chapter 5

422 55 9
                                    

"Beraninya kalian," geram Irene murka.

Gadis itu menatap tajam setiap orang di depannya. Ia seperti akan menelan mereka semua dengan matanya.

Semua orang menunduk ketakutan. Tak seorang pun yang berani menatap apalagi menentangnya.

"Siapa yang menyuruh kalian melanggar perintahku!"

Tak seorang pun yang berani membuka mulut.

Irene menyilangkan tangan di depan dadanya dan menatap tajam satu per satu prajurit di hadapannya. Ia menanti munculnya orang yang mengaku bertanggung jawab atas penyerbuan ini.

Tak seorang pun luput dari tatapan murka Irene dan tak seorang pun yang berani mengangkat kepalanya.

"Ma... maafkan hamba, Paduka," kata Jongin ketakutan, "Ham... hamba y...yang me...merintahkan mereka."

"Beraninya engkau melanggar perintahku!" bentak Irene. "Aku memerintahkan kalian diam di tempat sampai aku datang!"

"Saya mengaku bersalah, Paduka," Jongin berlutut di hadapan irene, "Hamba siap menerima hukuman."

Irene menatap Jimin dengan penuh kemurkaan.

"Sebelumnya saya ingin Anda mengetahui semua ini terjadi karena saya mengkhawatirkan keselamatan Anda, Paduka. Saya menanti di Thamasha seperti yang Anda perintahkan. Tetapi, Anda berada disana lebih lama dari yang Anda janjikan. Saya khawatir mereka melukai Anda. Karena itu, saya meminta Mingyu menyiapkan pasukan untuk menyerang mereka."

Irene menghela napasnya. Pandangannya menjadi lembut. Irene berlutut di depan Jimin.

"Oh, Jongin..." kata Irene lembut sambil memeluk pria itu, "Maafkan aku."

Jongin terkejut. "Pa... Paduka, Anda tidak pantas melakukan ini."

Irene tersenyum selembut pandangannya. Ia menarik berdiri Jimin lalu berkata, "Lupakan semua kepantasan itu."

"Anda adalah Ratu kami dan kami adalah bawahan Anda."

"Kata 'Ratu' itu hanya menunjukkan tugas, tidak lebih dari itu," kata Irene tegas, "Ratu maupun Raja tetap saja seorang manusia."

"Paduka..."

Irene mengangkat tangan menghentikan Jongin.

"Maafkan aku," Irene mengumumkan penyesalannya dengan ketegasan yang lembut, "Seharusnya aku tahu kalian mengkhawatirkan aku. Aku tidak pantas memarahi kalian."

Kata-kata itu menegakkan kepala setiap orang.

"Aku mengakui kesalahanku dan aku berjanji untuk tidak mengulanginya lagi," kata Irene, "Karena aku sudah tahu mengapa kalian melanggar perintahku, aku pun ingin kalian tahu mengapa aku marah-marah. Aku mengkhawatirkan kalian juga. Aku tidak ingin seorang pun di antara kalian mati hanya karena aku. Aku tahu bagaimana perasaan keluarga kalian bila kalian gugur karena aku. Cukup sekali saja aku mengorbankan nyawa orang."

"Keluarga yang mereka tinggalkan telah kami urus, Paduka," lapor Mingyu, "Mayat-mayat mereka juga telah kami kuburkan dengan layak."

"Terima kasih, Mingyu."

"Adalah tugas saya melayani Anda, Paduka," Mingyu merendahkan diri.

"Kalian bisa bubar sekarang," Irene menutup pertemuannya, "Karena aku sudah berada di sini, kita bisa kembali ke Perenolde. Kalau tidak ada halangan, kita kembali sore ini, kalian setuju?"

Para prajurit itu berbisik-bisik. Beberapa di antara mereka memberanikan diri berkata, "Setuju!" Segera prajurit yang lain mengikuti.

"Setuju!" teriak mereka serempak.

Anugrah BidadariWhere stories live. Discover now