Dear

639 78 32
                                    

Wanita itu mengusap rambutku. Menyingkap poni dan mengecup dahiku

"Kami mau pergi dulu. Baik-baik di rumah, jaga ayahmu." Bibir bergincu membisikkan pesan. 

"Kapan ibu dan adik kembali?" Aku bertanya

Wanita yang kupanggil ibu tidak menjawab. Beliau mendaratkan sun sekali lagi sebelum pergi bersama adikku. Meninggalkan aku sendiri di ambang pintu. 

Aku melangkah masuk. Seorang pria duduk di sofa, menonton acara lawak penuh gimik sambil menenggak beberapa kaleng. Berwajah teler seperti yang kulihat hari-hari lalu. Matanya jenuh dan nyaris kosong. Bahkan nampak tak sadar bila ia menyuntikkan obat di lengannya.

Namun beliau tahu keberadaanku. Kaleng kosong melayang mengenai kepalaku. Kemudian menarik anaknya ini dengan kasar. Jarum suntik terarah padaku

Ia mengumpat. Terus begitu setiap hari. Mulut itu tak berhenti mengucap kotor. Jari-jemari besar melakukan aksi biadab tanpa henti. Aku selalu menjadi korban pelampiasannya hingga hampir seluruh tubuh yang terlihat berbalut perban

Di satu tusukan yang ayah lakukan

.

Yukine terbangun. 

Langit-langit ruangan menghitam. Ada Yato mengorok di sebelahnya. 

Pelan-pelan ia coba bangkit. Kepalanya pusing. Ia menoleh. Jam menunjukkan waktu tengah malam. 

Ketika ia merebah kembali, matanya tak bisa terpejam. Mimpi itu seakan menjadi kafein berdosis berat. Maka Yukine turun ke dapur, menyusuri ruangan gelap pelan-pelan bertemankan lilin. Kebetulan di sana masih ada sisa susu vanila bubuk milik Kofuku. 

.

Salju pertama turun di bulan Desember.

Malam itu, Yukine duduk di teras belakang kediaman Kofuku. Mendongak memandangi langit bertaburkan butiran lembut salju. Sesekali menggosok tangannya, mengembuskan napas untuk memberi kehangatan pada diri sendiri, mengusir hawa dingin yang menusuk kulit.

Kemudian susu vanila hangat diambil beberapa tenggakan. Ah rasanya nyaman sekali.

Malam yang tenang. Pas untuk menyambut kedatangan bulan Natal. Yukine tersenyum kecil sambil memeluk kedua lutut. Ia memejam mata sejenak, menikmati suasana yang jarang ditemukan di rumah Kofuku. Terlebih setelah dirinya dan Yato memilih menetap di sana.

Kelopak mata membuka. Sosok bermata biru cerah menjadi bayangan pertama yang terpantul. Begitu dekat hingga Yukine berjengit dan merangkak mundur.

"A-a-apa yang kau lakukan di sini, Yato?! Bikin kaget, tahu!!" protesnya.

"Yah, aku heran kenapa lampu ruang tengah menyala waktu mau ambil minum."

Yukine mendecak sebal. "Kukira kau sudah benar-benar tidur."

Yato hanya membalas dengan kerlingan. Lalu menggeser duduk di sebelah Yukine.

"O-oi, jangan dekat-dekat!"

DearWhere stories live. Discover now