Sembilan

1.8K 253 121
                                    

Malam sebelum study tour. Myungsoo duduk termenung seorang diri di ruang tengah apartemennya yang kosong. Berulang kali ia menghela napasnya dan terlihat begitu lelah. Jujur saja ada begitu banyak hal yang mengganggu pikirannya. Terlebih saat ia menatap sepucuk rute kencan yang Jiyeon buat untuknya di atas meja di depannya. Kertas itu tidak lagi rapi. Permukaannya sudah benar-benar rusak karena tersiam air beberapa hari lalu saat dirinya bertengkar dengan Jiyeon di kafe milik Baekhyun. jika kalian berpkir Myungsoo sudah membuang benda itu, maka kalian salah besar. Saat itu, setelah kepergian Jiyeon, yang Myungsoo selamatkan terlebih dahulu adalah selembar kertas yang lebih menyerupai ajakan kencan itu. myungsoo mengeringkannya, dan menyimpannya. Hampir setiap hari setelah kejadian itu, Myungsoo selalu melihat dan membaca ulang tulisan Jiyeon yang sebagian tintannya luntur karena air. Saat ia membacanya, Myungsoo mulai membayangkan tempat-tempat yang Jiyeon tuliskan dalam lembaran itu. Ia mulai berpikir untuk datang kesana berdua bersama dengan Jiyeon. dan nyatanya hingga detik ini pun Myungsoo masih bimbang dengan perasaannya sendiri. Satu sisi dalam dirinya ingin membuang jauh ego yang ia miliki. Ingin rasanya Myungsoo menyerah pada harga dirinya dan mengikuti keinginan hatinya untuk pergi berdua dengan Jiyeon. tapi satu sisi lagi dalam dirinya selalu menentang hal itu dengan keras. Satu sisi paling gelap dalam diri Myungsoo seolah tak ingin ia mengikuti kata hatinya.



Myungsoo mengulurkan tangannya, meraih kertas di atas meja untuk ia pandangi dengan jarak yang jauh lebih dekat. Ia membacanya lagi tanpa suara. Sebenarnya tak banyak yang Jiyeon inginkan. Ia hanya ingin berkencan dengan Myungsoo layaknnya pasangan pada umumnya. Hanya ada beberapa tempat yang ingin Jiyeon datangi dan itu tentu bukanlah sesuatu yang berlebihan. Harusnya mudah bagi Myungsoo untuk mengikutinya. Tapi nyatanya ini jauh lebih sulit.
“Taman hiburan, Kebun binatang, Makan berdua di pinggir jalan dan Bukit cinta” Myungsoo seperti merasakan hatinya tercubit saat membaca satu tempat terakhir yang ingin Jiyeon datangi saat berkencan dengannya. Bukit Cinta, saat mengingat tentang tempat itu, Myungsoo seolah di lemparkan kembali pada kenangan dimana Jiyeon tengah mengatakan perasaannya yang tulus untuknya. Penyesalan itu ada, dan mulai sedikit meluas di hati Myungsoo. Hanya saja keegoisan dan gengsi yang tinggi membuatnya tak ingin menyerah pada hatinya.
“Haruskah aku mengikuti rencana kencan ini?” tanya Myungsoo gamang pada dirinya sendiri. Ia terdiam sejenak. Hening. Hanya pikiran logis seorang pria yang bekerja dalam benaknya. Sampai kemudian Myungsoo menganggukkan kepalanya seolah telah menarik sebuah kesimpulan. Disaat itulah ponselnya berbunyi. Ada satu pesan singkat yang masuk ke dalam ponselnya. Di tengah cahaya yang meremang itu, Myungsoo membuka dan membaca pesan singkat yang ternyata berasal dari seorang Lee Jonghyun.
“Besok saat jam bebas di tempat karaoke dekat hotel kita menginap. Aku sudah mengundang para gadis cantik, datanglah jika tak ingin aku membongkar semua kebohongan Jiyeon di muka umum.”
Satu pesan singkat yang syarat akan sebuah ancaman besar yang menngkhawatirkan. Myungsoo mendesah, memejamkan matanya, dan terlihat sangat kesal. Ia melemparkan ponselnya ke atas meja, membiarkan benda itu tergeletak di samping rencana kencan Jiyeon. kedua undangan itu memiliki waktu yang sama. Lalu mana yang harus Myungsoo hadiri? Undangan Jonghyun yang mengancamnya? Ataukah undangan Jiyeon untuk berkencan? Myungsoo berdecak kesal. Ia memutuskan untuk mengabaikan keduanya dan berbaring di atas sofa yang sejak tadi ia duduki. Myungsoo memejamkan matanya mencoba untuk tak peduli.




This Fanfiction Begins...
The Devil Prince, ©2017
Sembilan – “Would You be My Girlfriend?”



“Eoh, Jiyeon-ah kenapa kau terlihat sangat pucat? Kau baik-baik saja?” tanya Jieun saat mereka semua berbaris antri untuk masuk ke dalam bus yang akan membawa mereka menuju Busan. Jiyeon tersenyum samar dengan wajahnya yang suram. Ya, gadis itu memang terlihat pucat. Bukan hanya pucat, tapi tubuhnya juga terlihat jauh lebih lemah mengingat ia kembali begadang semalaman hanya sekedar untuk memikirkan sosok pria yang sebenarnya sangat amat menyebalkan. Bukan tanpa alasan Jiyeon memutuskan begadang semalam. Bekas merah di lehernya yang hingga saat ini masih terlihat seperti gigitan nyamuk besar itu membuatnya berpikir dengan sangat rumit. Tapi Jiyeon sama sekali tak bisa menceritakan semua itu pada siapapun. Tidak pada Eunra sekalipun. Jieun bergerak mendekati Jiyeon, mengurungkan niatya untuk naik ke dalam bus dan jauh lebih memillih untuk menyentuh dahi Jiyeon untuk merasakan suhu tubuhnya.
“Jiyeon-ah, kau tak sehat?” tanya Jieun lagi. tapi Jiyeon sekali lagi hanya tersenyum. Ia menyentuh tangan Jieun di dahinya dan menurunkannya sambil menggeleng pelan.
“Nan gwenchana...” jawab Jiyeon yang membuatnya merasa lega. Jiyeon mengajak Jieun naik ke dalam bus.

The Devil PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang