savage not savage, romantic not romantic

14.6K 1.1K 51
                                    

[2] SAVAGE NOT SAVAGE, ROMANTIC NOT ROMANTIC

Seluruh tubuh Jimin pegal dan ngilu tidak keruan. Seharian ia berkutat dengan ayunan, mulai dari membuatnya sampai mendorong Yoongi yang sangat menikmati—terlalu menikmati permainannya. Jimin tak tahu berapa jam yang ia habiskan untuk mendorong ayunan sialan itu. Yang ia tahu Yoongi masih terus ingin main dari matahari masih di atas langit sampai hampir tenggelam di ufuk barat. Ah, jika bukan demi Yoongi dan bayi mereka, mana sudi dia melakukan itu. Lebih baik bergulung dalam selimut dan tidur dengan nyaman. Hari libur yang didapatkannya seminggu sekali ini malah tak bisa ia gunakan untuk istirahat sama sekali.

"Jimin makan dulu!"

Teriakan Yoongi dari dapur itu membuat Jimin yang hampir saja jatuh tertidur gagal bertemu mimpinya. Tenaganya sudah habis untuk membalas, tapi Yoongi sepertinya masih full charge hingga bisa berteriak seperti itu.

"Aku capek, ngantuk... makannya nanti saja..." jawabnya malas. Ia meluruskan kaki di sofa dan berbaring dengan lebih nyaman dengan bersandar pada bantal Kumamon milik istrinya—yang sudah pindah hak milik karena hampir tiap hari Jimin yang memakainya.

"Jihoonie tidak mau makan kalau tidak samaJiminnie!" pekik Yoongi lagi.

"Yoongs... panggil aku Papa, kalau tidak nanti Jihoon ikut-ikutan memanggil namaku seperti itu..." ujar Jimin meralat ucapan istrinya.

"Tapi kau juga masih memanggilku Yoongi." teriakan itu tak lagi terdengar, malah nadanya datar dan lucu.

Jimin mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah dapur. Yoongi tengah merengut bingung dengan sendok nasi di tangannya.

"Jadi kau mau dipanggil Mama?"

Jimin menggoda. Yoongi tersipu. Meski wajahnya terlihat kesal, tapi pipinya yang bersemu itu tidak bisa berbohong.

"Mama marah sama Papa, begitu?" Jimin menggodanya lagi. Dari arah pandang Jimin, wajah Yoongi memang tak terlihat karena ia berpaling. Sesungguhnya ia sedang menahan tawa karena merasa geli atas panggilan itu. Ia ingat bagaimana dirinya dan Jimin saling memanggil dengan makian seperti bangsat, brengsek, dungu, dan lainnya waktu masih kuliah dulu. Sampai akhirnya hubungan pertemanan tak wajar itu berubah jadi hubungan serius dan akhirnya naik pelaminan, ia dan lelaki itu sepakat tak lagi menggunakan alias dalam panggilan masing-masing. Sekarang, belum lah Yoongi terbiasa memanggil nama Jimin, panggilannya harus diganti lagi jadi Papa. Rasa-rasanya baru kemarin ia bertemu dengan si mochi itu di kelas pengajaran etika.

"Mams..." nada naik turun manja itu memanggil lagi.

"Apaa?" Yoongi berkacak pinggang.

"Paggil aku Papa..." lelaki berambut oranye jeruk itu merengek.

Yoongi paling tidak suka mode aegyo Jimin itu sebetulnya. Dia sungguh tidak pantas untuk melakukan aegyo. Tidak sama sekali. Dia jelek.

"Ya sudah, kemari, Papanya Jihoon... kau tidak mau makan malam, hem?"

Jimin nyengir lebar sekali. Senang rupanya lelaki itu.

"Iya, iya, aku makan."

Dia menyeret kakinya manja tanpa melepas pelukannya pada boneka beruang hitam itu. Kekehnya nampak menyeramkan bagi Yoongi.

"Mamanya Jihoon masak apa malam ini?"

"Kau tidak lihat apa yang ada di atas meja? Masih tanya segala." ketusnya seorang Min Yoongi yang telah berganti nama menjadi Park Yoongi itu masih saja ada. Padahal barusan ia memanggil dengan manisnya sambil melambaikan sendok nasi. Jimin duduk dengan bibir tertekuk ke bawah. Bantal Kumamon itu ia lempar dengan kesal—yang anehnya jatuh tepat di sofa.

Welcome Baby [minyoon ff]Where stories live. Discover now