Di bawah lampu Taman Kota

97 12 5
                                    

Desember
20:34AM

🎋🎋🎋🎋🎋

   Minggu Malam.

Waktu itu...
Kita berdua belum saling kenal ya,
Masih belum tau kamu siapa dan aku siapa.
Kita berpapasan seolah kenal, padahal nggak. tatapan kita tu seolah menerawang satu sama lain. di sipit - sipitin biar terkesan kayak pernah lihat.

Tapi...
Waktu itu kamu punya pacar dan aku juga.
Sampai pada hari itu, kita ketemu lagi di malam minggu berikutnya. kita masih sama, punya gandengan (Pacar) masing - masing.

Tapi...
Di pukul 20:34 kamu sama dia bertengkar hebat, aku nggak tau apa yang kamu permasalahin sama dia (Pacar kamu) waktu itu. yang aku tau, kalian saling teriak, sampai akhirnya kamu pergi di bangku taman yang dekat sama lampu.
Aku bisa lihat wajah kamu yang seolah muram, dan penuh amarah.

Pacar aku sempat bertanya sama aku.

"Seandainya kita kayak gitu juga, apa kamu bakalan kayak pacarnya cowok itu?"

Aku nggak memperhatikan omongan pacarku sebelumnya. sampai akhirnya aku terkejut, pacarku tiba - tiba mutusin aku tanpa alasan. padahal, aku sama dia nggak pernah bertengkar, apalagi punya masalah.

Sampai seorang cewek berpostur Tinggi besar (Bongsor) datang menghampiri pacar yang beberapa detik lalu sudah sah mantanku. cewek itu tunangannya. aku sama sekali nggak menyangka dengan kejadian di taman waktu itu.
Masih terekam jelas di ingatanku.
Aku sudah tidak bisa berbuat apapun lagi, entah mengapa aku tidak bisa memaki dia (pacarku) , setidaknya menampar saja tanganku terasa lemas. akhirnya aku berlari, dan tanpa aku sadari. aku duduk di sebelahmu.

Awalnya kamu menengok sebentar ke arahku. sampai akhirnya kamu penasaran dan menggeser dudukmu lebih dekat di sampingku. aku sedikit terkejut dengan perlakuanmu waktu itu.
Aku tidak memikirkan apapun selain rasa sakit, jadi aku tidak memikirkan yang macam - macam lagi dengan tingkahmu yang tiba - tiba di dekatku sambil memelukku dari samping.

"Sama di putusin juga ya, kok nasip kita sama." Katamu dengan suara serak.

Akal sehat ku belum sepenuhnya pulih.
Aku masih menangis tanpa menggubris ucapanmu. sampai tangisku mereda, menyadari bahwa. jika aku terus menangis, maka semua sia - sia saja. menghabiskan air mata untuk penghianat. bukanlah aku, sangat bukan aku.

Ku seka airmata ku, tapi...
Kamu belum juga melepaskan pelukanmu di tubuhku, kamu masih menangis di pundakku hingga, pundak bajuku basah oleh airmata juga ingusmu. Lucu?
Aku ingin tertawa sebelumnya, tetapi aku tersadar mengingat kondisimu saat itu.
Jadi...
Ku biarkan kamu tetap seperti itu dahulu.
Sampai kamu melega, kamu menatap ku dengan senyum konyol. hidungmu masih basah oleh ingus, air matamu pun masih ada dan mengalir membasahi pipi tirusmu.

"Terimakasih untuk bahumu."
Katamu lalu pergi. aku masih terdiam di sinar kuning lampu taman. memperhatikan kepergianmu yang sangat menjengkelkan. tetapi juga membingungkan. aku mulai tersadar, aku kebingungan untuk pulang.

Sedangkan malam sudah mulai larut. pukul 22 : 34 itu sudah lewat jam malamku untuk keluar rumah. akupun kebingungan mencari kendaraan yang sudah tidak terlihat lagi. di tahun itu, belum ada jasa taksi maupun ojek online. jadi, aku semakin panik dan kebingungan.
Hingga akhirnya, motor vespamu berhenti tepat di depanku.

"Kebingungan kenapa mbak?"

"Aduh, saya nggak bisa pulang mas. tadi saya sama pacar saya, berhubung udah putus saya yang kebingungan nggak ada yang bisa saya gunakan untuk pulang."  Racauku yang mulai melantur sangking paniknya.
Dan kamu? Kamu menertawakan kepanikkanku. aku paham itu lucu, jadi aku tidak bisa marah dan merasa tersinggung dengan tawamu.

"Saya antar bagaimana? Ya, hitung - hitung rasa terimakasih saya sama mbak, udah sukarela pundaknya saya kasih ingus."

Aku sempat ingin tertawa dengan kejujurannya. sampai akhirnya aku memutuskan untuk duduk di vespa birunya sambil memasang pelindung kepala.(helm)

Di sepanjang perjalanan pulang, kamu terus banyak menanyakan pertanyaan tidak penting kepadaku. aku menanggapimu dengan santai dan terkadang sedikit tertawa saat kalimatmu tertengar lucu.

Sesampainya di depan pagar rumahku.
Kamu meminta nomor ponselku.
Kemudian pergi.

Dari saat itu...
Aku mengenalmu.

Salam manis
__________

Tertanda,
Laluna Frazetha Widodo

Dia kekasihku (ELZUNA)Where stories live. Discover now