1. Daily Activity

19.2K 1.2K 38
                                    

Gue udah bangun sebelum adzan subuh berkumandag, seperti biasa gue mengendap tanpa suara keluar kamar, takut untuk membuat suami gue yang masih tidur nyenyak itu terbangun. Kerjaan gue masih banyak karena sehabis makan malam gue langsung tepar dan memilih untuk tidur karena kecapean. Hal yang pertama yang gue lakuin adalah penyebab kenapa gue bangun pagi kali ini: memeriksa keadaan tumpukan baju kotor di wadah cucian. Seketika gue manarik nafas lelah. Gue nggak ngira kalau cucian gue numpuk sebanyak ini. Walaupun gue pake mesin cuci, tapi nggak akan bisa langsung dimasukin semua, ada beberapa baju atau celana yang harus gue pisah, beberapa kali putar baru kerjaan gue beres.

Suami gue emang suami paling nyusahin sedunia. Untungnya gue sayang. Selain pengennya makan masakan gue mulu, Guanlin juga nggak suka kalau baju dia di cuci dengan jasa laundry. Alasan suami gue emang masuk akal, karena di laundry kadang baju kita kurang bersih atau kadang takut kena luntur. Tapi please, apa dia secinta itu sama gue kalau apa-apa harus gue yang kerjain.

Mertua gue aja pernah nyaranin untuk mengewa pembantu rumah tangga. Guanlin menolak dengan alasan biar gue mandiri jadi istri dia, akan ada saatnya dia bakal menyewa seseorang yang bakal ngurus rumah entah kapan itu, dan orang tua gue dengan teganya mengiyakan perkataan Guanlin. Sehingga gue lagi-lagi harus ngalah dan menuruti kemauan suami gue.

Tapi jujur, apa yang dilakuin sama suami gue memang membuat perubahan besar dalam hidup gue. Dulu sebelum menikah, membersihkan kasur sehabis tidur aja gue males, cucian baju kadang gue biarin dan yang lebih parah gue paling males nyuci piring sendiri kalau nggak niat jadi gue entar-entarin. Dirumah orang tua gue memang disedian pembantu, tapi nggak selalu ada setiap saat, hanya datang kalau dibutuhin aja. Kadang ibu gue suka kesel dan ngomel sama gue kalau lagi ada dirumah, kerjaan gue ketika ada waktu luang selalu gitu-gitu aja, tidur-tiduran nggak jelas, jadi pemalas seharian dan nggak pernah mau repot kesana kemari kalau disuruh. Itu juga gue baru gerak dari kasur kalau ada teman yang ngajak main.

Kalau sekarang? Jangan ditanya, gue bahkan bisa dikirim menjadi TKW ke luar negeri karena kemampuan kebersihan gue sudah bersertifikat kompetensi.

Memang ya kata orang, menikah mampu mengubah pribadi seseorang.

Sambil membiarkan mesin cuci gue menyala untuk mencuci baju, gue membereskan kerjaan yang tersisa: cuci piring, menyapu dan juga membuang sampah, selesai, tinggal menjemur baju dan penderitaan hari ini selesai.

"Sayang," kata gue membangungkan suami gue itu, "Matahari udah mau terang. Kita belum sholat subuh. Ayo bangun."

Guanlin masih tidak bergeming.

"Ayo bangun sayang. Atau kamu mau aku bawain air wudhunya kesini? Biar sekalian mandi."

Kalimat itu selalu berhasil membangunkan suami gue, karena sekarang dia sudah mengucek mata sambil menatap gue dengan wajah mengantuk.

"Cepat banguun, ambil air wudhuuu." kata gue sambil menarik suami gue itu untuk bangun.

Setelah drama singkat akhirnya kita berdua sholat subuh bareng, dan seperti yang sudah bisa ditebak suami gue kembali tidur. Sedangkan gue kembali ke dapur untuk membuat sarapan pagi, lalu bersiap untuk pergi bekerja.

Sehabis mandi, gue ngedeketin ranjang kami lagi. Kali ini matahari sudah terang, dan suami gue itu harus siap-siap untuk pergi ke kampus karena katanya sekarang ada kuliah pagi.

"Guanlin," Gue menggoyang bahu dia cukup kuat, berharap Guanlin bakal langsung bangun. "Eh curut kenapa sih susah banget dibangunin padahal udah di ubek-ubek gini tapi gampang banget kebangun padahal aku cuman buka pintu kamar waktu tengah malam? Bangun nggak, lo ada kuliah pagi hari ini, nanti lo telat." Kata gue kesal.

Guanlin merentangkan tangan lalu membuka kedua mata, memandang gue dengan pandangan tak kalah kesal karena gue sudah menganggu dia.

"Lima menit lagi," kata Guanlin yang sudah bersiap kembali memejamkan mata.

Marriage FlavorsOn viuen les histories. Descobreix ara