Kisah Dua Tukang Sol (bag 2)

Mulai dari awal
                                    

"Apakah saya bisa?" tanya mang Udin. "Bagaimana mang Udin menemukan saya disini?" tanya bang Soleh

"Saya sering berdo'a untuk diketemukan dengan abang, saya ingin berterima kasih." jawab mang Udin.

"Lewat anak mang Udin, Allah menjawab do'a mang Udin untuk bertemu dengan saya." kata bang Soleh sambil tersenyum.

"Iya juga ..." kata mang Udin

"Awalnya saya juga bingung, bagaimana menjalankan bisnis dengan profesional. Tapi lama kelamaan bisa juga. Tenang saja, mungkin sekarang kita masih bingung apa yang harus dilakukan. Tapi, tetaplah optimis, Allah akan menunjukkan jalan kepada kita. Teruslah berdo'a. Jangan berhenti karena kita tidak bisa, jangan berhenti karena kita tidak tahu caranya. Allah akan membimbing kita, percayalah." jelas bang Soleh.

"Saya jadi optimis, hidup saya akan lebih baik lagi." kata mang Udin dengan mata berbinar, penuh dengan optimisme.

"Insya Allah... kita pasti bisa." kata bang Soleh.

Mereka pun melanjutkan makan siang mereka diselingi berbagai obrolan kecil yang mengundang senyum dan tawa.

***

Setelah bertemu dengan Bang Soleh yang sudah sukses memiliki jasa service sepatu premium di salah satu mall, mang Udin menjadi lebih semangat dalam bekerja. Dia jelas terinspirasi oleh bang Soleh.

Dalam hatinya dia berharap dan yakin harapannya akan tercapai. Dia selalu berdo'a setiap hari, bahkan bangun malam untuk shalat tahujud dan memanjatkan do'a agar kehidupannya lebih baik.

Selain itu, dia meminta istrinya untuk ikut mendo'akannya. Tidak lupa juga, dengan sengaja silaturahim ke rumah orang tua dan mertuanya untuk meminta dorongan do'a. Dan dia setiap hari terus berusaha, menjajakan jasanya dengan pikulannya berkeliling .

Rasa optimis ini ternyata menjadikan penghasilan jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Penghasilannya sudah lumayan dan tidak pernah lagi api di dapurnya padam. Tidak pernah lagi anaknya jalan kaki karena tidak punya ongkos ke sekolah. Bahkan mang Udin dan istrinya sudah mulai menabung untuk masa depan kedua anaknya.

Perbaikan ekonomi mang Udin tidak menjadikannya malas. Dia malah makin bersemangat dan terus bersyukur serta masih tetap berharap bahwa usahanya akan lebih baik.

"Yah, saya bersyukur usaha ayah sudah lebih baik. Hanya saja saya bertanya-tanya, kapan kita akan seperti bang Soleh yah?" kata istrinya sambil membereskan bekas makan malam mereka.

"Tenang saja bu, insya Allah suatu saat akan datang saatnya. Seperti kondisi kita saat ini, bukankah ini harapan kita dimasa lalu? Sekarang sudah menjadi kenyataan." jawab mang Udin, sambil membantu istrinya mengangkat tumpukan piring kotor ke dapur.

"Iya, ibu yakin. Ngomong-ngomong, apa yang dilakukan ayah supaya lebih baik seperti bang Soleh?" kata istrinya sambil menatap suaminya.

"Iya juga, selama ini ayah berdo'a dan tetap keliling. Tapi, bagaimana yah caranya supaya bisa ningkatin usaha ayah?" kata mang Udin sambil mikir.

"Ya udah, tidak usah dipikirkan. Ibu sudah sangat bersyukur. Bisa makan setiap hari, bisa membekali anakanak ke sekolah, bisa menabung, dan membeli pakaian. Ini sudah lebih dari cukup. Syukuri saja yang ada, tidak usah terlalu muluk-muluk." kata istrinya sambil melangkah ke dapur mau mencuci piring.

Mang Udin memikirkan apa yang dikatakan istrinya.

Dia bingung, bagaimana caranya untuk meningkatkan usahanya, meski dia optimis.

"Apa yah yang harus saya lakukan?" pikir dia.

"Apakah sudah cukup mensyukuri yang ada dan tidak usaha muluk-muluk ingin lebih baik lagi?" pikirannya makin dalam, memikirkan apa yang dikatakan istrinya.

Namun dia teringat apa yang dikatakan bang Soleh, bahwa dia pada awalnya juga bingung. Kemudian berubah menjadi bisa.

"Oh iya, mungkin sekarang masih bingung, tapi nanti saya akan menemukan jawabannya. Saya tidak akan menyerah untuk hidup yang lebih baik." itu yang dikatakannya dalam pikirannya, tanpa terasa dia sambil mengepalkan tangannya saking semangat.

Ternyata istrinya melihat, sambil tersenyum bertanya:

"Ngapain yah, koq kayak mau ninju gitu?"

"Ayah tidak akan menyerah!" kata mang Udin sambil menoleh istrinya.

"Lho, setahu ibu, ayah tidak pernah menyerah dari dulu. Itu yang membuat ibu dan anak-anak bangga ke ayah." jawab istrinya sambil tersenyum.

"Maksud ayah, saya tidak akan menyerah untuk meraih apa yang ayah inginkan." jawab mang Udin semangat.

"Oooo." kata istrinya. "Tapi bagaimana caranya yah?" dilanjutkan dengan pertanyaan.

"Ayah belum tau sekarang, tapi akan mencari tau. " jawab mang Udin tetap semangat.

"Waw... semangat ni yee... " kata istrinya sambil tertawa.

Keesokan harinya, seperti biasa mang Udin keliling untuk menjajakan jasanya memperbaiki sepatu. Sepulang keliling, dia melihat sebuah sepeda motor di depan rumahnya. Dia bertanya-tanya, itu sepeda motor siapa.

"Assalamu'alaikum..." katanya sambil membuka pintu.

"Wa'alaikum salam", jawab istrinya sambil menghampiri mang Udin. Kemudian istri mang Udin mengambil gelas dan mengisinya dengan air teh hangat.

"Ini minumnya yah." kata istri Mang udin sambil menyodorkan gelas.

"Terima kasih bu. Itu motor siapa?" tanya mang Udin sambil melirik ke luar.

"Oh iya, itu motor bang Soleh." jawab istrinya.

"Mana bang Soleh-nya?" tanya mang Udin semangat.

"Tadi kan hanya ibu di rumah, jadi bang Soleh nunggu di Masjid sebelah katanya." jelas istri mang Udin yang memang tidak pernah menerima tamu bukan muhrim saat suaminya tidak ada di rumah.

"Oh, kalau gitu ayah mau susul ke Masjid sekalian shalat Maghrib." jelas mang Udin yang langsung menuju Masjid di dekatnya.

(bersambung)

Kumpulan cerita inspirasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang