Side chapter [Family]

4.8K 218 22
                                    

"Rawnie Claretta Elvarette!" Viola berteriak, memanggil putri sulungnya. Daritadi, putrinya itu sibuk dengan earphone yang menempel di telinganya.

"Ya, Ma?" Rawnie melepas earphonenya. Dia menunjukkan cengiran terbaiknya, kala melihat wajah Viola.

Viola menghela nafas panjang. "Kamu itu, ya. Liat sekarang jam berapa."

Rawnie melirik jam dinding. "Elah. Baru jam enam juga, Ma. Bentar lagi lah sarapannya. Tanggung, nih. Lagunya bagus."

"Nanti, nanti! Telat, baru tahu rasa," omel Viola. "Ini hari pertama ospek, loh. Beberapa kakak ospek itu biasanya suka sok kejem sama murid baru kayak kamu."

"Ah, gampanglah." Rawnie mengibaskan tangannya acuh. "Palingan cuma dibentak, atau disuruh berdiri di tengah lapangan, doang."

"Ya lah, ya lah. Terserah kamu,"  Viola mengalah. "Yang penting, jam setengah tujuh udah selesai semua urusan kamu."

Viola beranjak pergi, meninggalkan Rawnie di meja makan. Gadis itu masih keukeuh memainkan handphonenya sambil mendengarkan lagu.

Sedangkan Viola, dia sudah berada di depan pintu kamar anaknya yang kedua.

"Cheryl!" Viola mengetuk pintu.

Tak ada jawaban.

"Cheryl!"

Masih tak ada jawaban.

"Cheryl Fidela Earlena!" Viola berteriak kencang, sampai-sampai Rawnie protes karena suara Viola yang masih kedengaran, meskipun dia sudah memakai earphone dengan volume paling kencang.

Viola tak peduli, lalu dia menerobos kamar anaknya. Terlihat, Cheryl yang masih tidur nyenyak. Dia mengguncang tubuh Cheryl pelan.

"Cheryl, bangun yuk. Udah jam enam. Nanti kamu telat sekolah, loh."

Cheryl bergumam malas, sambil mengucek matanya.

"Ayolah," bujuk Viola. "Kalau gak mau bangun, entar Mama buka jendelanya!"

Cheryl langsung terduduk. Dia merengek, meminta agar Viola tidak membuka jendelanya. Si Mama terkikik geli, lalu mengangguk dan meninggalkan Cheryl yang dalam perjalanan menuju kamar mandi.

Sekarang, yang terakhir. Dia membuka pintu kamarnya, dan tidak melihat suaminya di tempat tidur. 

"Kemana, ya?" dia bergumam bingung. "Biasanya gak secepet ini ngilangnya." 

"Cie, nyariin aku, ya?"

Sepasang tangan menutupi matanya. Dari suaranya saja, Viola sudah tahu siapa yang menutupi matanya.

"Yan," dia berdecak.

Si penutup mata, yang tak lain tak bukan adalah Adrian, langsung melepaskan tangannya  dari mata Viola. Dia memeluk Viola dari belakang.

"Kamu cepet banget sih bangunnya." Adrian meletakkan dagunya di salah satu pundak Viola, membuat Viola meringis geli.

"Adrian, ih." Viola berusaha menyingkirkan dagu Adrian dari pundaknya.

"Kenapa, sih, Sayang?"

Wajah Viola memerah. Dia memainkan jari-jarinya gugup. Meskipun sudah menjalin hubungan rumah tangga selama sembilan belas tahun, tetapi Viola masih tidak bisa mengontrol rona di wajahnya karena perlakukan dan perkataan Adrian.

Adrian membalikkan tubuh Viola, sehingga mereka saling berhadapan sekarang. Tangan Adrian memeluk pinggang Viola.

"Tau gak sihㅡ"

UnexpecatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang