Side chapter [Family]

Mulai dari awal
                                    

"Ya gak tau lah, kamu nya juga belom ngomong ke aku," potong Viola.

Adrian gemas sendiri. "Ya, 'kan, aku belom selesai ngomong, Vlyn."

Viola mangut-mangut. "Yaudah, ngomong aja sekarang."

"Entar malem jangan sibuk sendiri, ya. Aku mau ajak kamu ke suatu tempat."

"Tempat apa, nih?"

"Kamu juga bakal tahu, deh, nanti. Nah, sekarang, istriku yang cantik ini ke bawah duluan aja, ya, nemenin Rawnie sama Cheryl. Suamimu yang ganteng ini mau siap-siap dulu."

Viola mendengus geli. "Agak gimana gitu, omongan kamu, Yan. Gak kamu banget."

Adrian mengerutkan keningnya bingung. "Gak aku banget gimana?"

"Terlalu puitis, Yan."

"Puitis-puitis gini, tapi sayang, 'kan?" Adrian menaik-turunkan alisnya menggoda.

Wajah Viola memerah lagi. "Enggak!"

"Alah, kamu gak bakat bohong, Sayang."

"Adrian!"

Adrian mengacak rambut Viola gemas, sambil tersenyum. Dia memperhatikan wajah Viola seksama. Viola yang diperhatikan begitu, menundukkan kepalanya malu.

"Kenapa nundukin kepala?" Adrian memegang dagu Viola, mengunci tatapan Viola.

Wajah Adrian mendekati wajah Viola. Viola menutup matanya. Adrian mengecup kening istrinya itu, lalu pipi, dan kedua mata Viola. Sudah jadi rutinitas tiap pagi.

"Have a nice daySweetheart."

*

"Sekolahnya yang bener, ya, Rawnie," pesan Adrian, sebelum Rawnie turun dari mobil.

Rawnie mengangguk malas. "Iya, Papa. Papa juga kerja yang bener."

Adrian terkekeh. "Iya, iya. Papa jalan, ya?"

Rawnie mengangguk, lalu melambaikan tangannya pada Adrian dan Cheryl. Sekolah adiknya itu memang melewati sekolah barunya terlebih dahulu, jadi Adrian bisa sekali jalan.

Rawnie memainkan salah satu earphone di tangannya, dan satu lagi ia pasang di telinganya. Dia bersenandung, menyanyikan lagu yang tengah didengarkannya.

Brukk.

"Aduh!" Rawnie jatuh terduduk. Dia mendesis jengkel, lalu mendongakkan kepalanya. Dilihatnya, seorang cowok dengan wajah yang menurutnya lumayan itu, tengah memandangnya dengan salah satu alis yang naik.

"Nih orang apa banget sih. Udah numbur, eh gak ngebantu lagi," batin Rawnie, sambil berdiri. Dia melirik jengkel ke arah cowok itu, lalu bersiap untuk melangkah lagi ke lapangan.

Tapi, belum sempat dia melangkah, tangannya dicegat oleh cowok itu.

"Mau kemana lo, Murid Baru?"

Rawnie memutar bola matanya malas. "Mau ke lapangan lah, Kakak Kelas."

"Setelah numbur gue, lo dengan mudahnya langsung nyelonong pergi gitu?"

"Gue yang numbur lo? Gak salah, Bang? Lo gak sih, yang numbur gue?"

Cowok itu mendesis jengkel. "Jangan cari gara-gara sama gue."

"Gue gak cari gara-gara sama lo. Lo nya aja yang ngajak berantem duluan," balas Rawnie.

"Kayak cewek aja, masalah gini mau dipanjang-panjangin," tambah Rawnie, dalam hati.

Cowok itu tersenyum sinis. "Siapa nama lo?"

UnexpecatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang