Mom's Lover-7

3.3K 383 2
                                    

Entah karena terlalu takut atau apa, selama sepuluh menit perjalanan ini, aku baru sadar kalau pria ini tidak melajukan mobilnya ke arah kosku. Ini justru berlawanan arah.

"Kau mau membawaku kemana?" tanyaku. Pria itu tak menjawab. "Hei! Aku tanya kemana kau akan membawaku."

"We need to talk!"

"Kalau begitu bicara saja di mobil. Kau mau membawaku kemana?!"

"Kita akan bicara di apartemenku."

Mataku membelalak, mulutku ternganga. Kepanikan langsung melandaku. "Kau gila ya?! Aku tidak mau! Turunkan aku di sini!" seruku sambil menarik sebelah lengannya.

"Jangan konyol, Ele! Aku sedang menyetir!" bentaknya.

Aku langsung menarik tanganku. "Aku tetap tidak mau pergi ke apartemenmu. Pulangkan aku! Sekarang juga!"

"Fine!" serunya. "Kita pergi ke rumahmu. Kau pulang tapi kita tetap bisa bicara."

Aku hendak protes tapi tak jadi karena pria itu sudah terlebih dahulu memberiku tatapan peringatan. Itu membuatku jadi hilang nyali seketika.
***

Rumah yang dimaksud oleh pria tua ini adalah ruko tempat tinggalku dulu bersama ibu dan Anita. Ruko dua lantai yang cukup besar. Lantai dasar digunakan sebagai florist. Ada dapur yang merangkap ruang makan dan satu kamar mandi di bagian belakang. Lantai dua memiliki tiga kamar dan dua kamar mandi. Bukan hal yang mudah bagi ibuku untuk membeli ruko ini. Butuh perjuangan yang gigih. Ia harus bekerja ini-itu dan berhemat ketat untuk bisa memiliki 'hunian' seperti ini. Aku bahkan masih bisa mengingat dengan jelas wajah bangga ibu ketika ia berkata, "ini adalah rumah kita".

This is definitely a place I call home. Or I should say used to be my home. Semua tak lagi sama setelah ibuku tiada.

Banyak sekali kenangan di rumah ini...

Dan aku harus berhenti sebelum air mataku tumpah!

Begitu sampai di depan rumah, melalui jendela kaca transparan, kulihat tirai sudah diturunkan, lampu di lantai dasar sudah dimatikan. Di pintu terlihat sebuah papan kecil bertuliskan 'closed' tergantung dari dalam. Aku langsung turun dan membuka pintu depan dengan kunci yang kujadikan satu dengan kunci kosku. Setelah pintu terbuka, segera aku melesat masuk. Sengaja supaya aku bisa menghindari pria tua itu.

"Kau pikir kau mau kemana?"

Lenganku ditarik ke belakang saat aku hendak menaiki anak tangga pertama.

"Diam di sini, kita harus bicara!"

Kemudian pria itu beranjak menuju saklar lampu yang berada di dekat pintu hubung dari area depan ke area dapur. Kemudian ia kembali padaku.

"Kita harus bi-"

"Kalau begitu cepat katakan!" seruku. Yang mana langsung kusesali karena pria di hadapanku ini langsung menatap tajam padaku. Dia benar-benar marah.

"Kau pikir apa yang kau lakukan tadi?!" bentaknya.

Aku diam. Menunduk. Untuk menelan ludah saja rasanya seperti menelan batu.

"Anak gadis tak seharusnya pulang di atas jam sembilan malam! Kau bahkan hanya pergi berdua dengan lelaki itu."

Aku masih diam. Pria itu juga tak bicara lagi. Namun napasnya terdengar kasar. Tanpa melihatnyapun aku bisa merasakan kemarahannya.

"Sekarang jawab pertanyaanku," ucapnya dengan suara tertahan. "Apa benar dia kekasihmu?"

Aku menggeleng. Masih menunduk. Jemariku bertaut.

My Mother's LoverWhere stories live. Discover now