ENAM BELAS

7.5K 575 20
                                    

 "Nanti Laksmi mau jalan-jalan sama Papa ke mana?"

Laksmi yang tengah asyik bermain boneka, kemudian hanya memerlihatkan gelengan kepalanya menanggapi kalimat tanya yang ibunya ucapkan. Tak ada lontaran kata dialunkan suara lucu, menggemaskan. Dilengkapi kecadelannya.

"Laksmi nggak tahu, ya, Nak?" Latri masih meluncurkan balasan lanjutan, selepas mendapat respons sang putri.

Dan kembali, Laksmi menunjukkan gelengan kepala untuk yang kedua kali sebagai tanggapan atas pertanyaan sang ibu. Hal tersebut tak pelak mampu menyebabkan sang ibunda mengeluarkan tawa yang cukup kencang. Laksmi pun ikut.

Kemudian, atensi batita perempuan itu yang semula terpusat pada boneka-boneka kesayangannya sukses dialihkan karena kehadiran sang ayah yang baru saja keluar dari kamar mandi. Laksmi pun terlihat buru-buru untuk bangun, berlari gesit ke arah ayahnya.

"Papaaa ...," Balita itu berseru dengan begitu gembira.

Wirya pun langsung membawa buah hati mereka ke dalam gendongan, sedetik setelah berhasil menjangkau tubuh mungil Laksmi dengan kedua tangannya. Pria itu juga tersenyum senang menerima kecupan manis sang putri di pipi kirinya.

"Makasih, Sayang." Wirya berucap dengan lembut sembari hadiahkan balik ciuman penuh kasih di atas pucuk kepala anak perempuan manis mereka yang akhir-akhir ini gemar menunjukkan sifat cukup manja kepada dirinya. Tentu, ia tak keberatan.

"Laksmi turun dulu. Papa mau ganti pakaian. Nanti minta digendong lagi, Sayang."

Laksmi yang masih memamerkan senyuman yang lucu ke ayahnya, lantas cepat-cepat mengangguk ketika mendengar ucapan sang ibu. Laksmi pun menurut. Batita perempuan itu juga segera meminta turun dari gendongan ayahnya melalui gestur diperlihatkan, gumaman kecil turut diloloskan Laksmi.

"Bilang ke Dahayu aku minta maaf karena tidak bisa ikut,Wi. " pesan Latri pada suaminya. Ia masih tak enak, tidak bisa hadir ke acara undangan makan malam adik iparnya.

"Iya, Sayang. Akan aku sampaikan ke Dahayu." Wirya menjawab cepat disertai sunggingan senyuman hangatnya.

"Wirya, tentang kehamilanku sekarang. Kita jangan bilang dulu kesiapa-siapa dulu bagaimana? Termasuk Dahayu. Apa kamu setuju?" Latri meminta sang suami secara halus.

"Kenapa begitu, Sayang? Kamu takut kalau Ibu akan mencoba mencelakai calon anak kita lagi?" Wirya menebak. Ia bisa memahami akan kekhawatiran dari istrinya itu.

"Aku masih agak trauma, Wi."

Selepas mendengar jawaban jujur dari sang istri. Wirya memberi dekapannya, memeluk erat. "Ada aku di sini, Latri. Aku akan selalu melindungimu dan anak-anak kita, Sayang."

................................................................................

Kekecewaan tak dapat Ibu Ratna sembunyikan. Cukup terlihat dengan jelas dari ekspresi yang tercetak pada wajah beliau. Malam ini, Ibu Ratna sudah memesan salah ruangan kelas VIP di restoran mewah langganan beliau. Tetapi, anggota keluarganya tak ada satu pun yang datang.

Menantu laki-laki satu-satunya Ibu Ratna pun juga tak hadir dengan alasan pekerjaan dan tanggung jawab di kantor menjadi prioritas paling utama, tak dapat ditinggalkan begitu saja. Alhasil, Ibu Ratna hanya ditemani putri bungsu beserta cucu kesayangan beliau. Bertiga saja. Suasana jadi sepi.

"Nini (Nenek), Yudis ngga mau maem ini." Batita yang akan memasuki usia dua tahun satu bulan lagi itu, mengucap penolakan atas makanan yang tersaji di piringnya.

Ibu Ratna mencoba untuk memerlihatkan peringai dan juga senyum yang lembut di hadapan cucu beliau. "Yudis tidak suka dengan sayur buncis?"

"Tidak, Nini," jawab Yudistira, menggeleng.

Good Papa, Bad HusbandWhere stories live. Discover now