Chapter 13 || Resmi Menerima

Start from the beginning
                                    

"Ma-mau masak," jawabnya terbatu.

Tidak ada respon, pria itu menatapnya dalam sebelum menghela napas panjang.

"Kemari."

"Huh?"

Rimba mengelilingi meja mendekati Ily yang planga-plongo karena kaget dengan sikapnya. Semua pelayan menepi memberi jalan Tuan Muda-nya. Tangan besarnya terulur pada Ily. Gadis itu tak lagi menyorot wajah melainkan tangan Rimba.

"Jangan kembali ke tempat ini lagi," ungkapnya sarat akan perintah.

"Kenapa?"

"Kakak nggak suka."

Ily mencerna ucapannya Rimba. Kakak? Dia sudah menerimanya sebagai adik? Dia tidak membencinya lagi? Atau jangan-jangan dia merencanakan sesuatu mencelakainya agar Ily pergi dari rumah itu.

"Tanganku pegal." Rimba melirik tangannya terus terulur.

Ily tersentak langsung meraih tangan itu. Tangan mungilnya digenggam hangat kemudian dituntun keluar dari sana. Dalam hati Ily terus meracau, bagaimana kalau Rimba membawanya ke tempat sepi untuk mencekiknya?

*****

"Masha duduk di sini!"

Ily menuju meja makan untuk sarapan. Saka memanggil memintanya duduk di sebelahnya. Pemuda itu memundurkan kursi diantara ia dan Mami-nya, lalu memberi isyarat duduk di sana.

"Mama minta aku duduk di situ" tunjuk gadia itu pada kursi ke empat sebelah kanan, lebih tepatnya kursi samping Rimba.

Saka melirik Rimba sekilas kemudian menggeleng panik. "Jangan di situ, bahaya. Mending di samping aku." Saka berdiri hendak menarik Ily tetapi Rimba lebih dulu menarik gadis itu duduk di sampingnya.

Ekspresi datar dan aura intimidasinya sangat kuat. Ily masih melengo kaget menatap kakaknya itu dari samping. Alih-alih menyerah Saka ngotot Ily harus duduk di sampingnya.

"Masha duduk di sini!" rengeknya.

"Hei, diam." Rimba mendongak melayangkan tatapan tajam pada adiknya itu.

"Aku nggak ngomong sama kamu, Hutan," ketusnya menekan kata hutan.

Rimba mendelik seakan Saka rivalnya. Refleks Saka meneguk salivanya susah lalu membuang muka. Kalau wajah Rimba sejelek itu tandanya Saka harus diam. Bukan karena takut, Saka cuma tidak ingin mati muda.

"Rimba, katanya Saka mau belajar olahraga tinju, dia minta diajarin sama kamu."

Saka langsung menoleh menatap Mami-nya horor. Apa nih? Ia mendadak hilang ingatan. Kapan ia pernah bicara begitu? Ini Maminya ngigo apa mode julidnya kumat. Saka ketar-ketir menyorotnya dengki. Yang ditatap malah makan tanpa terganggu dengan tatapan putra bungsunya.

Rimba berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Baiklah, selesai mak---"

"Hidupmu serius amat, Bang." Saka menyela cepat. Mampus-mampus!

Sendok di tangan Rimba kini tergeletak di atas piring yang masih berisi nasi goreng. Ia meraih segelas air, meneguknya, kemudian mengelap bibirnya dengan tisu. Dengan tenang pria itu menatap Saka lurus.

"Ikuti aku!"

Saka tertawa garing. Mengibaskan tangan bertanda ia menolak. Mampusnya berkali-kali ini, pemuda itu kebablasan karena memotong pembicaraan Abangnya.

"Aku nggak pernah ngomong gitu, Bang. Mami tuh katanya mau belajar Muay Thai. Mending nggak usah, Mi! Nanti pinggang Mami encok, kasihan Papi," kelakarnya melirik sang Mami menghindari tatapan Rimba.

Incredible Brothers (TERBIT)Where stories live. Discover now