LGL 19

3.3K 415 24
                                    

Guanlin menundukkan kepalanya lalu tersenyum misterius, "Oh, jadi dia lebih penting dari gue. Gitu Al?"

Aluna bingung ingin menjawab apa, atmosphere disekelilingnya negatif. Aluna berdehem kecil lalu berdiri, menarik lengan Hyunsuk untuk menjauh beberapa langkah. Aluna bernjinjit kecil lalu membisikkan sesuatu yang membuat Hyunsuk mengernyitkan alis tidak mengerti.

"Mending lo pulang aja."

"Gak mau."

Aluna menggenggam kedua jarinya gemas, "Udah sana pergi aja. Daripada Guanlin bikin masalah disini." Diakhir kalimatnya, Aluna menurunkan volume suaranya, takut jika terdengar oleh Guanlin maka habis sudah riwayatnya.

Hyunsuk berdecak, "Yaudah gue pergi. Kalo ada apa-apa telpon gue."

Aluna menunjukkan senyum paksa ketika Hyunsuk melenggang pergi. Aluna berbalik lalu berjalan mendekat kembali pada meja yang berisikan Guanlin. Guanlin menopangkan satu kakinya pada kaki sebelahnya, dengan alis terangkat sebelah, Guanlin bertanya disertai dengan senyum mengejek. "Lo usir dia pake cara apaan?"

Aluna memutar kedua bola matanya, "kepo."

Guanlin menatap Aluna, begitu juga dengan Aluna yang menatap Guanlin. Suasan seperti ini sangat tidak disukai Aluna, akhirnya ia mencoba untuk membuka topik pembicaraan.

"Ngapain lo ngajak gue kesini cuma buat liat muka gue? Buang-buang waktu tau gak?" Ucap Aluna sinis diiringi dengan senyum merendahkan.

Guanlin tersenyum hina, ia menarik kursinya untuk pindah kesamping Aluna. Guanlin mendekatkan tubuhnya pada Aluna, menjambak rambut dalam Aluna, Guanlin terkekeh kecil. "Lo kebanyakan ngomong."

Aluna berdesis, "lepasin rambut gue. Sakit."

Guanlin semakin melebarkan senyumnya, "sakit ya? Kalo gini gimana?"

"Akh!"

Guanlin semakin mengencangkan jambakan tangannya pada rambut Aluna. Ia juga tidak tahu kenapa setiap ia menyakiti fisik Aluna, ia pasti mendapatkan rasa puas tersendiri.

Aluna mengigit bibir bawahnya kencang, pandangannya memburam, semuanya seolah menjadi dua dipandangannya. Sekali lagi Aluna berdesis, "lepasin rambut gue, Lai Guanlin."

Guanlin mengernyitkan alis bingung ketika Aluna menyebutkan nama lengkapnya, dan lagi, Aluna menggunakan nada perintah padanya, namun dengan napas yang sedikit memburu. Sedikit khawatir dengan keadaan Aluna, Guanlin melepaskan jambakkannya perlahan.

Ingat, hanya sedikit.

Aluna langsung memegang kepalanya yang terasa berdenyut, ia menatap Guanlin tajam. Guanlin hanya menunjukkan ekspresi polos seolah-olah ia tidak melakukan sesuatu.

"Apa?"

Aluna berdiri dengan masih memegangi kepalanya, "kalo lo cuma mau nyiksa gue, mending gue pergi."

Guanlin langsung berdiri lalu memeluk tubuh Aluna, Guanlin menggelengkan kepalanya dengan kekehan yang mengalun indah. Namun tidak dengan Aluna, kekehan itu seolah sedang menghinanya.

"LO ITU MAUNYA APA SIH?!"

Aluna meradang, ia berada dipuncaknya sekarang. Pikirannya sedang kacau sekarang, Ibu-nya akan menikah lagi, belum lagi ia baru mendapat kabar bahwa istri baru Ayah kandungnya tengah mengandung. Lalu munculnya Guanlin seolah memperkeruh suasana hatinya. Dari awal ia masuk sekolah, seharusnya ia bisa tegas pada sipenganggu Guanlin. Guanlin seolah mempermainkan perasaannya, sifat Guanlin yang sering berubah-ubah membuatnya bingung harus bagaimana.

Aluna menatap Guanlin bengis, rasa sakit dikepalanya semakin menjadi-jadi. Ia langsung berlari terseret meninggalkan Guanlin yang terkejut.

Guanlin memandang Aluna yang kian menjauh tanpa berniat untuk menghentikan ataupun menyusul. Guanlin mengusap dagunya lalu kembali duduk.

Tidak tahu kenapa, melihat Aluna yang sedang marah seperti itu malah membuatnya lebih manis. Tapi Aluna akan sangat sangat jauh lebih manis kalau saja Aluna menurut padanya dan semua akan menjadi lebih mudah.

Hahh, mungkin Guanlin sudah mulai sinting.

***

Aluna berjalan pelan, terkadang kakinya tersandung batu dan membuatnya hampir terjatuh. Pusing dikepalanya membuat pandangannya tidak fokus, ia mendudukkan dirinya berniat istirahat dikursi taman. Tubuhnya mulai terasa kaku, sakit dan peredaran darahnya terasa berhenti, tangan bergetarnya ia gerakan mencoba mencari keberadaan benda persegi didalam sakunya. Mendapatkan apa yang ia cari, Aluna segera mengetikkan sesuatu dilayarnya namun handphone tersebut tiba-tiba saja terjatuh.

Aluna menyandarkan tubuhnya, keringat kecil mulai menyusuri pelipisnya, napasnya sekarang terasa sempit. Aluna membuka mulutnya berharap rasa sesaknya segera berakhir, namun itu sia-sia saja.

Sampai akhirnya Aluna terjatuh pingsan karena seseorang dari belakang yang berhasil membekap mulutnya.







— numb —

Sumpah nulis ini lagi gak mood, jadi gmn ya? Gak ngefeel pastinya:((

Btw maaf pendek gini hwhwhw, gamau diup dulu tadinya, cuma liat tgl brp cerita ini di upd udh kelamaan, terakhir pub numb chp 18 tgl 13 januari. Lagian ide nya kmn coba:') lenyap gitu wae.

Feeling any Numb'ness?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang