Special : Poppy

Mulai dari awal
                                    

Manusia ini mengambil sebuah handuk kecil dan mengeringkan tubuhku dengan lembut. Seharusnya, dia mengeringkan tubuhnya dulu. Dia jauh lebih basah daripada aku.

Lalu, handuk itu ia lilit ke tubuhku dan beranjak pergi. Mengambil sebuah mangkuk dan membuat entah apa di sana.

"Gue ngga ada makanan kucing, jadi lo minum susu aja dulu ya," ujarnya, dan menyodorkan semangkuk cairan berwarna putih.

Baunya enak.

Aku melepaskan diri dari lilitan handuk itu dengan mudah, lalu mulai menjilat cairan putih yang ternyata lezat itu. Apa namanya tadi? Susu ya? Aku harus mengingat namanya.

Dan aku rasa, manusia ini akan menjadi Tuan ku yang baru.

*****

Aku melanjutkan hidup dengan senang di sini. Tuan baruku adalah manusia yang baik. Dia membelikanku tempat tidur, membelikanku tempat untuk buang air, dan membelikanku tempat makanan khusus.

Ah, dia juga membelikanku kalung yang bisa berbunyi ini. Membuatku senang, dan sering memainkannya. Tuanku tidak pernah marah jika aku ribut. Dia akan membiarkanku bermain sendiri dan hanya duduk diam di sofa.

Namun, yang membuatku sedih adalah, kami jarang menghabiskan waktu bersama. Dia akan pergi sekolah pagi sekali dan baru pulang sore hari. Saat pulang, dia hanya mengganti baju dan memberiku makan, lalu pergi lagi hingga tengah malam. Setelah itu, dia akan tidur hingga esok pagi. Begitu hingga seterusnya.

Jika aku lapar saat tengah malam dan membangunkannya, dia tidak pernah mengeluh atau marah. Tuanku benar-benar mengurusku dengan sabar.

Kamarnya juga tidak pernah ditutup, jadi aku bisa tidur di sampingnya kapanpun aku mau.

Semuanya tampak baik-baik saja, hingga suatu malam, sesuatu terjadi.

Malam itu, Tuanku baru saja pulang. Aku kira dia sudah tertidur seperti biasanya, namun tiba-tiba aku mendengar sebuah rintihan.

Telingaku langsung menegak. Aku beranjak dari tempat tidurku dan segera melangkahkan keempat kakiku. Berjalan masuk ke dalam kamarnya.

Di sana, Tuanku tengah meringkuk. Ia mencengkram dadanya kuat dan merintih sakit. Dia menangis. Sedih sekali.

Aku mengeong. Khawatir padanya. Tapi, dia tidak memedulikanku.

Lalu, tiba-tiba saja, Tuanku mulai mencakar dirinya sendiri. Aku tidak mengerti. Aku tidak bisa melakukan apapun. Apa dia kesakitan?

Tangisannya tak berhenti. Malah terdengar semakin pilu. Seolah tak puas dengan mencakar, ia beranjak. Mencari sesuatu di laci nakas dengan kalap. Lalu, ia mengeluarkan benda tajam itu. Aku tidak tau apa namanya. Dan dengan tangan bergetar, ia mengarahkan ujung benda tajam tersebut ke lehernya. Seolah ingin menusuk dirinya sendiri.

Aku sontak berlari menghampirinya. Mengeong keras, dan menggigit bagian bawah celananya, lalu menarik celana itu. Dia tidak boleh melakukan hal itu. Dia akan mati! Jika dia mati, aku bagaimana?

Setetes air, jatuh ke atas kepalaku. Aku mendongak. Tuanku tengah menunduk menatapku. Terlihat putus asa.

Kumohon, jangan lakukan itu.

Benda berbahaya di tangannya, ia jauhkan dari leher. Lalu, jatuh terduduk dan menangis keras. Apakah sakit sekali? Apa yang membuatnya menangis? Bagian mana yang terluka?

Tuan, Tuan, jangan begitu. Jangan menangis.

Aku duduk di depannya, dan menatap Tuanku dengan lekat. Benda tajam tadi, ia lepaskan. Lalu, mengambil tubuhku dan memelukku. Aku mengeong.

Happiness [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang