11. Caterpilar

1.4K 161 5
                                    

"Aku tahu hari-harimu memang sangat berat, tapi percayalah Tuhan itu adil. Tidak selamanya ulat tetap akan menjadi ulat, suatu saat ulat yang dibenci karena bentuknya yang mengerikan itu akan berubah menjadi seekor kupu-kupu cantik yang dicintai banyak orang"

🐛🐛🐛

Satu bulan kemudian...

Sudah satu bulan semenjak Nayeon lulus dari sekolah menengah atas. Kini yeoja cantik itu melanjutkan study nya disebuah Universitas dikota Seoul.

Sungguh sangat sial batin yeoja yang lahir 18 tahun lalu itu, bagaimana tidak sudah cukup dia bersekolah disekolah yang sama dengan Jinyoung dan Jisoo, sekarang mereka ditakdirkan bertemu kembali di Universitas yang sama.

Mereka memang satu fakultas tapi untung saja jurusan yang mereka ambil berbeda.

Hari ini kelas Nayeon sudah berakhir, sebelum pulang ia ingin sedikit mengisi perutnya dikantin.

"Chuseonghabnida" ujar seorang yeoja yang tidak sengaja menumpahkan minunan ke pakaian Nayeon.

"Gwencanhayo"

"Apa kau yakin baik-baik saja? Aku sungguh sangat menyesal, maafkan aku. Aku terlalu ceroboh sampai membuat pakaianmu kotor seperti ini"

"Gwencanhayo, jangan khawatir. Lagi pula aku akan segera pulang jadi aku bisa segera menggantinya dirumah"

Yeoja itu membantu membersihkan pakaian Nayeon yang kotor dengan tissue yang ia bawa.

Pakaian yang dikenakan Nayeon memang belum sepenuhnya bersih tapi paling tidak nodanya sudah tidak begitu tampak.

"Jeoneun Yerin-ibnida, siapa namamu?"

"Namaku Nayeon, Im Nayeon"

"Ahh, senang bisa berkenalan denganmu aku harap kita bisa menjadi teman nantinya"

"Ahh ne"

Nayeon tersenyum kikuk, entahlah ia hanya sedikit gugup bagaimana memulainya. Jujur saja, sudah lama Nayeon tidak memiliki teman semenjak Mina pindah ke Jepang.

"Nayeon-ah, apa boleh aku mengantarmu pulang? Dengan begitu aku bisa tahu dimana letak rumahmu"

Nayeon sedikit tersentak, bagaimana pun juga Nayeon tidak memiliki rumah sendiri. Rumah yang sekarang ia dan eomma-nya tinggali adalah rumah keluarga Jisoo.

"Andwae" tukas Nayeon cepat, setelah menyadari kekeliruan katanya Nayeon langsung gelagapan, "Ahh maksudku tidak perlu Yerin-ah, lagi pula aku tidak punya rumah"

"Mwo?"

"Mianhae, tapi aku hanya anak seorang pembantu" ungkap Nayeon yang langsung pergi tanpa peduli dengan respon Yerin.

Nayeon seperti itu bukan karena ia membenci Yerin, tapi Nayeon sudah sangat hafal bagaimana respon orang yang tahu jika ia hanyalah anak seorang pembantu.

Diluar dugaan ternyata Yerin malah mengejar Nayeon yang hampir hilang dikerumunan mahasiswa, "Kyaa Nayeon-ah, tunggu"

"Waeyo?"

"Kenapa kau pergi begitu saja? Apa kau tidak berniat menjadi temanku?"

"Geureohke aniyo, bukan begitu maksudku. Apa kau tidak dengar, aku ini hanya anak dari seorang pembantu"

"Lalu kenapa jika kau adalah anak seorang pembantu? Apakah kita harus melihat profesi orang tua kita hanya untuk menentukan apakah kita pantas berteman atau tidak?"

"Kebanyakan seperti itu"

"Nayeon-ah, aku tahu mungkin hari-harimu sangat berat tapi percayalah Tuhan itu adil, tidak selamanya ulat tetap menjadi ulat. Suatu saat ulat yang notabene dibenci karena bentuknya yang mengerikan itu akan berubah menjadi seekor kupu-kupu  cantik yang dicintai banyak orang"

Perlahan Nayeon tersenyum, ia tahu teman barunya itu tulus menganggapnya sebagai teman.

••••

Jinyoung tengah berjalan menyusuri koridor kampus yang sepi. Ia berjalan sendirian ditemani sebuah headphone yang bertengger ditengkuknya.

