Take me Back - 8

41.1K 3.5K 86
                                    

Ruangan itu berpencahayaan temaram, karena Nadya memang sengaja tidak menyalakan lampu disana, hanya pias lampu dari ruang depan yang memberi sedikit terang. Dengan jemarinya yang diberi warna ungu muda sore tadi, Nadya menyusuri buku-buku yang tersusun rapi di lemari buku yang terbuat dari kayu mahoni itu. Bram memang tak pernah membiarkan ruang kerjanya berantakan.

Nadya tidak tahu kenapa tiba-tiba dirinya terdorong memasuki ruang kerja suaminya. Sangat jarang ia berada disana, sesekali mungkin untuk mengantar kopi Bram. Terlepas dari tugas-tugas sepele itu, Nadya jarang masuk.

Ada beberapa alasan membuatnya enggan berada disana. Salah satunya adalah betapa dingin ruangan itu terasa. Bukan, bukan karena pendingin ruangan penyebabnya. Melainkan lebih pada isi ruangan itu sendiri.

Dindingnya di cat seperti warna kesukaan Bram, coklat tua. Begitu pun dengan beberapa furnitur yang ada di sana, sama-sama berwarna gelap. Tidak ada keceriaan pada nuansa ruang segi empat tersebut. Nadya tidak berani mengajukan warna dan furniture untuk dekorasi ruangan itu, karena Bram sendiri terbiasa mengatur ruang kerjanya sendiri. Tak kecuali ruang kerjanya di kantor.

Lima tahun berkeluarga, sedikit banyak Nadya memahami sifat Bram. Jika mereka berselisih paham, Bram biasanya akan mengurung diri di ruang kerjanya ini. Sementara dirinya, sudah pasti didalam kamar. Nadya mengerti mengapa Bram sangat nyaman berlama-lama di ruangan ini, mereka sama-sama ber-aura dingin.

Lumayan banyak buku yang tersusun di rak buku, Nadya menghitung dalam hati. Sebagain besar adalah buku tentang bisnis dan ekonomi. Nadya tidak tertarik dengan buku-buku semacam itu. Dia tidak terlalu suka membaca, paling-paling majalah yang ada resep masakannyalah yang mau ia baca. Kebetulan sejak menikah dengan Bram, Nadya jadi suka memasak.

Berpindah dari rak buku yang menyimpan ratusan buku-buku tebal, ia berjalan ke meja kerja Bram. Sama halnya rak buku yang rapi tadi, meja kerja Bram pun sama rapinya. Semua kertas tersusun rapi, semua barang tersusun pada tempatnya.

Bola mata Nadya yang hitam tertarik pada tiga bingkai berukuran kecil yang berdiri diatas meja. Bingkai itu tersusun sejajar, Foto pertama adalah foto Samuel yang tersenyum lebar dalam pelukan Bram, saat itu Samuel masih berusia dua tahu. Nadya tersenyum melihat gigi ompong Samuel, putranya itu begitu menggemaskan dengan pipi gempilnya.

Foto kedua adalah foto mereka bertiga, di kebun binatang. Foto itu diambil saat ulang tahun samuel yang ke tiga. Ia masih ingat betapa ngototnya Samuel ingin melihat beruang seperti yang ditontonnya di televisi. Bram seperti biasa, tidak akan sanggup menolak permintaan anaknya itu jika ia masih bisa memberikannya. Mereka bertiga tersenyum di dalam foto itu, tampak bahagia. Ia tahu, Samuel adalah sumber kebahagian mereka berdua.

Dan, foto yang terakhir. Foto yang membuatnya bingung. Itu adalah fotonya. Catat! Foto dirinya. Yah memang dia tak sendiri disana, ada Samuel dalam gendongannya. Tapi perasaan senang tak bisa ia hentikan meletup dalam rongga dadanya. Suaminya suka melihat dirinya, itu adalah kata lain dari tindakan Bram itu kan.

Mengangkat foto itu, Nadya duduk di kursi Bram. Mengatur lebih dulu posisi duduknya agar lebih nyaman. Seutas senyum melengkung di bibirnya yang mungil. Rumah tangganya tidak sepenuhnya diambang kehancuran. Masih ada harapan. Lama matanya menatap foto dirinya. Berapa kali Bram memandangi fotonya jika pria itu berada di ruang kerjanya? Bahagiakah ia menatapnya?

Nadya mendekap foto tersebut, merasa bahagia. Beberapa saat kemudian ia meletakkan foto itu ditempatnya semula, namun disaat terakhir perempuan itu menggeser sedikit sisinya agar tepat menghadap kursi. Berharap Bram akan langsung menatap foto itu ketika ia mendongak.

****

"Kangen cucu eyang," Mama Nadya langsung menggendong Samuel begitu anak itu berjalan memasuki rumah. "Kok makin hitam, cucu Eyang?" Guraunya bercanda diselingi kecupan-kecupan di pipinya. Anak itu hanya terkikik kegelian, berontak berusaha turun dari gendongan Eyangnya.

Take Me Back (Play Store)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant