The Third Run

4.4K 172 4
                                    

Pagi ini aku bangun lebih pagi. Aku bangun untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Beranjak ke kamar dan mengganti bajuku dengan tank top warna putih dan celana pendek selutut berwarna hitam. Aku kemudian turun dan mendapati Hizki sudah duduk di meja makan. Aku lihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 06:37. Ternyata dia rajin juga. Aku pikir dia akan tidur lama, karena hari ini adalah hari libur.

"Selamat pagi, Tuan. Sarapan sudah siap di meja makan. Tuan Hizki sudah menunggu." Ujar seorang pembantu.

"Selamat pagi juga, Bi. Ya, aku juga melihatnya, terima kasih." Jawabku.

Aku duduk di bangku di depan Hizki. Dia tidak memakan sarapannya, dia malah sibuk dengan koran di tangannya.

"Berhentilah membaca koran itu dan cepat makan makananmu itu, hargai pelayanmu." Ujarku.

"Baiklah, tapi dengan satu syarat." Hizki menyeringai kepadaku. Aku tidak mengerti maksudnya.

"Suapi aku!" Hizki kemudian membuka mulutnya, kemudian dia sadar dan kembali menutupnya. Dia berjalan ke arahku dan duduk di sampingku. Meja ini terlalu lebar untuk ukuran meja makan, jadi aku tidak bisa menyuapinya.

Setelah Hizki duduk, aku segera menyuapinya. Anak ini manja juga. Sepiring nasi goreng dengan lauk ayam goreng pula telah habis. Seorang pelayan telah menuangkan air ke dalam gelas. Aku segera mengambilnya dan memberikannya pada Hizki.

Setelahnya, aku menyantap makananku. Terasa lezat di mulutku. Aku harus belajar memasak dari salah satu pembantu atau pelayan di sini.

"Hiz, bisakah kau menemaniku?"

"Kemana sayang?" Ucapan Hizki barusan sontak membuat pipiku memanas. Aku yakin, saat ini wajahku tengah merona.

"Ah, jangan seperti itu. Temani aku menemui pembantumu yang memasak nasi goreng ini. Aku ingin belajar darinya."

"Kau ingin belajar memasak, supaya bisa memasakkanku makanan setiap hari? Kau manis sekali, sayang."

Hizki.. Bagaimana bisa dia tahu pikiranku. Memang itu jalan pikiranku, tapi jangan terlalu frontal mengungkapkannya.

"Baiklah, baiklah. Pelayan, panggil pembantu yang membuat nasi goreng ini, suruh dia kesini sekarang juga." Titah Hizki pada salah seorang pelayan. Kebiasaan buruk. Padahal aku memintanya menemaniku menemui orangnya, bukan mendatangkan orangnya. Dasar.

Salah seorang pelajayn datang dengan tergesa-gesa. Dia habis memasak sesuatu rupanya. Celemek yang dia pakai terlihat berantakan.

"Kau yang memasak nasi goreng ini?" Tanyaku langsung padanya.

"I-iya T-tuan." Balasnya gugup. Kemudian dia hanya menunduk. Melanjutkan lagi, "Apakah ada yang salah, Tuan? Saya mohon maaf apabila ada kesalahan. Lain kali saya akan membuatnya jauh lebih baik."

"Ya, ada." Itu Hizki yang berbicara. Aku menoleh padanya dan membuat raut wajah bingung. Kenapa dia bilang seperti itu, makanan ini bahkan nyaris sempurna.

"Makanan mu itu terlalu enak, menurut kekasihku." Hizki melanjutkan ucapannya. Pipiku sontak merona merah padam. Oh, aku sudah tidak waras.

"Hizki, diamlah. Biarkan aku yang berbicara. Kau, cukup menemaniku."

"Siapa namamu?" Tanyaku pada pelayan itu. Dia kemudian menjawab sambil menatapku.

"Galih, Tuan. Galih Hartono."

"Baiklah, Galih. Aku akan mengatakan beberapa hal, yang akan berhubungan denganmu. Pertama, saat selesai memasak atau meninggalkan masakanmu, lepas celemek mu itu. Kedua, aku ingin belajar memasak darimu. Mau kan?"

Aku Ingin Dia - Book 1Where stories live. Discover now