Chapter 14: Am I Vampire?

50.4K 5K 53
                                    

Tidurku terasa sangat nyenyak, seolah kemarin aku benar-benar kelelahan dan butuh tidur panjang. Aku mulai meregangkan tubuhku dan berguling ke kanan saat melihat wajah Xander di depanku tepat di samping tempat tidur. Aku terkejut dan terjatuh dari ranjang. Dia berjongkok di samping tempat tidur dan segera menegakkan tubuhnya sesaat aku terjatuh dari tempat tidur.

"Sedang apa kau?" tanyaku.

Xander melipat kedua lengannya di dada, kemudian dia menggeleng-geleng. "Aku mengamatimu. Namun, rasanya aneh," jawabnya. Wajahnya mulai menunjukkan kerut-kerut kebingungan.

"Apanya yang aneh?" tanyaku bingung juga.

"Kau baru saja di gigit seorang vampir dan sama sekali tidak terjadi apa-apa." Xander menumpu dagunya dengan tangan kanannya, seolah sedang berpikir.

Aku kemudian bangkit dari lantai dan mulai memeriksa tubuhku. Mulai dari gigi, apakah aku sudah memiliki taring atau rasa laparku sudah berubah menjadi rasa haus akan darah. Namun, sama sekali tidak terjadi apa-apa, atau mungkin belum. Butuh berapa lama kira-kira untuk seorang vampir baru berubah?

Aku meraba leherku yang tergigit. Masih ada bekas gigitan itu, tapi rasanya tidak seperti sebuah gigitan. Lebih seperti sebuah suntikan yang biasa kita dapatkan saat masih kecil untuk imunitas. Aku mengendus, berusaha mencium aroma apa yang bisa aku hirup. Atau mungkin dalam kasus ini, apakah aku benar-benar bisa mencium aroma darah. Namun, aku tidak mencium apa-apa. Hanya bau sabun milik Xander dari tubuhnya.

Sesaat kemudian perutku berbunyi, menyatakan bahwa aku benar-benar kelaparan. Namun, aku masih tidak mengerti kenapa gigitan vampir itu tidak mempengaruhiku. Apakah karena aku adalah seorang Demigod? Aku tidak yakin itu. Bahkan seorang Demigod juga bisa terbunuh.

"Sepertinya rasa haus darahmu tidak cukup kuat untuk menahan rasa lapar akan makanan manusia." Xander menyadarkan lamunanku.

"Apa kau punya makanan untukku?" tanyaku.

Xander menarik napas pelan. Seolah dia telah kedatangan tamu paling menyusahkan seumur hidupnya. "Ya, ada di meja makan." Xander kemudian membawaku ke ruang makan.

"Kalau kau tidak suka, aku bisa pulang. Aku hanya ingin memastikan aku tidak membunuh ibuku saat aku berubah menjadi vampir." Aku mengikuti Xander di belakangnya. Seperti seekor kucing yang butuh makanan.

Xander hanya diam dan terus berjalan menuju dapur yang menyambung ke ruang makan. Aku baru sadar belakangan ini Xander jadi sedikit diam. Entah karena dia memang tidak sedang ingin berbicara dan berdebat denganku atau karena dia memang marah padaku.

Well, aku tahu kata-kataku saat itu keterlaluan. Aku tidak seharusnya mengatakan hal buruk itu, bahkan bahwa itu adalah sebuah kenyataan. Jadi aku mulai menimbang-nimbang untuk meminta maaf padanya, tapi aku mulai suka dengan sikap diamnya karena tidak terlalu mengganggu. Namun, aku juga merasa bersalah karena itu, jadi akhirnya aku memutuskan untuk meminta maaf padanya.

"Soal kata-kataku waktu itu, aku tidak seharusnya mengatakannya." Aku mulai bicara. Xander masih saja diam. "Aku bahkan sama sepertimu, seorang darah campuran. Bedanya adalah, aku tinggal bersama ibuku sedangkan kau tinggal sendiri."

Aku melirik wajah Xander saat kami berada di meja makan. Aku berharap dia tersenyum, tapi dia tetap dengan ekspresi datarnya. Mungkin butuh perjuangan lebih untuk melihatnya tersenyum atau bahkan tertawa.

"Aku minta maaf," kataku akhirnya.

Xander menyiapkan sarapanku dan akhirnya dia meletakkan piring di depanku kemudian duduk di sampingku. Aku terus mengamati pergerakannya. Dan kemudian mata Xander akhirnya tertuju padaku.

"Kau sangat spesial, Sera. Aku tidak bisa membiarkanmu berada di sini. Selesaikan sarapanmu dan kau bisa pergi setelah ini." Xander kemudian bangkit dari tempatnya dan meninggalkanku dengan sarapan yang dibuatkannya.

Aku tidak mengerti kenapa dia bersikap seperti itu. Aku tidak tahu pasti, tapi aku tahu ada sesuatu yang dia ketahui dan aku tidak mengetahuinya. Setelah menyelesaikan sarapanku dengan cepat, aku melihat pintu rumah Xander terbuka dan pintu gerbangnya terbuka dengan sendirinya. Apakah itu artinya aku harus segera keluar dari rumahnya?

Aku berjalan keluar rumah dan keluar dari pintu gerbang saat tiba-tiba semuanya berubah menjadi ruang perpustakaan di kampus. Bajuku masih sama, tasku ada di samping dan laptopku menyala. Ya, seperti biasanya tentu saja. Xander memulangkanku seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Yang menjadi pertanyaanku adalah, apakah Icarus tahu tentang ini?

Aku tidak tahu kenapa aku malah memikirkan Icarus. Aku hanya penasaran ke mana perginya dia saat aku benar-benar membutuhkannya. Apakah baginya pedang yang diberikannya sudah cukup untuk menjagaku? Aku meraba leherku lagi, dua buah bekas taring masih terasa nyata di sana. Rasanya seperti baru saja kemarin dan tiba-tiba aku berada di tempat ini lagi.

***

Akhir pekan terasa begitu cepat datangnya. Sebenarnya, memang itulah yang aku tunggu-tunggu. Hari yang aku nantikan untuk mempertemukan gadis vampir itu pada Xander. Setelah kejadian aku tergigit oleh vampir dan Xander membawaku ke rumahnya lagi, Xander tidak pernah muncul lagi. Dan tentu saja Icarus juga, aku benar-benar tidak mengerti dengannya.

Aku sudah janji bertemu si gadis vampir di taman bagian selatan kampus. Saat aku bertemu dengannya, aku hampir tidak mengenalinya. Dia warnai rambutnya menjadi pirang. Warna rambut aslinya adalah merah, tapi dengan rambut berwarna pirang cerah seperti ini dia terlihat lebih cocok dengan rambutnya yang sekarang.

"Kau mewarnai rambutmu?" tanyaku padanya.

Gadis itu tersenyum. "Aku rasa dia akan menyukai rambut pirang," jawab gadis itu sambil tersenyum.

Aku yakin dia mewarnai rambutnya karena ingin menyamaiku, aku sangat yakin itu. Walau warna rambut pirangku tidak seterang miliknya, tapi aku tahu itu karena dia tipikal gadis yang seperti itu. Mungkin dia mengira, aku dan Xander memiliki hubungan.

"Baiklah, sekarang antar aku ke rumahnya." Gadis itu tersenyum kegirangan. Taringnya mulai keluar dan mengingatkanku akan pria waktu itu.

Aku bergidik, merasa ngeri. Namun, gadis itu tahu bahwa aku akan mengantarkannya ke rumah seorang pria yang disukainya, jadi tidak mungkin dia macam-macam denganku.

Seharusnya aku menjaga jarak dengan para vampir jika mengingat kejadian waktu itu di perpustakaan. Namun, aku tidak tahu kenapa justru hanya pada pria itu aku merasa tidak aman. Sedangkan dengan gadis vampir ini aku merasa biasa saja.

"Omong-omong, siapa namamu?" tanyaku yang tentu saja belum berkenalan dengannya.

"Penta Star," jawab gadis itu.

Aku sedikit tertegun. Apakah aku tidak salah mendengarnya. "Penta Star? Seperti, Penta Star?" tanyaku berusaha meyakinkan apa yang aku dengar dan meluruskannya.

"Ya, Penta Star. Kau bisa panggil aku Pen, jika Penta terlalu panjang untukmu."

Kami berjalan sekitar taman dan akhirnya aku sadar bahwa aku tidak tahu bagaimana membawa gadis itu ke rumah Xander. Selama ini Xander membawaku tanpa aku ketahui. Secara ajaib aku berada di sana, bahkan aku tidak yakin rumah itu berada di Bumi. Maksudku bisa saja itu di langit atau di alam lain yang aku tidak begitu yakin.

Aku mulai berpikir dan akhirnya aku ingat sesuatu mengenai tanda yang dikatakan Xander. Apakah tanda itu yang bisa membawaku ke rumah Xander? Hanya satu untuk mengetahuinya, mencobanya. Walaupun aku tidak yakin juga bagaimana harus mencobanya. Apa aku harus mengingat rasanya saat aku mecium Xander? Atau aku harus merasakan setiap informasi yang Xander salurkan melalui tandanya itu? Aku tidak tahu pasti.

SERAPHIM AND THE NEPHALEM √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang