tertelan di tenggorokannya, kali ini dia menatap Armenia dengan cemas, tetapi seolah-olah kalimat yang ada di sana tidak mampu keluar dari bibirnya.

Ibunda Armenia menganggukkan kepalanya, dua perempuan itu bertukar pandang dengan cemas.

"Apakah kita harus mengatakannya kepada pemimpin kuil?" Suara bibi Ruth tampak ragu.

Ibunda Armenia menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Tidak. Kita tunggu saja penghitungan keranjang persembahan besok, untuk memastikan, baru kita pikirkan harus berbuat apa."

Setelah itu ibunda Armenia, menggandeng tangan Armenia erat-erat, dan mengajaknya melanjutkan perjalanan. Mau tak mau, bibi Ruth mengikutinya sambil menggandeng Khaeva.

Hanya satu yang masih terkenang di benak Armenia ketika itu, jemari ibunya yang menggenggam tangannya, terasa begitu dingin, sedingin es.

***

Keesokannya, terjadi kehebohan di seluruh penjuru Garaya. Berita itu tersebar dari mulut ke mulut dengan begitu hebohnya, sehingga hanya dalam waktu setengah hari saja, seluruh pelosok-pelosok desa di Garaya sudah mendengarnya.

Sudah menjadi tradisi pula, setelah prosesi persembahan pertama anak-anak, para pendeta akan menghitung seluruh keranjang yang dihamparkan di bawah kaki patung sang Azhura Kahn.  Mereka percaya bahwa jumlah keranjang akan sama dengan daftar anak-anak tersebut. Selama ratusan tahun prosesi ini dilakukan, jumlah keranjang yang dihitung selalu pas dengan daftar anak-anak yang melakukan prosesi.

Tetapi perhitungan tadi pagi berbeda, para pendeta sudah melakukan berkali-kali, memastikan seluruh daftar benar, memastikan seluruh prosesi dilakukan dengan benar, tetapi ..... ada satu keranjang yang hilang.

Ada satu keranjang yang tidak ada....

Berita itu tersebar sebagai suatu kehebohan, entah siapa yang duluan membocorkannya, mungkin salah satu penjaga kuil, atau mungkin juga gadis-gadis pelayan kuil yang memang berada di sana ketika kehebohan itu terjadi.

Kepala pendeta memang sempat panik dan meminta semua yang ada untuk menghitung kembali keranjang persembahan itu, berulang-ulang... tetapi hasilnya tetap sama. Kemungkinan  bahwa ada yang mengambil persembahan itu tentu saja tidak ada, apalagi di kalangan lingkungan kuil.

Azhura's BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang