- 05 -

36K 2.7K 158
                                    

"Arin Noona, bujangnim bilang dia ingin menemuimu."

Arin yang kala itu sedang melamun di pojok ruangan tersadar. Menoleh ke sumber suara, ia menemukan rekannya, Bae Jinyoung sudah berdiri di sampingnya.

"Me-menemuiku?"

Jinyoung mengangguk. Melirik ke arah lorong yang mengarah ke ruangan manajer mereka, ia mendekatkan mulutnya pada telinga Arin. "Kau tak melakukan kesalahan lagi, kan, Noona?"

Memandangi Jinyoung yang menjauhkan mulut dari telinganya, mata gadis cantik ini menerawang. Beberapa hari ini, ia memang tak bisa fokus pada pekerjaannya karena ia memikirkan adiknya yang masih di rumah sakit. Tentang donor ginjal, juga biaya operasinya nanti.

"Ah..." ia menghela nafas berat. "Pasti ada penyewa yang mengeluh pada bujangnim soal aku yang salah membawa makanannya."

Giliran Jinyoung yang menghela nafas. Memandangi rekannya itu iba. "Noona..." katanya. "Kalau seperti ini terus bisa-bisa kau akan dipecat nanti."

Arin menegak saliva-nya. Membayangkan bahwa ia akan dipecat membuat pikirannya semakin terasa kalut.

"Tapi... aku yakin bujangnim memanggilmu bukan karena hal itu," walau tahu apa yang dilakukannya percuma, Bae Jinyoung tetap mencoba membuat Arin untuk tetap berfikir positif.

"Gomawo," Arin memandangi Jinyoung yang terlihat menepuk bahunya. "Sebaiknya aku segera menemui bujangnim. Dia pasti akan marah jika semakin lama aku menunda."

Jinyoung mengangguk. Tangannya yng terkepal ia angkat ke atas. "Hwaiting!"

Membalas ucapan Jinyoung dengan senyum, Arin langsung saja meninggalkan lelaki tampan itu dan berjalan menuju ruangan manajer yang memang tak berada jauh dari dapur hotel.

Pekerjaannya sebagai pelayan di salah satu hotel paling mewah di Seoul itu membuatya harus profesional dan ia sadar, kelakuannya selama beberapa hari yang membuat penyewa mengeluh sangatlah bertentangan dengan prinsip kerjanya.

Jadi, apapun alasan manajer memanggil dirinya, ia akan siap dengan apapun konsekuensinya, bahkan jika manajernya bilang bahwa ia dipecat saat itu juga.

Langkahnya kini sudah membawanya sampai di depan ruangan manajernya. Berusaha menghilangkan rasa gugupnya dengan menarik dan menghembuskan nafas panjang, jemarinya mulai bergerak untuk mengetuk pintu secara pelan.

Lima detik menjadi waktu akhir penantiannya ketika suara manajer terdengar. Menyuruhnya masuk, Arin membuka pintu semakin lebar.

Mata coklatnya bergetar hebat ketika melihat sang manajer berdiri menghadapnya dengan tangan bersedekap. Dua jari tangan kirinya terlihat mengapit sebatang rokok, sementara asap yang sepertinya baru ia hembuskan menguar memenuhi ruangan.

"Anda mencari saya, Bujangnim?" Arin bertanya sopan. Suaranya berusaha dibuat sebiasa mungkin. Asap rokok yang mulai memenuhi paru-parunya membuat Arin hampir saja terbatuk di depan atasannya ini.

Memandangi Arin dari atas sampai bawah, kepala manajer lelaki ini geleng-geleng. Membalik badannya, rokok yang dipegang ia jejalkan ke asbak. Membuat rokok tersebut mati sempurna tepat saat asap di ruangan itu menghilang ke luar jendela.

"Hari ini kau diminta untuk membantu para pelayan di lantai VIP."

"Lantai VIP?!"

Sang manajer menghela nafas, kemudian mengangguk. "Temui saja koki yang ada di lantai itu dan bilang padanya bahwa kau adalah Choi Arin, pelayan tambahan yang bertugas membantu di sana."

Arin masih terdiam di tempatnya.

"Kenapa masih diam?" tanyanya. "Kau tak ingin mendapat bonus?"

"A-ah, algaesseumnida," Arin membungkukkan badannya dalam. "Sa-saya akan segera menuju ke lantai VIP," lanjutnya.

"Jangan lakukan kesalahan kali ini," sang manajer berkata dingin. Memandangi Arin yang kembali membungkukkan badannya dalam sebagai tanda bahwa ia paham. "Ya sudah, kau boleh pergi."

"Ye. Kamsahamnida Bujangnim. Kamsahamnida..." ucapnya. Kembali membungkukkan badan untuk keempat kalinya sebelum berjalan keluar ruangan.

Dan sang manajer hanya bisa geleng-geleng kepala. "Kenapa dari sekian banyak pelayan yang mempunyai kinerja bagus, Mingyu gwajangnim malah memintaku untuk menyuruh anak itu menjadi pelayan tambahan disana?"

***

Wonwoo melonggarkan dasi yang mengikat lehernya seraya menghela nafas. Sepasang iris coklat itu menerawang memandangi cahaya malam kota Seoul yang nampak indah dari lantai atas kamar hotel yang ia sewa.

Setelah mengetahui bahwa si gadis yang Wonwoo inginkan itu bekerja sebagai pelayan di salah satu hotel milik Jeon Group, Mingyu melontarkan rencana gila ini.

Dimana Wonwoo harus menyewa salah satu kamar di hotel itu dan Mingyu akan meminta manajer untuk menyuruh Choi Arin mengantarkan makanan ke kamar Wonwoo.

Dengan begitu, ia bisa bertemu dengan Arin untuk menilai apa gadis itu memang sosok yang ia inginkan untuk melahirkan penerus Jeon Group kelak.

Jeon Wonwoo meremas kepalanya frustasi, merebahkan diri di kasur yang memang ditata menghadap jendela besar di depannya, sambil merutuki dirinya yang malah menyetujui rencana ini.

"Anak itu memang pandai sekali berkata-kata," katanya kesal. Melepas dasi itu dari lehernya, melemparnya jauh sebagai bentuk pelampiasan. "Pasti dia sedang tertawa di belakang sana karena aku telah terpedaya seperti ini..."

Menghembuskan nafas kasar, Wonwoo bangkit dari tidurnya. Melepas satu persatu kancing kemejanya dengan satu tangannya, sebelum sebuah ketukan pintu menghentikan gerakannya tepat ketika tangannya menyentuh kancing keempat.

Seolah tahu siapa yang datang, pria ini langsung berdiri. Tanpa merapikan penampilannya terlebih dulu, Jeon Wonwoo langsung saja melangkah menuju pintu dan--


---

TBC

Just Need a Baby ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang