Chapter 03 - Pengganggu

121 19 11
                                    

Shakila POV

Aku fokus memperhatikan seorang guru sedang menjelaskan tentang puisi di depan kelas. Sesekali aku menunduk untuk mencatat apa yang Pak Harno tulis di papan tulis.

Handphone-ku yang ditaruh di atas meja menyala, menunjukkan adanya pesan yang masuk. Kulirik sebentar guru yang sedang menulis itu, sebelum akhirnya menekan ikon pesan yang tertera di layar.

From : Radhika
Ke lapangan basket sekarang!

Aku langsung mematikan handphone dan kembali mencatat, melupakan pesan dari Radhika sampai kemudian Pak Harno bertanya pada seluruh siswa di kelas, "Apa pengertian puisi menurut Sumardi?" dan menunjukku yang sudah mengangkat tangan.

"Menurut Sumardi puisi merupakan karya sastra dengan bahasa yang dipersingkat, dipadatkan bahasanya dan diberi irama sesuai bunyi yang padu dengan pemilihan kata kiasan yang bersifat imajinatif."

Suara tepuk tangan yang mengisi ruang kelas membuatku merasa senang dan sangat bangga. Aku sudah menghapal materi ini jauh-jauh hari membuatku dengan mudah menjawabnya tanpa melihat buku. Kulihat Pak Harno mengangguk-angguk tanda puas akan jawabanku.

"Ada yang-"

Ucapan Pak Harno terpotong, ketika ketukan pintu dari luar kelas terdengar. Hingga seorang siswa muncul setelah beliau membukakan pintu, menjeda perkataannya.

"Permisi Pak, maaf mengganggu. Saya ada keperluan dengan Kak Shakila, boleh minta izin sebentar?"

"Shakila, ini ada yang manggil." Pak Harno memanggilku yang sedang menggarisbawahi poin-poin penting dalam buku paket. Aku menaruh pensil lalu berdiri dan langsung menghampiri adik kelas yang sedang berdiri di luar kelas.

Baru saja kakiku melewati pintu, siswa itu langsung berbicara tanpa menungguku untuk menutup pintu. "Kakak ditunggu ketua sama pelatih di lapangan buat tes."

"Sekarang? Pas jam pelajaran?" tanyaku pada adik kelas itu. Setelah melihat anggukan dari siswa di depanku ini, aku bergegas masuk ke dalam kelas. Gapapa deh izin, mumpung materinya belum terlalu rumit juga.

"Pak, saya mau izin ke lapangan, dipanggil Pak Andi."

"Silakan. Hati-hati di jalan ya," ucap Pak Harno dengan tangan yang digerakkan seperti tanda mengusir.

"Memangnya kenapa Pak?"

"Banyak tembok." Pak Harno mengakhiri ucapannya dengan tawa terbahak-bahak. Mungkin untuk menjaga kesopanan, teman-temanku tertawa canggung sambil mengelus dada. Untung orang tua, mungkin itu yang ada dipikiran mereka.

Aku langsung bergegas keluar kelas, berjalan bersama adik kelas di sampingku ini ke lapangan basket.

Sesampainya di lapangan, kami di sambut oleh Radhika yang sedang bertolak pinggang dengan mata melotot. Adik kelas yang menjemputku tadi langsung menghampiri guru yang sedang menimang bola basket di tangan kanannya, meninggalkan penerus bangsa yang bertalenta ini dimangsa kadal raksasa berkedok ketua tim basket yang berdiri di depanku.

"Lo napa gak bales chat gue?"

Mata yang dipelotot-pelototkan membuatku ingin mencoloknya. Bukannya seram, dia malah membuatku jengkel karena sikap 'sok' nya itu.

Baru juga mau membuka mulut, tiba-tiba badan cowok di depanku ini terhuyung setelah aku dengar suara gedebuk yang keras. Radhika mengelus punggungnya yang sepertinya sudah tertimpuk sesuatu.

"Sori-sori, kagak sengaja." Arion menghampiri kami, dia berjongkok di hadapanku dan mengulurkan tangannya ke dekat sepatuku.

Aku menunduk menatap tali sepatuku yang tadinya putih bersih sekarang memiliki pola berwarna kecoklatan, dan tidak terikat. Sepertinya tadi terinjak-injak, untung gak jatuh.

[✔️] Emulsifier [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now