Part 36 : Untitled

8.3K 558 13
                                    

Daffa bersiul ria sambil menyisir rambutnya di depan cermin. Menyenandungkan lagu-lagu cinta, memperbaiki dandanannya. Ia memakai kaos biru polos, sangat cocok dengan warna kulitnya yang putih pucat.

"Wah anak mama udah rapih aja, mau kemana?" Ema tiba-tiba masuk ke dalam kamar Daffa, mengejutkannya.

"Ma, Daffa udah gede, kalau mau masuk ketuk dulu pintunya."

"Habis pintunya nggak dikunci."

"Kalau Daffa lagi ganti baju gimana?"

"Kamu banyak ngomong ya sekarang sayang? Lagi bahagia ya?"

Ema mengelus lengan anaknya yang makin lama makin berisi.

"Kamu juga gemukan sayang." lanjut Ema.

Senyum merekah dibibir Daffa, ya dia memang sedang bahagia karena hari ini dia sudah membuat janji dengan Mikaela akan datang ke rumah cewek itu. "Aku mau keluar ma."

"Rumah Mikaela?"

"Ya, ma."

"Pantes aja ganteng banget."

"Ya udah ma, aku berangkat dulu ya."

Ema tampak lega melihat anaknya sudah bisa menjalankan kehidupannya dengan normal, walau ia masih takut kalau-kalau penyakit Daffa kembali menyerang.

Cowok itu berjalan menuju tempat dimana mobilnya terparkir. Supir yang akan mengantarkannya ke rumah Mikaela.

Daffa mengecek ponselnya, berharap ada satu pesan atau panggilan masuk dari Darren yang pergi tanpa pamit padanya. Tapi cowok itu sama sekali tidak menghubunginya.

Kemarin, ketika Daffa sampai di rumah ternyata Darren dan Zania sudah meninggalkan Indonesia untuk mengurus kuliah mereka. Daffa sendiri akan istirahat total selama satu tahun dan tidak mengikuti test perguruan tinggi manapun pada tahun ini.

Berbeda dengan Rendy, sejak tadi pagi terus sibuk menghubunginya untuk menanyai pendapat Daffa tentang jurusan yang akan dia pilih.

Jelas-jelas ayahnya sudah menetapkan akan masuk kemana Rendy nantinya. Ayah Rendy memang benar-benar otoriter. Dan Rendy bingung akan hal itu. Daffa sudah mengatakan, pilihlah sesuai hati, tapi semua keputusan ada ditangan Rendy.

Daffa melihat sekelilingnya, dia jadi berpikir akan kemana masa depannya nanti. Apakah dia akan punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi? Atau...

Drrrttt..drrrttt

Ponselnya berbunyi, menyentak lamunannya.

"Ya, Mika."

"Kakak dimana?"

"Udah dijalan."

"Oh, ya udah, aku mandi dulu."

Terdengar suara tawa dari seberang. Suara tawa yang dapat mengenyahkan segala pikiran buruk Daffa.

"Ya."

Mikaela memutuskan panggilannya.

Daffa lupa apa yang dia pikirkan tadi, yang ada dibenaknya adalah bagaimana wajah cantik Mikaela menyambutnya di depan pintu. Bagaimana cewek itu menceritakan sesuatu yang walaupun tidak lucu pasti akan membuatnya tertawa.

Dan Daffa akan meminta jawaban atas pernyataannya waktu itu.

.

Mengecek ponselnya berulang kali. Itulah yang Mikaela lakukan seharian selama dua hari ini. Tidak ada satupun pesan dari cowok yang dia harapkan untuk menghubunginya.

Darren. Cowok itu sama sekali tidak mempertanggung jawabkan perbuatannya pada Mikaela. Padahal siang malam Mikaela selalu memikirkan Darren sampai dia merasa kesal.

TWINS D √ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang