Delapan

1.8K 232 133
                                    

“Ting Tung...” suara bel yang berdering sore itu terdengar begitu menyedihkan. Jari-jari tangan Jiyeon bergetar saat menekannya dan air matanya tumpah tanpa bisa ia bendung. Hati dan perasaannya terlampau sakit kali ini. ia bahkan merasa semua dunianya telah hancur di titik itu. semua khayalnya, semua angannya dan semua kebahagiannya telah sirna seiring dengan cintanya yang berakhir memilukan.


Eunra berjalan keluar dari rumah mewahnya sambil sedikit berlarian kecil karena melihat raut wajah sedih Jiyeon dari dalam. Ia langsung membuka pintu gerbang tinggi rumahnya dan menghapiri Jiyeon.
“Jiyeon-ah..” pantaunya sambil berdiri dihadapan sahabatnya itu dengan wajah bingung. Dan Jiyeon langsung menyebut nama Eunra dengan suara gemetar karena tangis.
“Eunra-ya..” lirihnya sambil menangis.
“Apa yang terjadi?” tanya Eunra sambil menarik tubuh Jiyeon lembut untuk ia peluk.
“Aku—“ ujar Jiyeon dengan tangis pilu nya yang terdengar menyayat hati.
“Aku—“ Jiyeon berusaha mengatakan apa yang ia rasakan pada sahabatnya itu, tapi entahlah rasanya begitu sulit bahkan untuk membuka kedua bibirnya sendiri. Untuk mengatakan bahwa ia telah berhenti. Bahwa ia telah mengakhiri semua perasaannya untuk pria itu. demi Tuhan, rasanya Jiyeon tak mampu melakukannya. Ia sungguh tak ingin semuanya berakhir seperti ini. perasaannya ini tulus. Dan dia ingin mempertahankannya. Tapi kenyataan seolah memaksanya untuk membuka kedua matanya dan mengambil kembali kesadarannya. Dia tak bisa terus seperti ini bukan?
“Jiyeon-ah, neo gwenchana?” tanya Eunra khawatir karena merasakan tubuh Jiyeon yang kian terguncang. Tangis gadis itu terdengar sangat pilu dan menyakitkan, hingga Eunra tak sedikitpun berhenti mengelus punggung Jiyeon yang ringkih.
“Aku berhenti, Ra-ya.. Aku berhenti..” rancau Jiyeon dengan air mata yang berlinang deras.
“Aku berhenti menyukainya..” tegasnya lagi pada dirinya sendiri. Jiyeon seolah telah berusaha membulatkan tekadnya walaupun sakit itu masih begitu terasa di ulu hatinya.


Eunra terdiam. Ia mengeratkan pelukannya di punggung Jiyeon dan memejamkan matanya, merasakan begitu terguncangnya perasaan Jiyeon saat ini.
“Tenangkan dirimu Ji..” ujarnya sambil mencoba menenangkan Jiyeon. sedang Jiyeon hanya menangis dan menangis. Ia menyandarkan dagunya di bahu Eunra dan mencoba mengumpulkan kembali sisa-sisa kekuatannya untuk bangkit.




***




This Fanfiction Begins....
The Devil Prince ©2017
Delapan __ “Just Forget Me, If You Can!”




Minggu pagi di musim dingin kota Seoul yang cukup cerah. Udara terasa begitu dingin, namun cukup bersahabat karena berdasarkan ramalan cuaca salju tak akan turun di hari ini. begitu juga dengan rintikan hujan. Sinar mentari masih bersinar dengan kondisi redup di balik lembaran awan tipis di langit sana. Sedang pohon-pohon yang berjajar di pinggiran jalan raya kini tampak kering, kehilangan semua daunnya akibat pergantian musim. Park Jiyeon, gadis cantik itu meringkuk di balik selimut putih tebal di atas tempat tidurnya dengan mata panda yang terlihat jelas di bawah kelopak matanya. Hampir semalaman ia tidak tidur. Menangis? Sepertinya ia cukup lelah untuk melakukannya. Sebanyak apapun ia menangis, juga tak akan merubah satu kenyataan bahwa hubungan pura-puranya telah benar-benar berakhir. Jiyeon rasa sudah tak mungkin lagi baginya untuk memperbaiki semua itu. sudah tak ada kesempatan lagi baginya setelah di permalukan begitu hebat. Dan dia sudah memutuskan untuk menyerah. Sekalipun hatinya masih menolak keputusan itu. dirinya benar-benar putus asa. Kapanpun ia mengingat kejadian kemarin, keplanya mendadak berdenyut nyeri. Logikanya tak mampu lagi mencerna.



“Jiyeon-ah..” pantau seseorang sambil membuka pintu kamar Jiyeon dengan suara cerianya. Eunra berjalan mendekati tempat tidur Jiyeon dan memandang gundukan selimut putih yang menutupi seluruh bagian tubuh Jiyeon hingga tak bersisa. Eunra mendesah dengan kepala yang menggeleng. Ia tak menyangka bahwa Jiyeon masih berada di posisi itu, sejak semalam.
“Yak, kau masih seperti ini? ayolah Ji.. Apa yang kau lakukan humm?” tanya Eunra sambil membuka selimut Jiyeon agar bisa melihat wajah sahabatnya. Tapi Jiyeon meraih kembali selimutnya dan kembali menutupi wajahnya yang suram. Tak berniat menunjukkannya di depan wajah Eunra.
“Park Jiyeon, jebal. Apa dengan bertingkah seperti ini maka masalahmu akan selesai? Kau hanya membuat Tae Hee eomma khawatir. Dia bahkan menelpon ku dan meminta ku membujukmu.” Eunra menarik kembali selimut Jiyeon, mencoba membuangnya jauh agar Jiyeon menatapnya dan berhenti merajuk yang tak jelas. Eunra berhasil menyingkap selimut Jiyeon. ia memaksa Jiyeon untuk menatap wajahnya.
“Bagunlah. Ku bawakan sarapan untukmu. Tae Hee eomma bilang kau melewatkan makan malam dan juga sarapanmu. Patah hati memang menyakitkan, tapi kau tak harus kehilangan nyawamu karena hal itu..” sindir Eunra sambil menyodorkan sepiring sandwich yang ia ambil di meja makan rumah Jiyeon sebelum naik ke kamar gadis itu tadi.
“Aku sama sekali tak berselera..” jawabnya.



The Devil PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang