Namun mata Yoojung membesar ketika terdengar bunyi 'klak' kecil ketika ia memutar kenop pintu dan pintu sedikit terdorong terbuka. Buru-buru ia melapes tangannya dan mengangkatnya ke udara sambil menatap pintu yang sudah sedikit terbuka tersebut.

Tunggu dulu! Kenapa kamarnya tidak terkunci?

Sedikit ragu Yoojung menutup kembali pintu kamar Dongha. Ia berpikir sejenak. Kakaknya sedang tidak sengaja tidak mengunci pintunya kan? Atau apakah kakaknya telah lalai dan lupa mengunci pintu kamar? Yoojung berpikir apakah ia akan berdosa jika memasuki kamar kakaknya tanpa izin.

Rasa penasarannya menenggelamkan pikiran tentang dosa itu. Ia penasaran akan yang Dongha sembunyikan selama ini sehingga tak pernah memperbolehkannya masuk ke dalam kamarnya. Tangannya bergerak memutar kenop dan mendorong pintu itu setengah terbuka. Sambil menggigit bibir bagian bawahnya dan sedikit melongok mengintip isi kamar Yoojung merasa degup jantungnya berpacu cepat.

Tak ada yang aneh di dalam kamar tersebut. Kamar Dongha adalah sebuah kamar yang seperti dalam bayangannya. Rapi seperti penampilan kakaknya sehari-hari. Perabotannya tak banyak. Hanya sebuah ranjang besar, sebuah lemari besar, beberapa meja, nakas kecil di dekat ranjang, dan beberapa lemari tempat memajang pajangan seperti piagam perhargaan disana.

Yoojung menghela nafas lega. Entahlah mengapa ia merasa lega seperti itu. Dengan sedikit percaya diri ia membuka pintu kamar lebih lebar dan melangkahkan kakinya masuk. Aroma peppermint khas kakaknya merasuk penciumannya. Kamar Dongha jauh lebih luas dari kamarnya. Ia melihat sekeliling. Matanya terhenti menatap ruang lain yang dibatasi lemari buku besar yang mencapai langit kamar. Lantas dengan langkah perlahan menuju kesana.

Ruangan tersebut dikelilingi dinding kayu yang berbentuk bak rak buku. Ia tak tahu jika Dongha mengoleksi buku sebegitu banyaknya. Ia pikir kakaknya hanyalah sosok laki-laki yang gila bekerja. Ada sebuah meja besar dan ia yakin itu tempat dimana Dongha bekerja jika di rumah dengan sebuah komputer yang mati di atasnya.

Yoojung melangkahkan kakinya menuju meja besar tersebut dan duduk di kursi empuk di balik meja. Kedua tangannya di letakkan di atas meja dan ia berandai membayangkan seandainya ia bekerja nanti dan mendapatkan meja kerja seperti ini. Sedikit tersenyum tipis ia membelai lembut meja kayu tersebut. Sejurus kemudian ia menghempaskan punggungnya di kursi sambil melengoskan nafas panjang. Matanya berkeliling menatap sekeliling dengan dinding yang bak berlapis buku-buku tebal.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Pertanda telpon masuk. Yoojung sedikit tergagap dan meraih ponsel dalam saku bajunya. Ia menatap layar ponsel tersebut dan sedikit kaget mendapati kakaknya sedang menelponnya.

"Yoo kau dimana?"

"Di rumah. Kenapa?"

"Tak apa. Hanya rindu ingin endengar suaramu. Apa yang sedang kau lakukan sekarang?"

"Eng, hanya tiduran di atas ranjang. Kak?" Yoojung berbohong. Tentu saja harus. Bagaimana nanti ia bisa menghadapi amarah kakaknya jika tahu ia masuk kamar Dongha tanpa izin.

"Benarkah? Baiklah, jaga diri baik-baik. Kakak akan pulang dalam 5 hari. Semoga kau baik-baik saja."

"Baiklah."

Kemudian telpon diputus. Yoojung menggigit bibirnya bagian bawahnya. Menenangkan diri bahwa berbohong pada Dongha sekali-kali tak masalah. Iris Yoojung tertuju pada laci meja. Lantas ia membukanya dan menemukan sebuah kunci disana. Kunci yang sudah sedikit berkarat. Ia tak tahu kunci apa itu dan memutuskan kembali menutup laci tersebut. Kemudian tangannya membuka laci bawahnya. Laci yang lebih besar dari sebelumnya. Begitu terbuka, Yoojung mendapati beberapa tumpukan kertas, 2 buku album kenangan, dan buku-buku catatan lainnya.

Merasa tertarik akan buku album kenangan tersebut, ia meraih satu yang berwarna merah dengan kupu-kupu putih di sudut album. Yoojung membuka halaman pertama dan mendapati foto dirinya bersama Dongha waktu kecil. ini adalah foto yang sama yang dipajang di ruang tamu. Lantas begitu membuka halaman kedua ia mendapati beberapa foto orang tak di kenal.

Satu foto yang membuatnya tertarik adalah seorang wanita yang merangkulnya. Sedangkan dirinya di foto tersebut mengenakan seragam dan tersenyum lebar. Wanita itu bukanlah sosok ibu yang fotonya terpajang di nakas di ruang tengah. Ia tak mengenalnya. Namun melihat dari cara dia dan wanita itu berfoto bersama dengan senyum lebar di wajahnya, Yoojung tahu pasti ia dan wanita tersebut sangat dekat dulu. Ada beberapa foto dirinya bersama wanita tersebut. Bahkan ada foto dimana saat itu ia masih sangat kecil bersama wanita tersebut.

 Bahkan ada foto dimana saat itu ia masih sangat kecil bersama wanita tersebut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ada foto lain lagi berisi beberapa orang tengah berfoto bersama termasuk dirinya saat kecil

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Ada foto lain lagi berisi beberapa orang tengah berfoto bersama termasuk dirinya saat kecil. Yoojung meraih handphonenya dan memotret beberapa foto ke dalam ponselnya. Tak mungkin ia mencuri satu karena Dongha pasti akan curiga dengannya. setelah puas melihat seluruh album tersebut

Kemudian ia meraih album kenangan yang berukuran lebih kecil. Sedikit lebih tebal dan berwarna hitam pada covernya dengan gambar bunga melati putih di tengah. Yoojung membuka halaman pertama dan tersentak kaget. Matanya membelalak dengan kening berkerut. Apa ini?!

Ia membuka halaman demi halaman hingga halaman terakhir kumpulan foto tersebut. Lantas ia menutup album kenangan itu cepat. Matanya masih membelalak dengan kening berkerut. Apakah tadi ia tak salah lihat? Mengapa kakaknya mengoleksi foto wanita begitu banyak? Bukan. Bukan sekedar wanita. Melainkan sosok wanita yang sudah menjadi mayat yang berlumuran darah dengan sayatan dimana-mana.

Yoojung menelan salivanya berat. Sebenarnya siapa kakaknya itu? Dan apa yang sebenarnya Dongha sembunyikan darinya?



Crystal Snow ✔ Where stories live. Discover now