Voucher #2: Nonton Bareng

1.4K 177 45
                                    

Beberapa kali Wildan bertanya padaku, kenapa aku sekarang sudah jarang berkumpul dengan mereka. Jujur saja, aku pun tidak tahu. Aku berasumsi bahwa Wildan terlalu melebih-lebihkan ketidakhadiranku dengannya dan anak-anak yang lain.

"Lu sekarang deket banget, ya, sama kakak tingkat yang satu itu?" tanyanya, menatapku. Mata kuliah hari ini baru saja selesai.

"Kakak tingkat yang mana?"

"Itu si Faisal."

Aku menghentikan aktivitasku saat Wildan menyebut nama Faisal. Aku mengerutkan kedua alis. Tunggu, dari mana dia tahu Faisal? Apa mereka sudah saling mengenal? Kalau mereka sudah saling mengenal, kenapa dia tidak memberitahuku saat berada di wifi corner waktu itu?

Kenapa dia tidak menyapa Faisal?

Kan aku jadi tidak harus susah-susah mencari cara supaya bisa menatapnya waktu itu. Ah, Wildan sialan!

"Lu kenal sama dia? Kok nggak bilang-bilang?" Aku berdiri. Wildan ikut berdiri dan mengekoriku.

"Nggak kenal, sih. Cuma tau doang," katanya. "Lu yakin nggak mau ikut ngumpul sama anak-anak?"

Aku menggeleng sebagai jawaban. Hari ini aku ada rencana dengan Faisal. Selepas perkanalan kami waktu itu, dia mengajakku nonton film bareng di kosannya. Jujur saja, aku tidak percaya. Kami baru saja kenal, tapi dia sudah mengajakku untuk bermain ke kosannya? Tapi aku tidak mau berpikir yang macam-macam. Belum tentu dia juga "sama" sepertiku. Lagipula, kalau pun dia gay, akulah yang sudah kurang ajar karena memikirkan yang tidak-tidak.

Kuambil HP dari saku celana, lalu membuka aplikasi WhatsApp. Setelah menemukan nama kontak Faisal, aku mengetikkan sesuatu.

A, kuliah saya udah selesai.

Aku berjalan ke arah parkiran. Saat ingin memakai helm, HP-ku bergetar. Ada balasan dari Faisal.

Faisal: Saya juga udah selesai. Kamu langsung ke fakultas saya aja, ya.

Aku mengetikkan balasan iya. Faisal ini mahasiswa jurusan Hukum. Letak gedung fakultasnya dekat dengan gerbang masuk. Jadi dia menyuruhku untuk langsung ke fakultasnya, supaya kami bisa langsung berangkat ke kosannya. Tidak usah mengambil arah berputar.

Setelah sampai di Fakultas Hukum, aku menoleh ke segala arah mencari sosok Faisal. Aku sedikit mengangkat bahu saat sebuah tepukan pelan mendarat di bahu kananku. Aku membalikkan badan. Oh, Faisal.

"Langsung berangkat aja, yuk," ajaknya. Dia langsung menaiki motornya.

Aku mengikuti Faisal dari belakang. Dari sini, aku bisa melihat pundak lebarnya. Sekelebat bayangan pertemuan kami menyeruak di otakku. Bagaimana senyumnya seolah memiliki sihir yang kuat. Bagaimana jakunnya naik turun. Aku suka dengan segala pergerakannya.

Setelah menempuh waktu sekitar lima belas menit, kami memasuki sebuah gerbang. Kepalaku terangkat, melihat suasana kosan Faisal. Nyaman. Kata itu yang pertama muncul di benakku saat melihat lingkungan jejeran kosan ini.

Faisal berhenti di salah satu kamar dan langsung turun dari motornya.

Keadaan kamarnya terlihat rapi. Meskipun tidak terlalu luas, Faisal sangat pandai dalam meletakkan setiap barang, sehingga terlihat rapi seperti ini.

Aku meletakkan tasku di atas kasur yang terlihat masih bagus. Maksudku bagus karena kondisinya memang rapi dengan posisi bantal, guling, dan selimut yang sesuai dengan tempatnya.

Aku duduk di atas kasur tersebut. Sementara Faisal membuka lemari es dan mengambil sebuah botol yang berisi air putih. Dituangkannya ke dalam dua gelas. Aku menerima gelas tersebut dan langsung meneguk sampai habis. Maklum, cuaca siang ini terasa panas.

WIFI CORNER [END]Where stories live. Discover now