Untuk beberapa saat hanya Jinyoung dan ketenangan yang ada, sampai hal yang tidak Jinyoung duga pun terjadi.

Tubuhnya tepat berada ditengah koridor dan saat itu pula ia melihat Nayeon sedang berjalan kearahnya. Sepertinya Nayeon memang belum menyadari hal itu, sebab yeoja itu terlalu sibuk dengan beberapa buku yang ia bawa.

Jinyoung masih terpaku disana, kebiasaan masa SMA nya kambuh. Memandang iris mata Nayeon membuat namja yang lahir dibulan September itu hilang kesadaran. Ia hanya terus terpaku sampai suatu hal membangunkannya.

Tak disangka, dalam hitungan detik netra keduanya bertemu. Nayeon yang semula sibuk menata posisi buku yang ia bawa kini tak sengaja menatap mata seorang namja yang sangat ia kenal.

Nayeon tak ingin berlama-lama terjebak nolstagia konyol masa SMA, ia ingin cepat-cepat berlalu meninggalkan Jinyoung yang masih membeku ditempatnya.

Ketika mereka berpapasan Jinyoung menyela langkah yeoja itu.

"Tunggu"

Jinyoung berbalik diikuti Nayeon, sekarang keduanya saling berhadapan.

"Wae?"

"Apa kau akan datang ke pernikahan orang tua kita?"

"Aniyo"

"Wae?"

"Aku tidak ingin datang. Kalaupun aku datang appa tetap tidak akan membatalkan pernikahan konyol itu"

"Kenapa kau tidak mencoba?"

"Neo michonabwa? Apa kau gila? Eomma-ku dan appa-mu menceraikan appa dan imonim karena mereka ketahuan selingkuh kan? Dan setelah mereka bercerai apa itu selesai? Aniyo, bahkan mereka hidup bahagia selama hampir sepuluh tahun. Sekarang mereka akan melangsung kan pernikahan, apa kau pikir kita bisa datang kepernikahan itu dan menangis tersedu-sedu agar mereka membatalkan pernikahan? Aku rasa itu tidak mungkin terjadi"

Apa yang Nayeon katakan memang ada benarnya. Jinyoung bisa saja marah pada Im Jaebum, tapi ia tidak sepatutnya membawa Nayeon dalam emosi masa lalu. Nayeon tidak memiliki keterlibatan apapun, Nayeon juga sama sepertinya. Nayeon juga adalah korban dari kebutaan Im Jaebum dan Park Dahyun.

"Jika sudah tidak ada yang ingin kau katakan aku akan pergi" ucap Nayeon dingin.

Bukan apa-apa, tapi Nayeon memang sedang berlagak mengacuhkan Jinyoung. Sebenarnya jauh didalam lubuk hati yeoja itu ia menyesal, tapi hanya itu yang bisa Nayeon lakukan untuk melupakan Jinyoung.

Jinyoung sadar, perlakuannya sebulan lalu sedikit banyak sudah mengubah Nayeon. Yeoja itu lebih sering mengacuhkannya, mungkin karena Jinyoung sudah bersikap seakan-akan ini semua salah Nayeon.

Jinyoung menyesal. Entah kenapa seakan ada yang hilang dari hidupnya.

"Nayeon-ah, jujur saja pernikahan eomma dan ahjusshi memang membuatku sakit hati, bukan berarti aku membencimu tapi aku benci jika harus menjadi saudaramu. Entahlah rasanya memuakkan saat hampir semua waktuku habis karena hanya terus memikirkan tentangmu, bahkan saat sedang bersama Jisoo otakku hanya terus memikirkanmu. Kau tahu apa yang jauh lebih menyakitkan? Saat kau mengacuhkanku seperti ini rasanya menyakitkan. Sebenarnya sihir apa lagi ini Nayeon-ah? Kenapa dengan mudah aku merasa sakit melihat kenyataan sebentar lagi kau akan menjadi saudaraku?" batin Jinyoung saat melihat punggung Nayeon semakin menjauh.

Punggung Nayeon semakin tak terlihat tapi Jinyoung masih setia memandangi bekas bayangan yeoja itu.

Sepersekian detik kemudian Jinyoung mengacak rambutnya penuh emosi, ia juga sempat menggertakkan gigi-giginya.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya nya pada angin yang jelas-jelas tidak akan menjawab apapun.

•••••
🐞TBC🐞

NEVER EVER ✔ [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang