BAB IX

115 16 6
                                    

Di manakah akhir sebuah cinta?
Kebersamaan atau perpisahan?

🍃🍃🍃

Anjani termenung sendirian di salah satu sudut ruangan, memandangi orang-orang yang lalu lalang di hadapannya dengan pandangan bosan. Orang-orang yang tak ia kenal. Rasanya percuma ia datang ke acara ini jika tak ada satu pun yang bisa ia ajak bicara.

"Sayang, mana kakak kamu?" tanya mama Olla, mengejutkan Anjani dari keasyikannya menyendiri.

"Nggak tahu, Ma. Kayanya tadi pergi keluar, deh," jawab Anjani malas.

Miko memang beruntung. Kakak laki-laki Anjani itu tidak punya rasa takut pada apa pun. Ia mungkin datang ke acara ini bersama adik dan orang tuanya, tapi setelahnya ia langsung menghilang. Tak peduli meski akan mendapat omelan sang mama nantinya.

Sedangkan Anjani, ia juga ingin pergi dari acara membosankan ini. Acara perusahaan yang sama sekali tak ia mengerti. Tapi ia tak berani. Ia menyesal karena mamanya tak mengajak Diandra ikut serta. Setidaknya ia bisa bersama sepupunya itu selama acara berlangsung.

"Ah, kakak kamu itu benar-benar. Kalian, kan, mama ajak ke sini supaya bisa saling mengenal dengan relasi bisnis mama dan papa. Mereka juga mengajak keluarga mereka, jadi siapa tahu ada yang cocok dengan kalian."

"Maksud mama cocok gimana, sih?" tanya Anjani bingung.

"Untuk jadi pasangan."

Anjani menghela napas dalam. Mulai lagi, deh, mamanya berpikiran konyol. Menjodohkan anak-anaknya? Sama sekali bukan pilihan yang menarik.

"Kak Miko sudah punya pacar, Ma. Kalau Mama masih ingat," ujar Anjani datar.

"Tapi  kamu, kan, belum," jawab mama Olla ringan.

Mamanya selalu saja memiliki pemikiran yang aneh. Akan tetapi Anjani tidak mau ambil pusing. Ia membiarkan kata-kata sang mama hanya numpang lewat di telinga.

"Aku mau minum dulu, Ma," ujar Anjani seraya bangkit dari duduknya, berjalan menuju meja hidangan. Ia lalu mengambil segelas jus jeruk dan meminumnya. Anjani tidak sedang haus, hanya mencari alasan untuk menghindari mamanya.

Anjani iseng mengedarkan pandangan ke sekeliling. Benar juga, kebanyakan para relasi bisnis orang tuanya itu tak datang sendirian, tapi dengan keluarganya juga. Tiba-tiba pandangan Anjani terhenti pada sosok yang tak ia sangka akan ditemuinya di sini. Di tempat yang tadinya ia anggap membosankan. Sosok itu tengah bercakap-cakap dengan beberapa pria, termasuk papanya.

Senyuman Anjani mengembang seketika. Jika tadinya ia menghindari sang mama, sekarang ia berbalik mencari beliau.

"Mama!" Anjani menggandeng lengan mamanya yang tengah mengambil makanan dengan manja. Wajahnya terlihat begitu bahagia.

"Apa?" tanya mamanya yang sedikit heran karena mood Anjani berubah dengan cepat.

"Mama tahu nggak siapa dia?"

"Siapa?"

"Itu, lho, Ma. Yang lagi ngobrol sama Papa." Anjani tak menunjuk langsung orang yang ia tuju, hanya memberi isyarat pada mamanya.

"Iya. Tapi, kan, banyak orang di sana. Yang mana yang kamu maksud?"

"Yang masih muda itu, lho, Ma."

Mamanya memperhatikan dengan seksama orang yang dimaksud Anjani lalu tersenyum.

"Oh, itu anaknya Pak Puguh. Kalau nggak salah seumuran dengan kamu. Kamu suka sama dia?" tanya mamanya to the point.

Angin Padang Rumput (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now