part 20

7.6K 393 15
                                    

"Lo mau kan jadi pacar gue. Gue bakalan selalu jagain lo apapun yang terjadi."

'Mau sa. Gue mau banget.'-batinya,"kasih gue waktu buat berpikir." tapi ia malah menjawab seperti itu.

"Jangan lama-lama yah. Gue juga punya perasaan. Kalo kelamaan digantung, cowok juga bisa berpaling."

Eta menganggukan kepalanya sambil tersenyum tipis. Ia kembali menatap bintang dan kembang api yang menyala dipegang anak-anak.

----------------------------------------------

Sejak malam itu, Eta mulai menjaga jarak dengan Axsa. Tidak. Tidak menjauhinya hanya menjaga jarak. Seperti halnya hari ini, mereka tengah lari pagi bersama. Eta terdiam, Axsa pun sama, mereka sama-sama terdiam dalam pikiran mereka masing-masing.

"Ekhem..." Axsa berdehem membuat Eta menoleh singkat.

"Emmmm.... Jawaban...yang...waktu itu?" tanya Axsa gugup.

Eta tak menjawab. Ia memandang lurus ke depan sedangkan Axsa menunggu jawaban yang akan terlontar untuknya.

Lama menunggu jawaban, Axsa mendesah ketika Eta mempercepat langkahnya dan meninggalkan dirinya sendiri di belakang.

Sudah satu minggu Eta tak memberikan jawaban apapun. Bahkan berbicara denganya pun hanya sebatas perihal penting saja. Tapi, perasaannya masih sama seperti dulu walaupun ia sering mengalami kegelisahan. Pikiran-pikiran yang tidak pasti selalu hadir di pikiranya seperti Eta tidak menyukainya, gadis itu sudah memiliki kekasih, atau yang lainya yang membuatnya tidak menerima cintanya.

Axsa mempercepat langkahnya, menyusul Eta yang sudah jauh di depan sana. Axsa kembali berlari-lari kecil di samping Eta.

Entah mengapa jika diperhatikan lebih detail rambut Eta agak sedikit berbeda. Rambutnya semakin menipis saja. Wajahnya pun semakin pucat dari hari ke hari.

"Lo sakit ya?" tanya Axsa kembali memulai pembicaraan.

"Enggak." jawab Eta singkat.

"Wajah lo terlalu pucat untuk orang yang sehat." gerutunya.

Hening.

Kembali hening. Axsa menghela nafas. Eta masih dapat mendengar helaan nafas Axsa. Sebenarnya Eta tak ingin seperti ini tapi, keadaan yang memaksanya. Eta tak mau membuat Axsa kecewa yang berlebihan, hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuat Axsa kecewa dan melepas cintanya. Dan ia rasa sedikit berhasil, mungkin 0,01% dari 100% ia sudah membuat Axsa mulai bosan denganya dan sisanya Axsa masih menempel padanya.

"Gue pulang duluan." pamit Eta dan kembali berlari.

"Eta!" Axsa mengejarnya, mencoba menghalangi Eta dengan mencekal pergelangan gadis itu.

"Gue salah apa sama elo? Kalo gue salah maafin gue. Gue gak nyaman begini. Gue ingin lo yang dulu." ucap Axsa lirih.

Eta menatap datar Axsa, ia menghentakan lengan yang mencekal pergelanganya kuat. Tapi, yang Axsa rasakan adalah tenaga lemah bahkan sangat lemah, sangat berbeda ketika gadis itu meninjunya dulu.

"Kalo lo gak nyaman, cari yang lain." ucap Eta dengan datarnya, berbeda dengan sorot matanya yang menyiratkan kesedihan. Eta berlari sekuat tenaga. Air matanya mulai meleleh perlahan.

'Maaf. Maaf. Maaf. Maaf Sa!'- berulang kali Eta mengatakan kata maaf dalam hatinya.

Ia menggigit bibir bawahnya, sakit mendera di hati ketika melihat sorot mata Axsa yang dipenuhi kecewa, sedih dan penyesalan yang selalu terbayang dalam pikiranya.

Semakin lama ia berlari rasanya semakin lemah tenaga yang ia keluarkan. Kepalanya mulai pening membuatnya serasa melayang dan limpung, penglihatanya mulai meremang. Tiga detakan jantung yang terdengar menghilangkan seluruh fokusnya. Semuanya gelap dan tak ada yang ia rasakan lagi.

Forever Alone (Sudah Terbit) Onde as histórias ganham vida. Descobre agora