Alya

3.2K 539 56
                                    

Di belakang tempat duduk Theo-Ridan, ada seorang gadis bernama Evalya Rechita atau biasa dipanggil Alya.

Alya ini anak yang cantik, dia lumayan populer di sekolah. Rambutnya yang lurus panjang kadang dijepit jeday. Tas sekolahnya kecil ala-ala anak kekinian, tetapi hebatnya muat ditaruh buku plus beberapa make up. Untung roknya tidak ngatung.

Alya juga banyak omong, sebelas-dua belas sama Theo. Sayangnya, ia tidak punya teman sebangku karena murid di kelas mereka berjumlah ganjil. Jadilah, korban kebawelan gadis itu adalah Theo dan Ridan.

"Ridannn." Suara Alya tiba-tiba terdengar dari depan kelas. Ridan yang tengah mencatat menoleh. Theo pun ikutan menoleh. "Ajarin Alya Sosio donggg~"

"Sok imut lo, njir," respon Theo, geli sendiri mendengar suara Alya yang diimut-imutin. "Telinga gue langsung cacat nih, kayaknya."

Ridan cuma mendengus—masih belum bisa dipastikan apa ini dengusan menahan tawa atau menahan muntah, beda tipis soalnya. Alya sendiri kini sudah berjalan ke arah keduanya sebelum memukul kepala Theo dengan bukunya.

"Gue ngomong sama Ridan gak ngomong sama lo!" ketus Alya.

"Lah tapi suara lo kedengeran sama gue, gue kan jijik dengernya!" bela Theo.

Alya tampaknya langsung pura-pura tuli khusus cuma buat Theo dan dia langsung beralih ke Ridan. "PR kemarin Ridan dapet berapa?" tanyanya.

"Emm, delapan lima," jawab Ridan singkat. Alya langsung memekik senang.

"Bagus! Ayo ajarin Alya!"

Theo mendecih. "Eh kocak, nilai PR gue sembilan puluh padahal. Kenapa harus minta ajarin Ridan?"

Alya langsung senyam-senyum sambil beringsut duduk di tempatnya dan mencolek-colek Ridan. "Enaknya belajar sama Ridan, sama lo mah sampis."

Theo berniat membalas, tetapi ketika Ridan memutar badannya untuk menghadap Alya dan mulai menunjukan ekspresi wajah hangat-Theo malah luluh sendiri.

Cuma Ridan doang, emang.

"Lo salah yang mana?" tanya Ridan, suaranya yang khas agak serak tapi nggak berat itu pun terdengar akhirnya. "Kalau nomor tujuh, gue gak tau jawaban benernya. Gue salah juga."

"Nggak apa-apa kok, gue mau nanya dari awal soalnya." Alya langsung cengengesan.

"Yeuu bajigur, bilang aja lo ngerjain tugasnya nyontek sama orang," timpal Theo tak tertahankan.

Ridan menatap Theo dengan bingung. "Sejak kapan bajigur bisa jadi insult?"

Theo cuma bisa diam sementara Alya ketawa-tawa, mungkin mengira Theo kicep karena ucapan Ridan.

Sebetulnya, sih, Theo diam karena Ridan menanggapi ucapannya.

Mereka teman sebangku, cuma aja jarang ngomong. Sedih, kan.

Ya udah, gak apalah. Sebangku sama makhluk kayak Ridan sudah cukup kok, bagi Theo.

.

.

Alya itu cewek; kaum yang digadang-gadang memiliki tingkat kepekaan atas perasaan yang melebihi makhluk di muka bumi lainnya.

Karena itulah, ia selalu hampir bisa nebak apa yang tengah terjadi di sekitarnya.

Sekilas ia terlihat seperi siswi SMA kebanyakan yang kerjaannya hanya berdandan di kelas atau membicarakan kaum Adam sambil cekikikan, tetapi tidak banyak yang tahu bahwa Alya lebih dari itu.

Masa depannya emang jelas suram di Sosiologi, tetapi Ekonominya terbilang lumayan.

Oke, bukan itu saja kelebihannya.

Vroom VroomWhere stories live. Discover now