Prolog

45.5K 3.4K 192
                                    

Hari sudah menjelang malam saat sirkus "De Barbarian" menjadi makin ramai dikunjungi orang-orang dari berbagai daerah di distrik Delapan Belas tempat pusat kota berada. Suasana musim panas yang hangat semakin menambah semangat para pengunjung untuk menikmati berbagai atraksi yang diadakan pihak sirkus selain penampilan bintang utama, pesulap handal, Jannaero.

Tiket sudah hampir ludes terjual dan sebagian besar pembeli tiket sudah masuk ke arena bawah tenda yang besar dan dapat menampung sekitar seribu orang dalam satu kali pertunjukan. Selama satu hari akan ada tiga pertunjukan sulap dan dari situ saja sudah bisa dibayangkan berapa pendapatan pemilik sirkus, belum digabung dengan beberapa tenda lain yang memiliki atraksi lain sebagai pusat penarik massa yang luar biasa di hari liburan panjang dimana menjadi salah satu waktu terbaik untuk menyambut para pengunjung.

Namun diantara keriuhan arena sirkus, sesosok tubuh kecil memakai tudung yang bersatu dengan mantel warna gelap berjalan terpincang sambil sesekali melirik kearah belakang lalu dengan susah payah berlari. Tubuh kecilnya tampak tenggelam dalam mantel kebesaran yang ia ambil asal dari belakang kandang gajah yang entah milik siapa namun sangat berguna saat darurat seperti ini.

Napasnya sudah tersenggal-senggal parah, bahkan ia sudah begitu gemetar karena ketakutan bakal ketahuan karena melarikan diri dari sirkus yang menyekapnya selama nyaris dua belas tahun.

Dari segala percobaan melarikan diri, usaha kali ini sudah diperhitungkannya dengan matang, akan berhasil karena ia sudah mempertaruhkan segalanya. Walau untuk itu, ia nyaris kehilangan banyak darah.

Kabur saat memberi makan Leon. Dia marah sekali, dan mencakar separuh leher dan bahumu.

Tidak ada waktu untuk mengaduh dan ia tahu itu benar. Setidaknya hingga pagar terluar sirkus ia lewati, maka pelariannya akan berhasil. Setelah itu, ia akan mencari cara agar bisa sampai ke Suaka, The Sanctuary. Tempat para pengungsi dan pelarian seperti dirinya bisa diterima dengan baik. Begitulah cerita yang selalu ia dengar dari sesama budak di sirkus. Tempat meraka menghabiskan dua puluh jam waktu mereka dalam satu hari disiksa, menjadi pelayan para pemain sirkus, pelayan para hewan buas, tukang bersih-bersih, bahkan merangkap jadi asisten akrobat. Satu tempat penyiksaan yang paling mengerikan yang pernah ia datangi.

Walau memang hanya itulah satu-satunya tempat bernaungnya selama bertahun-tahun.

Namun kali ini, ia ingin pergi ke Suaka. Ingin hidup layak seperti semua orang, walau ia tahu, Suaka tidak akan menjadikan mereka lebih baik dari sebelumnya.

Suaka itu akan memberi kamu satu tempat dimanapun kamu mau, lalu kamu bisa hidup bahagia disana. Danau buatannya luar biasa indah, dan kalian akan diberi makan tiga kali sehari, lalu kalian boleh mengerjakan apapun yang kalian suka dan dihargai sesuai kemampuanmu. Tidak ada siksaan, malah kamu akan mendapatkan senyuman dari semua orang. Menyenangkan tinggal disana. Tempat impian para budak dan pelarian seperti kita.

Dia tersenyum membayangkan betapa nanti hidupnya akan berubah di sana. Dia tidak akan butuh tempat yang besar dan luas. Mungkin hanya sebuah kamar, dan tempat tidur dengan kasur empuk dan bantal, serta selimut hangat kalau dia merasa kedinginan. Cuma itu.

Ah, mungkin dia juga penasaran, bagaimana rasanya disenyumi oleh orang lain. Seumur hidupnya dia tidak pernah mendapatkan satupun senyuman tulus. Tuan Baron selalu mencambuknya jika ia lalai atau melakukan kesalahan.

Dicambuk itu tidak menyenangkan. Selain menyebabkan badanmu jadi berbilur-bilur biru, jika Tuan Baron melakukannya terlalu kencang, daging di kulitmu bisa ternganga dan berdarah.

Rasanya cukup buruk, dan dia sering mengalaminya. Apalagi saat Jannaero sedang marah karena trik ilusinya gagal. Semua budak pernah jadi korban, termasuk dirinya yang pernah dilemparkan pedang dari jarak jauh dan nyaris memutuskan kelingkingnya.

Kelingkingnya tidak putus, namun satu bagian daging, separuh kuku tepatnya terpotong dan hingga saat ini membuat jari kelingking kirinya lebih pendek setengah senti dari kelingking kanan.

"Semua orang dewasa membenci kamu karena kamu lemah dan lalai. Kamu selalu jadi sasaran siksaan. Larilah, jika lebih lama berada di sini kamu akan mati. Pergilah, biar aku kelabui mereka."

Dia tahu, satu-satunya teman di sana, Jehan, tidak benar-benar ingin melindunginya. Jehan akan mendapatkan kenaikan gaji kalau dia bisa mengambil alih pekerjaannya. Karena itu dia dengan senang hati mengusulkan untuk kabur. Namun tidak ada pilihan lain. Segera setelah pintu kandang Leon, singa tua ganas terbuka, dia dengan cepat menyelusup di bawah palang kandang yang rapuh, namun hanya bisa ditembus manusia bertubuh kecil sepertinya. Kekurangan gizi selama bertahun-tahun membuatnya bisa meloloskan diri dari lubang kecil yang seharusnya hanya bisa dilewati oleh anak usia sepuluh tahun. Sedangkan dirinya berusia jauh di atas itu.

Langkahnya mulai tidak karuan karena leher dan bahunya mulai terasa terbakar. Sakitnya sungguh tidak tertahankan. Dicakar singa yang sedang lapar bukanlah pilihan yang baik, dan dia harus mendapatkannya.

Saat matanya mulai menggelap, ia merasakan benturan keras dari arah depan. Tubuhnya terpelanting.

Dua sosok asing kemudian mendekat. Ia tahu tidak bisa lagi lari, dan sekarang, melihat mereka, harapannya tentang Suaka mulai menjauh.

Kebebasannya.

Satu-satunya kesempatan.

Lukanya terasa sakit sekali.

Namun tubuhnya tidak dapat digerakkan.

Air matanya langsung luruh.

Tolong selamatkan aku...

****

A Zero DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang