2 | The Devil Inside Me

24.8K 588 136
                                    

"Ah, kau luar biasa."

Jemariku yang tertanam di rambut bagian belakang Harry mengendur. Dahi kami saling bersentuhan, berbagi keringat sesal. Pujiannya diiringin dengan ia menghentakan pinggulnya ke atas, membuat miliknya yang masih berada di dalamku dipaksa kembali berdenyut. Aku hanya mampu mencekram tattoo bergambar wajah wanita di lengannya, dan membiarkan eranganku lolos untuk kesekian kalinya. Aku tidak percaya atas apa yang baru saja aku perbuat. Bercinta di tangga? Dengan Harry? Aku pasti sudah tidak waras.

Dengan posisiku yang berada di pangkuannya, aku pun berusaha bangkit. Namun iblis dari tubuh Harry masih belum mau beranjak. Ia menyentak pergelangan tanganku, menjadikan bokongku mendarat di miliknya. Kemudian bibirnya bergerak rakus melahapku. Tak ketinggalan payudaraku turut dimainkannya. Oh astaga.

"Di mana Harvey menaruh kondom-kondom sialannya?"

Aku menarik diri dengan susah payah, memandanginya seolah dia pria paling gila di bumi. Tidak, bukan seolah. Dia memang pria tergila. Maksudku, kami telah melakukan suatu hal terlarang, dan kini ia ingin mengulanginya lagi? Melakukan seks lagi?

"Fuck! Aku hanya membawa satu kondom. Aku tidak tahu jika kau senikmat ini. Kau sangat ketat." Serunya, seperti mengerti mengapa aku nampak terheran-heran. Tunggu, jadi dia telah merancanakan ini? Memukul Harvey agar kami bisa bercinta dengan leluasa? Aku tersadar ketika bokongku ditampar keras olehnya. Harry berusaha memasuki lagi, dan gilanya kali ini ia melakukannya tanpa pengaman. "Aku bisa mengeluarkannya di luar. Tenang saja."

Sejurus kemudian aku berhasil berdiri, dan mulai memunguti pakaianku yang tercecer di setiap anak tangga. Mata Harry mengawasiku garang, masih belum terima atas penolakanku. Tidakkah ia paham dengan kalimat yang dilontarkannya? Salah perhitungan, bisa-bisa aku hamil olehnya.

"Itu... umm terlalu beresiko." Tuturku, tak tahan dengan tatapan menyeramkannya. Begitu aku hendak mengenakan bra, ia tiba-tiba menggendongku ke arah dapur. Aku spontan berteriak histeris. Apa ia berniat membunuhku karena aku tidak melayani nafsu binatangnya?

"Kita akan melakukannya di sini."

"Apa kau bodoh, Harry?!" Pekikku diikuti ia menunggingkan tubuhku di pinggiran meja makan. "Tidak! Kau tidak memakai pengam--- ah!"

Miliknya menghujamku dari belakang dalam satu hentakan. Aku menggigit bibirku selagi memejamkan mata rapat-rapat. Memang bercinta tanpa kondom merupakan sensasi yang luar biasa, namun milik Harry sungguhlah berbeda, bahkan Harvey pun tidak terasa seperti ini. Sementara bibirnya berlarian melumat bibir dan telingaku secara bergantian. Kenikmatan yang diberikannya di luar kendaliku.

"Kau suka, baby girl? Bukankah penisku memuaskanmu?" Bisikannya berbarengan dengan dorongan pinggulnya yang semakin keras. Aku lantas mendesah, hebat.

"Ah-ah-ah."

"Moan my name, whore. Aku suka setiap kali bibir kecilmu memanggil namaku. Itu membuat libidoku meningkat."

Ujung mataku bisa ku rasakan basah. Tanpa sadar aku menangis. Perlakuan Harry padaku sungguh aku membencinya. Ia merendahkanku sebagai istri kakaknya sekaligus sebagai wanita. Dan aku menangisi itu. Aku menangis karena aku tak bisa menolak kesenangan sesaat ini.

"Ha... ah! Ah-Harry..."

"Angel, kami pulang!"

Tepat di saat aku akan mencapai pelepasan, suara Harvey muncul secara mengejutkan. Aku tidak tahu ini merupakan keajaiban atau bencana, yang jelas aku masih menegang dengan posisi yang memalukan. Lain halnya dengan Harry, ia sama sekali tak terusik dengan fakta bahwa hidup mati kami berada di ujung tanduk. Aku mencekram ujung meja makan, menahan nafas. Sialan, Harry tidak mau berhenti. Justru jari-jarinya ia taruh di kewanitaanku, memainkannya.

In Law // DREAMEOnde as histórias ganham vida. Descobre agora