chapter 12

122 24 5
                                    

"Menteri Dalam Negeri sudah tiba, Paduka."

"Bawa dia menghadapku."

Prajurit itu kembali keluar. Tetapi, Irene terus memandang halaman Istana.

Akhir-akhir ini Istana menjadi semakin ramai karena kehadiran para tunawisma itu. Setiap hari selalu ada yang pulang dan pergi. Yang menginap di Hall pun tidak sedikit.

Mereka senang tinggal di Istana. Orang-orang Istana pun selalu menerima mereka dengan ramah. Segala kebutuhan mereka tersedia di sini.

Irene telah membuat Istana Azzereath yang selama ini ditakuti, menjadi tempat yang paling menyenangkan untuk ditinggali. Sebagai Ratupun, ia bertindak sebagai tuan rumah yang ramah.

Halaman Istana kini tidak hanya indah tetapi juga menawan dengan banyaknya anak-anak yang bermain di sana. Orang-orang pun dengan bebas bersenda gurau di halaman Istana.

Istana Azzereath yang dingin kini menjadi Istana yang selau ceria. Canda tawa kini selalu menghiasi kehidupan Istana.

"Hamba datang menghadap, Paduka," kata Jongin seraya membungkuk, "Saya menjemput Pangeran Suho sesuai keinginan Anda. Saya mengaku bersalah, Paduka, karena saya tidak berhasil membujuk Pangeran untuk beristirahat sebelum menemui Anda."

"Tidak apa-apa, Jongin. Sekarang engkau bisa meninggalkan kami berdua."

Irene tetap tidak bergerak setelah kepergian Jongin. Matanya terus menatap halaman Istana.

Suho diam memandangi rambut Irene. Rambut itu tampak lebih bersinar keemasan. Rambut emas itu tergerai menutupi pinggang Irene yang kecil. Tubuhnya yang terbungkus gaun ungu cerah tampak ramping.

Gadis itu terus memandang ke depan dengan menyilangkan tangan di depan dadanya. Tidak sepatah katapun yang diucapkannya.

Irene tahu sebelum menghadapi Suho, ia harus benar-benar mempersiapkan dirinya. Pembicaraannya dengan Suho takkan semudah rapat dengan para Menteri. Mengingat kejadian-kejadian di masa lalu, pembicaraan ini akan menjadi semakin sulit.

Irene menguatkan dirinya sebelum akhirnya ia menatap Suho. Irene senang bisa bertemu orang yang selalu dipikirkannya itu. Tapi, ia membuang jauh-jauh perasaan rindunya.

"Terima kasih Anda sudi datang ke tempat ini. Dalam kesempatan ini pula saya minta maaf karena telah menipu Anda dan rakyat Lasdorf," kata Irene sopan.

"Katakan apa yang sebenarnya kau rencanakan?" balas Suho tajam.

"Saya berencana mengajak Anda berdamai."

"Berdamai," cemooh Suho.

"Saya tahu Anda tidak akan mempercayainya tapi saya ingin Anda tahu saya ingin memperbaiki kehidupan rakyat Vandella. Untuk itu, saya mempunyai dua tawaran untuk Anda."

"Tawaran berdamai?"

Irene mengacuhkan kata-kata yang penuh ejekan itu. "Anda ingin meneruskan pernikahan kita atau tidak?"

Suho terdiam mendengar tawaran yang tidak diduganya itu.

Irene sedih melihat raut wajah dingin Suho. Gadis itu segera memunggungi Suho untuk mencegah pria itu melihat kesedihannya.

Irene menutup matanya ketika berkata, "Semua telah diputuskan."

Sebelum bertanya pada Suho, Irene sudah mengetahui jawaban Suho. Suho membenci ayahnya dan takkan sudi menikah dengannya.

Kali ini Irene menatap Suho dengan tenang.

"Tinggallah di sini untuk beberapa hari sampai semuanya selesai. Sebelum Anda menduduki tahta, saya akan merapikan Istana ini. Saat ini Castil Quarlt'arth sedang ditata ulang untuk tempat penampungan para tunawisma. Sebelum akhir minggu ini segala kegiatan di Hall akan dipindahkan ke sana."

Anugrah BidadariWhere stories live. Discover now