Merry Creepy Christmas!

252 12 11
                                    

Hai.... Maaf, ya ini bukan update part selanjutnya, karena sejujurnya saya sama sekali belum mengutak-atik ff ini lagi. Ya, karena kesibukan dunia nyata yang tidak bisa saya hindari. Maafkan daku, hehehe :)

Nah, sebentar lagi Natal akan tiba. Saya kepikiran untuk membuat satu part spesial ff ini berkaitan dengan Natal. Langsung saja dibaca, ya. Selamat membaca!

Merry Creepy Christmas, everyone!

****

Menceritakan tentang sekelompok pembunuh dan psikopat di satu kota berkumpul untuk merayakan hari Natal bersama. Bukan sekadar aksi pembunuhan, melainkan tentang kehidupan, dan hidup dalam kebersamaan.

Rumah kayu di area hutan dekat sungai. Pukul 09.00 WIB.

Dering telepon genggam pada atas nakas menggema ke seantero kamar. Tangan seorang pemuda dari atas ranjang menjulur ke arah arah nakas, mengambil ponselnya yang masih berdering, lantas menaruhnya kembali ke tempat semula setelah deringnya dihentikan. Namun, dering ponselnya kembali berdering, membuat tubuhnya terangkat. Ia meraih kembali ponselnya yang rupanya dalam mode panggilan masuk. Ditempelkannya ponsel itu ke telinganya tanpa melihat siapa yang telah lancang mengganggu tidurnya di pagi hari.

"Hallo...." sapanya malas. Kedua matanya mengerjap berkali-kali, mengantuk.

"Hei, nada bicaramu seperti orang yang malas untuk bangun di pagi hari," balas seseorang di seberang panggilan sana. Ada sedikit penekanan dalam bicaranya. "Ayo bangun. Hari ini kita harus mempersiapkan semua keperluan untuk nanti malam."

Pemuda itu mendesah pendek, mengenali dengan siapa lawan bicaranya. "Gara-gara kau nelpon di pagi buta begini aku jadi tidak bisa tidur lagi, Nju. Kau harus membayarnya nanti karena telah mengganggu tidurku."

"Halah, biasanya juga kamu susah buat dibangunin. Lagian ini udah jam sembilan pagi, ayam jantan pun jam segini udah keluyuran nyari makan."

Pemuda itu beranjak dari atas ranjang nyamannya. Ia menyibak gorden jendela lebar-lebar, membiarkan cahaya terik mentari masuk ke dalam kamarnya. Kedua matanya mengerjap menerima cahaya terik itu menelisik rongga matanya. "Wah iya... udah mau siang malahan."

"Nah, buruan bangun. Aku tunggu di tempat biasa."

"Nanti aja lah, aku masih ngantuk." Pemuda itu menguap. "Kau tidak tahu, semalaman aku bekerja keras menangkap dan membunuh anak-anak dari salah satu anggota dewan yang korupsi. Mereka anak-anak begajulan yang sangat merepotkan."

Helaan napas panjang terdengar dari seberang telepon sana. "Kau kalau bunuh mangsa ajak-ajak aku, dong, biar pekerjaanmu jadi lebih mudah. Hmm... pasti sekarang kau masih menyimpan mayat-mayat mereka di rumahmu, kan?"

"Iya," jawab pemuda itu, menghela napas pendek. "Bilang saja kalau kau mau ambil daging-daging segar itu, lalu kau masak, dan makan sepuasmu. Hah... aku heran kenapa dulu aku bisa terpikat padamu. Kau cantik, tetapi seorang kanibal."

Terdengar gelak tawa dari seberang telepon sana. "Meski begitu, aku ini tetap cantik, kan?" Mendengarnya, membuat pemuda itu hanya menghela napas pendek, malas. "Sudahlah, cukup basa-basinya, cepat berbenah. Aku tunggu di tempat biasa."

"Iya, iya." Pemuda itu mengakhiri percakapannya. Lantas, melempar sedikit kasar ponselnya ke atas ranjang. Ia menggarukkan kepala, lalu keluar kamar, menuruni anak tangga dan didapatinya aroma yang menggugah selera makannya.

Aroma lezat tersebut berasal dari dapur. Tampak seorang gadis sedang berkutat dengan aktifitas memasaknya. Rambut gerai sebatas bahunya diikat kuncir kuda, menyisakan helai rambut ponytail di kedua sisi samping kepalanya. Gadis itu mengelap tangannya ke celemek yang terpasang pada depan tubuhnya. Ia terlihat anggun saat memasak. Aroma lezat makanan yang dimasak gadis itu membuat si pemuda menghampiri dapur. Ia mendekat ke arah meja dapur hanya untuk menyetel tape radio. Dan lagu pun mulai terdengar.

Psycho Detected (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang