Chapter 21 - Tersipu

20 11 11
                                    

Seorang guru perempuan masuk ke dalam kelas XII IPA 5 yang ricuh seperti pasar. Beberapa muridnya sedang sibuk memperebutkan posisi duduk, contohnya Imelia yang ingin duduk di depan meja guru tapi Fahri juga kekeh untuk duduk di tempat itu.

"Gue pengin duduk di sini!" Imelia berteriak, sambil tangannya menarik kursi di bangku paling depan. Lily, teman sebangkunya malah duduk anteng di bangku belakang bersama Farid.

"Gue juga juga pengin duduk di sini!" Fahri menarik kursi yang dipegang Imelia.

"Dari kemaren gue udah booking ni bangku," cewek itu kembali menarik kursinya.

"Ini bangku udah dibooking dari pas gue masih di perut emak gue. Mau apa lo?" Fahri menarik kursinya, sambil matanya melotot.

Imelia balas memelototi tanpa takut, membuat mereka adu tatap tanpa mengatakan apapun.

"Assalamualaikum," guru itu mengucapkan salam setelah keadaan agak tenang.

"Wa'alaikumsalam."

Bu Cici menghela napas pelan, kakinya melangkah menuju depan papan tulis. "Mimpi apa saya semalem jadi wali kelas Arion lagi," gumam guru itu.

Tadi pagi, saat baru masuk ke kantor, guru itu merasakan hawa-hawa senang di sekelilingnya. Beberapa guru perempuan memeluk selembar kertas sambil menyapanya riang.

"Pagi Bu Cici." Sapa guru muda yang berjalan melewatinya. "Daftar kelas siswa sudah keluar, Bu. Punya Ibu saya simpan di meja," lanjutnya.

"Terima kasih,"

Bu Cici menghampiri mejanya dengan terburu-buru, diambilnya kertas di atas meja untuk mengetahui siapa saja murid-murid yang akan dia asuh. Tapi baru juga melihat absen pertama, guru itu sudah mendesah pasrah.

Pantas saja guru yang lain merasa senang, ternyata semua murid bermasalah masuk ke dalam kelasnya. Ada Arion, Fahri, Farid, dan sederet nama lain yang sangat diketahui oleh semua guru.

Sebenarnya mereka tidak masuk ke dalam siswa bermasalah, bahkan selalu mengharumkan sekolah dengan prestasinya. Hanya saja, salah satu siswanya yaitu Arion, memilih tidak masuk kelas jika pelajaran yang tidak dia sukai berlangsung. Belum lagi jailnya siswa itu sudah terkenal seantero SMA 45, tukang bikin huru-hara yang tidak takut ruang BK.

Makin sempurnalah kesulitan hidup perempuan pemilik akun wattbook bernama Cici Cincay itu. Sudah pusing mikirin hutang tas, tunggakkan kos-an, ditambah dengan masalah anak didiknya yang amburadul. Mau sekurus apa tubuhnya yang sudah kurus ini?

"Ibu ngapain ke sini?" ucap Fahri, salah satu siswa bobrok yang menjadi anak didiknya.

"Menurut kamu?"

Fahri hanya cengengesan, matanya melirik Imelia yang sedang memperhatikan sang guru. Dengan perlahan, cowok itu menarik sesuatu yang sedari tadi diperebutkan, kemudian didudukinya kursi itu dengan cepat.

"Kamu kenapa gak duduk?" Tanya Bu Cici pada Imelia.

"Saya lagi rebutan kursi sama Fahri, Bu." Jawab gadis itu belum menyadari bahwa kursinya sudah dicuri.

Guru itu mengerutkan dahi, "Udah, kamu ngalah aja."

"Gak bisa gitu dong, Bu. Saya kan udah booking tempat i-" ucapan gadis itu terhenti saat menunduk, melihat Fahri yang melambai-lambai dengan wajah penuh senyum. "ni."

"HEH! KAMPRET!" Imelia berteriak sambil menjambak rambut Fahri. Membuat cowok itu menjerit kesakitan, tapi tubuhnya sama sekali tidak ada keinginan untuk bangun.

"Gue udah nguatin mental buat belajar bener-bener ya, makanya mau duduk di depan, dan lo seenak jidat ngerebut niat gue,"

"Gue juga pengin pinter kali. Gue pengin dapet nilai gede biar bisa masuk universitas keren,"

[✔️] Emulsifier [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang